[caption id="attachment_376735" align="aligncenter" width="607" caption="Color guard (sumber: cola.siu.edu)"][/caption]
Ya, begini nih... ceritanya anak marching lagi kangen latihan bareng satuannya. Maklumlah, tuntutan masa depan. Karena lagi kangen, pengennya nginget waktu tampil bareng, waktu latihan bareng, waktu dihukum bareng. Banyaklah. Yukk, kita bahas... pemain silakan check in, mungkin nanti bisa saling sharing atau ngomong apa aja yang cuma diketahui anak marching band. Yang mau ikut baca silakan, siapa tahu ntar habis baca langsung daftar marching band, hehe...
Denger kabar ada lomba...
[caption id="attachment_376738" align="aligncenter" width="306" caption="latihan, MBBPKT (sumber: pinsta.me)"]
Di sini kita gak bakal bahas sejarah bagaimana marching band bisa berkembang di Indonesia, karena sudah merupakan hal lumrah bakal ngantuk kalau belajar apa pun yang berbau sejarah Ini. Mendengar ada lomba dan satuan kita bakal ikut lomba itu, serasa tahu kalau cewek yang lu taksir ternyata naksir lu juga (loh?) Bahagia banget coy. Udah gitu, biasanya satuan-satuan yang benar-benar ingin gengsi di dunia marching band rela latihan mati-matian demi meraih sebuah pengakuan dari satuan lain.
Penulis juga udah pernah ngerasain (curhat) latihan panas-panas di siang bolong –di lapangan sepak bola- sampai latihan malam-malam sampai midnight. Tapi, entah kenapa rasa lelah yang mendera itu gak pernah sampai ke ulu hati. Walaupun latihan sekeras itu, kita tahu kalau kita melakukan demi yang terbaik dan kita tahu kita mencintai apa yang kita lakukan dan kita perjuangkan, hehe...
Bukan hanya sekedar kelompok musik
Gw (baca: saya) pikir semua penggelut dunia marching band setuju akan hal ini. Hal yang mungkin tidak diketahui dan dirasakan banyak orang di luar sana, yang hanya tahu waktu kita perform menggunakan seragam “kebesaran”.
[caption id="attachment_376743" align="aligncenter" width="560" caption="Marching Band Istiqlal di GPMB 2014 (sumber: youtube.com)"]
Intensitas latihan yang rutin dan bahkan sering saat mendekati event-event tertentu, membuat kita merasa bergabung di sebuah tim marching seperti memiliki keluarga baru yang semua anggotanya punya hobi seragam. Kita gak bisa lepas dari kata kebersamaan. Panas-panas, bareng. Kaki pegel, bareng. Deg-degan, bareng. Kulit makin item, bareng. Sampai nonton film juga bareng. Hal seperti ini yang secara tidak langsung dan sengaja membentuk sebuah kekompakan tim. Kekompakan yang akan tetap menjaga keharmonisan di setiap penampilan (eeaaa).
Saat ditunjuk jadi solois
Kalau yang satu ini, tanpa mengada-ada, gw (baca: aku) jujur pernah merasakannya. Berat, sekaligus bangga. Berat karena kita tahu nama besar satuan ada di pundak kita, entah yang kanan atau yang kiri atau bahkan keduanya. Bangga karena dari sekian banyaknya anggota, kita dipercaya membawakan rangkaian-rangkaian nada secara solo di muka khalayak ramai. Sungguh sebuah kehormatan yang mungkin akan sulit didapatkan di kesempatan lain.
Menjadi solois, terang saja, terkadang menjadi beban berat. Apalagi saat lomba. Keberhasilan solois bisa dikatakan sebagai penentu kemenangan. Solois yang sukses mengalahkan rasa gugupnya saat tampil pasti serasa memiliki suatu kebanggaan tersendiri yang gak bisa diungkapkan dengan kata-kata ataupun ditranslate pakai google translate. Bukan sombong, alhamdulillah saya pernah :D
Saat kisah asmara menyelinap di sela waktu latihan
Masalah yang satu ini, gw (baca: adek) gak akan bilang kalau pernah atau gak pernah ngalamin. Curang, ya. Haha... tenang kok, adek masih single. Cerita ini berdasarkan kisah nyata, kalau ada kesamaan mohon dimaklumi.
Latihan menyongsong sebuah event, diperlukan kelengkapan anggota. Karena jika anggota gak lengkap formasi berisan yang sudah ada akan hancur, yang lainnya jadi susah ngikutin. Nah, untungnya.... gak semua anggota masih single (?). Jadi, latihan marching band bisa dijadikan alasan ketemuan dan nongkrong bareng doi, bagi mereka yang gak sempet ketemuan sampai yang gak dibolehin mama pacaran (gak bener nih!). Bagusnya, timnya lengkap, latihannya lancar. Walaupun ada terbesit kecemburuan ‘pihak lain’ di balik canda tawa mereka, hehe...
“We are the champion!!!”
[caption id="attachment_376736" align="aligncenter" width="539" caption="Pemenang GPMB 2013 (sumber: madahbahana.org)"]
Kita sudah latihan mati-matian dan tampil dengan penuh semangat dan harapan, tentulah sebuah gelar yang kita nantikan. Alhamdulillah, gw (bacanya sekarang gue) bergabung di satuan yang sudah mempunyai nama di sekitaran kabupaten kota Palangkaraya dan cukup ditakuti satuan lain waktu lomba, jadi, nama satuan kami masih sering eksis di daftar pemenang lomba marching band regional.
Menunggu keputusan juri lomba adalah hal yang (sangat) menegangkan, seperti menunggu keputusan doi yang baru aja lu tembak. Gak sanggup, le... gak sanggup. Kadang juga, kita seakan-akan menutup kedua telinga dengan telapak tangan, namun dengan sedikit rongga suapaya suara pengumuman bisa sama-samar terdengar. Menjadi pemenang tentulah sebuah kebanggaan. Naun, tak ada kemenangan yang diraih tanpa kekalahan. Kekalahan yang kita terimah hendaknya menjadi sebuah koreksi dan bahan introspeksi (dikutip dari Wahyu Teguh).
Sebuah bahasan singkat yang judulnya bilang bakal bahas marcing band. Padahal kenyataannya memuat curahan hati si penulis yang lagi kangen latihan bareng satuannya nun jauh di sana. Yah, intinya bergabung di dalam sebuah tim marcing band gak akan menjadi sebuah hal yang berbuah jeruk masam. Banyak ilmu yang bisa kau dapatkan. Nilai kekeluargaan, segudang kerja keras, dan arti dari sebuah tanggung jawab. Kata si penulis, ia gak akan menyesal pernah bergabung di sebuah tim marching band.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H