Mohon tunggu...
Norpikriadi
Norpikriadi Mohon Tunggu... Guru - Penulis lepas

Hanya seorang yang terus mencari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

24 Tahun Reformasi, Menimbang Nilai Intelektualitas dalam Gerakan Mahasiswa

20 Mei 2022   22:21 Diperbarui: 28 Juni 2022   09:35 1526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu di mana "kebebasan" yang katanya kita peroleh dari Orde Lama seperti yang dikatakan tokoh mahasiswa kekinian pada awal tulisan?

Di sisi lain, dengan bekal intelektualitas yang sama, mahasiswa angkatan '98 juga sukses meruntuhkan panggung Orde Baru yang berdiri kokoh begitu lama. 

Sekalipun didoktrinkan sebagai upaya untuk memurnikan pelaksanaan Pancasila dan UUD '45 secara konsekuen, namun dalam realitasnya Rezim Orba sama (bahkan mungkin lebih) otoriter daripada rezim sebelumnya.

Bagaimana Demokrasi Pancasila ala Orba dikatakan demokratis, jika kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, direduksi melalui kebijakan (yang sama sekali tak bijak) fusi atau penyederhanaan partai politik, di mana hanya boleh ada dua partai dan satu kekuatan politik yang tak mau disebut partai? 

Bagaimana dikatakan demokratis, jika dalam setiap pemilu dan proses-proses politik berikutnya terjadi penganak-emasan salah satu kontestan sementara dua yang lain hanya "boleh hidup" tapi tidak boleh besar?

Belum lagi parlemen, bukan hanya diisi oleh wakil-wakil rakyat dari "pemilu rekayasa", melainkan juga "dijatah" untuk fraksi yang merepresentasikan pula dari kekuatan rezim dengan jumlah kursi siginifikan.

Bagaimana dikatakan demokratis, jika pers hanya boleh memberitakan "nyanyian merdu pembangunan", sementara nada sumbang pasti akan berhadapan dengan pembredelan? Belum lagi adanya penculikan dan pembunuhan aktifis buruh, aktifis pro demokrasi, penghilangan nyawa, berbagai kasus pelanggaran HAM di sana sini, dari waktu ke waktu sepanjang 32 tahun Orba berkuasa.

Kasus DOM Aceh, DOM Papua, Kasus Tanjung Priok terhadap umat Islam, Talang Sari, Petrus, Kasus Marsinah, Wiji Thukul, Wartawan Udin, dan masih akan sangat panjang daftarnya jika anda mau.  Berdasarkan investigasi serius, sebagian bahkan sudah menjadi laporan resmi Komnas HAM kendati tak kunjung ada penyelesaian hukum yang jelas.

Pada praktiknya, Demokrasi Pancasila ala Orde Baru tak lebih sebagai demokrasi semu, setali mata uang dengan penguasa sebelumnya.

Lalu, di mana relevansinya statemen: "di Orde Baru kita peroleh kebebasan," seperti yang dikatakan tokoh mahasiswa pada awal tulisan?

Sepertinya, koordinator gerakan mahasiswa kekinian itu, memang telah memenuhi berbagai kriteria seorang aktifis sebagaimana yang telah diungkapkan yaitu punya kepedulian sosial, kritis, dan pemberani dalam menyuarakan aspirasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun