Lalu di mana "kebebasan" yang katanya kita peroleh dari Orde Lama seperti yang dikatakan tokoh mahasiswa kekinian pada awal tulisan?
Di sisi lain, dengan bekal intelektualitas yang sama, mahasiswa angkatan '98 juga sukses meruntuhkan panggung Orde Baru yang berdiri kokoh begitu lama.Â
Sekalipun didoktrinkan sebagai upaya untuk memurnikan pelaksanaan Pancasila dan UUD '45 secara konsekuen, namun dalam realitasnya Rezim Orba sama (bahkan mungkin lebih) otoriter daripada rezim sebelumnya.
Bagaimana Demokrasi Pancasila ala Orba dikatakan demokratis, jika kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, direduksi melalui kebijakan (yang sama sekali tak bijak) fusi atau penyederhanaan partai politik, di mana hanya boleh ada dua partai dan satu kekuatan politik yang tak mau disebut partai?Â
Bagaimana dikatakan demokratis, jika dalam setiap pemilu dan proses-proses politik berikutnya terjadi penganak-emasan salah satu kontestan sementara dua yang lain hanya "boleh hidup" tapi tidak boleh besar?
Belum lagi parlemen, bukan hanya diisi oleh wakil-wakil rakyat dari "pemilu rekayasa", melainkan juga "dijatah" untuk fraksi yang merepresentasikan pula dari kekuatan rezim dengan jumlah kursi siginifikan.
Bagaimana dikatakan demokratis, jika pers hanya boleh memberitakan "nyanyian merdu pembangunan", sementara nada sumbang pasti akan berhadapan dengan pembredelan? Belum lagi adanya penculikan dan pembunuhan aktifis buruh, aktifis pro demokrasi, penghilangan nyawa, berbagai kasus pelanggaran HAM di sana sini, dari waktu ke waktu sepanjang 32 tahun Orba berkuasa.
Kasus DOM Aceh, DOM Papua, Kasus Tanjung Priok terhadap umat Islam, Talang Sari, Petrus, Kasus Marsinah, Wiji Thukul, Wartawan Udin, dan masih akan sangat panjang daftarnya jika anda mau. Â Berdasarkan investigasi serius, sebagian bahkan sudah menjadi laporan resmi Komnas HAM kendati tak kunjung ada penyelesaian hukum yang jelas.
Pada praktiknya, Demokrasi Pancasila ala Orde Baru tak lebih sebagai demokrasi semu, setali mata uang dengan penguasa sebelumnya.
Lalu, di mana relevansinya statemen: "di Orde Baru kita peroleh kebebasan," seperti yang dikatakan tokoh mahasiswa pada awal tulisan?
Sepertinya, koordinator gerakan mahasiswa kekinian itu, memang telah memenuhi berbagai kriteria seorang aktifis sebagaimana yang telah diungkapkan yaitu punya kepedulian sosial, kritis, dan pemberani dalam menyuarakan aspirasi.Â