"Sekarang banyak yang cari tanaman janda bolong dan Aglolaonema bang. Ya lumayan rezeki, " tutur Dul sambil tertawa.
Soal untung, dia malu-malu menyebutnya. Dul hanya bilang: "Ya lumayan untuk nyambung hidup." Lalu dia tertawa lepas. Senyum bahagia dilepasnya menyeruak di antara tanaman-tanaman yang dijualnya.
Dia mengaku, selama pandemi Covid-19 ini permintaan tanaman lumayan bisa memberi sedikit tambahan rezeki. Sayangnya, sekali lagi Dul memilih GTM alias gerakan tutup mulut ketika ditanya tambahan penghasilannya itu.
Yang pasti, ia bahagia dengan hidupnya kini. Dia berada di pusaran mereka yang harus berjuang hidup di tengah ganasnya belantara hidup ini. Dan Dul salah satu pemenang kehidupan bersama tanaman dan bunga warna-warninya. Ia mencoba mewarnai hidup ini dengan semerbak bunga-bunganya yang indah.
Jujur dalam hati yang paling dalam ini saya iri dengan Dul. Ia di usia yang masih belia sudah berani bertarung di badai kehidupan ini.
Akhirnya kami pun berpisah karena matahari sudah membumbung tinggi. Saya pun pamit. Ia kembali menebar senyum seperti tanaman dan bunga-bunganya yang menyinggung senyuman.
"Sering mampir ke gubuk saya bang, " tutur Dul. Saya mengangguk. Motor tua saya nyalakan. Suaranya kembali menderu.
Kami berpisah tetapi sosok perjuangan tanpa henti telah membekas dalam benak saya dan itu saya dapatkan dari orang kecil seperti Dul. Terima kasih sobat. Katakan kepada bunga bahwa aku ada. Dan, era pandemi seperti sekarang ini banyak orang yang rajin menyatakan cinta dengan bunga. Mari menanam di masa pandemi. Ya hitung-hitung persiapan sebelum pensiun ketimbang bengong tidak karuan.
Sekali kali katakan dengan bunga!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H