Gusur-menggusur menjadi momok bagi warga yang tinggal di permukiman perkotaan termasuk Jakarta. Masuk akal memang. Demi sebuah kata: pembangunan atau apapun, banyak permukiman yang akhirnya tergusur. Parahnya lagi dan bikin sakit hati jika hasil penggusuran itu berwujud mal atau lokasi bisnis yang aduhai.
Hingga kini, di saat Jakarta dipimpin gubernur dan wakil gubernur baru, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, belum muncul langkah penggusuran. Air mata warga yang tergusur sama sekali belum mengalir deras. Terakhir bahkan, Anies dan Sandi ingin membangun kembali kawasan Perkampungan Aquarium di Utara Jakarta. Angin sorga tengah berhembus ke sana agaknya.
Namun di balik itu ternyata permukiman warga di Ibu Kota Jakarta tidak hanya berlaku di masa gubernur siapapun di kota ini tetapi juga sudah berlangsung ketika Jakarta masih bernama Batavia.
Tidak cuma Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen (JP) Coen yang gemar menggusur tetapi juga pernah dilakoni oleh Gubernur Jenderal Inggris di Kota Batavia, Sir Stamford Raffles (1811-1816). Ketika itu, Raffles yang bernama lengkap Thomas Stamford Raffles itu ingin membuat permukiman elite di Kota Batavia.
Salah satu satu daerah yang diincar adalah lahan yang berada di sekitar Rijswijk(kini Jalan Veteran Jakarta Pusat). Raffles berangan-angan menjadikan kawasan Rijswijk menjadi kawasan elite di Kota Batavia.
Seperti halnya Gubernur Jenderal Daendels yang mengembangkan kawasan Kota Atas (Weltevreden) yang berpusat di wisma peristirahatan gubernur jenderal sebagai titik sentral yang nantinya juga mencakup wilayah Lapangan Banteng (Waterlooplein) dan Lapangan Monas (Koningsplein). Gubernur Jenderal Inggris, Raffles pun mempunyai mimpi serupa.
Raffles mengincar kawasan Rijswijkyang dalam pandangannya dapat dijadikan sebagai sebuah kawasan permukiman elite. Ya kalau sekarang mungkin mirip daerah Pondok Indah di Jakarta Selatan atau daerah Menteng, Jakarta Pusat.
Kawasan Rijswijk akan disulap menjadi bagian kota yang terhormat dan dikhususkan untuk orang-orang Eropa saja. Orang pribumi dilarang memasuki kawasan elite itu.
Tanpa Ganti Rugi
Untuk mewujudkan ambisinya itu, Raffles harus berhadapan dengan puluhan pemilik rumah pribumi dan orang-orang Tionghoa yang sudah lebih dulu menetap dan mendirikan bangunan rumah tinggal di kawasan Rijswijk (kini Jalan Veteran Jakarta Pusat). Penghuni di daerah itu tetap ngotot tidak mau digusur hanya karena ambisi pribadi sang gubernur jenderal. Dengan pelbagai cara termasuk dengan kekerasan, akhirnya Raffles berhasil menguasai rumah-rumah di kawasanRijswijk tanpa keluar sepeser pun uang.
Yang tersisa tinggal duka di hati para pemilik dan penghuni rumah di daerah Rijswijk. Mereka digusur tanpa ganti rugi sama sekali. Hak mereka dirampas. Kondisi itu mirip seperti ketika militer merampas rumah-rumah elite di daerah Menteng, Jakarta Pusat ketika meletus peristiwa G-30-S-PKI.
Kembali ke Gubernur Jenderal Raffles. Dengan menguasai kawasan Rijswijk, orang Inggris yang satu ini memulai melakukan penataan. Dia menata gedung tertua di Rijswijk yang dibangun pada 1749. Tepatnya gedung tertua itu berada di gedung Bina Graha sekarang berdiri. Di gedung ini ternyata Gubernur Jenderal Raffles sempat tinggal beberapa lama. Pada 1840 gedung itu dirombak dan dijadikan hotel termewah di zamannya dengan nama "Palace Royale". Menyusul kemudian sebuah hotel lain yang tidak kalah mewahnya yakni Hotel der Nederlanden.
Raffles juga menata jalan-jalan di kawasan Rijswijk. Salah satunya adalah Jalan Majapahit yang dulu bernama Rijswijkstraat. Jauh sebelumnya nama jalan itu adalah "Jalan Menuju ke Tanah Abang". Di Jalan Majapahit semasa pemerintahan Inggris (1811-1816) banyak dibangun rumah-rumah untuk opsir Inggris yang bertugas di Batavia.
Entah bagaimana ceritanya, dalam perkembangannya di jalan ini juga berdiri pusat-pusat perbelanjaan bagi orang-orang Belanda. Toko pertama di kawasan ini bernama "Oger en Leroix". Lokasinya persis di sudut Jalan Majapahit dan daerah "Jaga Monyet" (kini kawasan Harmoni, Jakarta Pusat).
Ternyata gusur-menggusur sudah ada sejak dulu. Akankah di masa Anies-Sandi tidak bakal ada penggusuran? Hanya waktu yang bicara! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H