Mohon tunggu...
norma lailatul
norma lailatul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

-

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Vonis Ringan, Korupsi Besar Harvey Moeis

8 Januari 2025   20:39 Diperbarui: 8 Januari 2025   20:38 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Vonis yang dinilai ringan ini memberikan citra buruk bagi penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia. Ini bisa menjadi sinyal bahwa kejahatan kerah putih dengan nilai kerugian negara yang fantastis masih bisa "dinegosiasikan" hukumannya. Dampaknya, efek jera yang diharapkan dari proses hukum menjadi tidak tercapai.

Masyarakat berharap ada upaya hukum lanjutan, baik melalui banding maupun kasasi, untuk memastikan keadilan tetap ditegakkan. Kasus ini harus menjadi kesempatan untuk mengevaluasi sistem peradilan tindak pidana korupsi, terutama dalam penanganan kasus-kasus besar yang melibatkan sumber daya alam.

Tanpa reformasi sistem peradilan yang menyeluruh dan penguatan keterbukaan penegak hukum, kita akan terus menyaksikan putusan-putusan yang tidak memuaskan rasa keadilan masyarakat. Sudah saatnya Indonesia memiliki sistem anti-korupsi yang benar-benar memberikan efek jera, bukan sekadar formalitas hukum yang dapat dinegosiasikan.

Kasus korupsi yang melibatkan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Harvey Moeis, telah menjadi sorotan publik karena melibatkan komoditas strategis Indonesia. Skandal ini terungkap setelah audit dan investigasi terhadap aktivitas PT Timah Tbk periode 2018-2019, dengan modus operandi meliputi penggelembungan harga dalam pembelian timah, manipulasi dokumen ekspor, dan penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin ekspor.

Kasus ini melibatkan jaringan kompleks yang terdiri dari Harvey Moeis sebagai aktor utama, pejabat PT Timah Tbk, perusahaan pemasok timah, oknum pejabat instansi terkait, dan perusahaan trading timah internasional. Dampak dari korupsi ini sangat signifikan, mencakup kerugian negara triliunan rupiah dan kerusakan lingkungan yang masif di wilayah pertambangan.

Pengadilan menjatuhkan vonis 6 tahun penjara dan denda Rp 210 miliar kepada Harvey Moeis. Namun, putusan ini menuai kontroversi karena dianggap terlalu ringan dibandingkan dengan kerugian negara yang ditimbulkan, yang mencapai 300 triliun rupiah. Kasus ini menunjukkan kelemahan dalam sistem pengawasan sektor pertambangan Indonesia dan evolusi praktik korupsi yang semakin kompleks dengan jaringan internasional.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, sebagai penghasil timah terbesar Indonesia, justru mengalami dampak negatif berupa kerusakan lingkungan masif dan kesenjangan sosial. Lubang-lubang bekas tambang yang ditinggalkan menciptakan bahaya bagi warga dan merusak ekosistem lokal.

Putusan pengadilan yang relatif ringan memicu gelombang kekecewaan masyarakat, tercermin dari munculnya tagar #KorupsiTimah dan #KeadilanSemu di media sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi ringannya vonis antara lain kompleksitas kasus, praktik plea bargaining informal, kuatnya pengaruh lobi, dan keterbatasan kapasitas penegak hukum.

Kasus ini menjadi momentum penting untuk melakukan pembenahan total dalam tata kelola pertambangan nasional. Indonesia membutuhkan reformasi sistemik dalam pengelolaan sumber daya alam, termasuk peningkatan transparansi, penguatan sistem pengawasan, dan partisipasi masyarakat yang lebih luas. Teknologi seperti blockchain dan sistem tracking digital dapat dimanfaatkan untuk mencegah manipulasi data produksi dan ekspor di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun