Mohon tunggu...
Nor holis
Nor holis Mohon Tunggu... Guru - isu publik, isu hati, isu-isu lainnya

BERGERAK UNTU BERMANFAAT DAN DIAM UNTUK BERMANFAAT

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ilmulah Dulu Baru Menikah

2 Januari 2021   11:52 Diperbarui: 2 Januari 2021   11:55 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

menghadiri malam puncak yang dihadiri oleh tokoh-tokoh NU dari jakarta pusat dengan tema “Islam Rahmatal Lil Alamin”. Aku menyaksikan dengan seksama dan terkadang aku berfikir “bisakah aku seperti kiai itu berbicara didepan orang banyak dengan tenangnya tanpa ada rasa ragu dan grogi, penyampaian yang sangat lugas. Dimana didalamnya berisi tentang bahwasannya islam itu adalah rahmat bagi seluruh alam dan rahmah yang akan di dapatkan siapapun termasuk hewani, nabati dan manusia pada umumnya tanpa ada batasan-batasan tertentu, termasuk agama tidak pernah membatasi atas terealisasinya rahmah bagi sesama. Sedangkan untuk peristiwa yang dewasa ini sering terjadi didalam maupun luar negeri itu dikarenakan kurang fahamnya akan fitrah dari agama itu sendiri sedangkan yang faham akan agama kurang sadarnya dalam pengamalan beragama secara kaffah sehingga adanya rahmatan lil alamin tidak terciptah secara kaffah pula. Begitulah mubaligh tersebut menjelaskan panjang lebar. Waktu sudah larut malam pengajian dan acara malam puncak pun sudah berakhir, aku perhatikan setiap santri yang pulang berduyun duyun menuju asrama masing-masing. Semuanya tanpa lelah dengan bola mata agak menyipit terlihat rasa kantuk yang amat sangat. Suara sendal sudah terlalu ramai menghiasi telinga yang sudah gak suka kebisingan karena sudah malam, karena waktunya tidur.
Jam 08:15 sudah tiba waktu pulang, habis sowan kekiai habis berjamaah subuh, semua tampak bahagia dengan keceriaan barunya, semua santri bersalaman, pelukan saling lempar senyum satu sama yang lain sebagai tanda perpisahan. pun, aku dengan para sahabat-sahabatku.
“zain,, saya pulang duluan ya, Assalamualaikum. Mereka pamit, pulang sambil lambaikan tangan dan beradu senyuman satu sama lainnya. Juga kepadaku yang masih menunggu suasana agak sepi.

Aku menunggu jemputan kakakku pulang,  pesantren mulai sepi tidak ada tanda-tanda kehidupan seramai sebelumnya, hanya tinggal bekas bayangan diberbagai sudut tempat sebagai tumpukan masalulu yang terukir jadi kenangan bersama. Tidak ada suara sandal dari kaki santri yang telanjang, tidak ada suara ketawa, tidak ada suara lantunan ayat-ayat tuhan, tidak ada suara nazdoman yang dibaca bait perbait hingga menjadi ber bet-bet dengan lirik irama yang berbeda beda sebagai penghilang bosan harian, hanya para pengurus yang bercengkrama entah apa yang dibahas aku gak tau dan gak mau tau, bukan urusanku.
Sudah jam 10;00, aku pulang. Salaman ke para pengurus sambil minta doa supaya selama liburan tetap disiplin dan memberikan manfaat buat orang banyak. Lalu, dipintu gerbang aku menyetop anggkot menuju rumah.
Angkotpun berhenti tepat di depanku setelah aku memberi aba-aba. “Jalan sudirman bang” ujarku. Kernit angkot yang kepanasan terus nguceh memanggil penumpang jurusannya, kayak nyi roro kidul yang terus memuja-muja memanggil pengikutnya, sambil mengusapkan handuk kecil lusuh yang dikalungkan dilehernya sebagai penghilang keringat.
Dari cendela kaca mobil angkot nampak perempuan menggedong tas sedang lambaikan tangannya pula memberhentikan mobil angkot kami, dia naik aku tak menghiraukan meskipun dia duduk di depanku agak jauh karena diangkot itu Cuma berisi beberapa orang dan  tempat duduk sebelah kiri Cuma aku dengan orang tua yang membawa barang barang dagangam dari pasar terdekat.
Nampak perempuan setengah tua memberhentikan pula, lalu naik duduk disamping perempuan itu hingga dia tepat berada didepanku duduk agak berdempetan, sambil menunduk.
Aku liat mukanya, kayaknya aku kenal, entah pernah ketemu dimana, soalnya gak asing

bagiku, diapun begitu menatap seakan kenal pula. Aku tarik kemasalalu, masalalu yang pernah tersimpan jadi tumpukan sampah memori. Ternyata aku baru ingat bahwa perempuan itu adalah anak pesantren yang aku kagumi itu, sejak itulah aku salah tingkah tatapan mulai aku perjuangkan untuk kupalingkan tapi ternyata hasrat lebih kuat, tak dapat di elakkan senyumpun mulai menselancarkan hubungan untuk saling kenal lebih jauh walau sebatas mencuri dari keramaian penumpang lainnya.
1 jam kemudian angkot berhenti tepat lurus dari rumahku jarak 200 meter agak masuk kedalam dari jalan. Tiba-tiba perempuan itu memberikan sehelai kertas sambil melempar senyum tipis dibibirnya, akupun membalasnya sambil turun dari angkot dan ngasih ongkos angkot. Aku berdiri menunggu mobil angkot tersebut berangkat menjauh dari hadapanku secara perlahan, membuntuti kepergiannya dari belakang bersama angkot tersebut entah tujuannya kemana, pun rumahnya.

Keadaan hati sudah mulai berubah tak seperti biasanya, fikiran timbul tanda tanya,  bercampur bahagia, entah apa isi surat itu, aku keburu pulang kerumah dan bersamalaman sama keluarga lalu masuk kamar gak sabar pengen tau isinya apa.
Wassalamualaikum
Entah apa maksud tuhan tentang semua ini saya tidak mengerti, pertemuan tanpa rencana, hadirnya rasa tanpa dipaksa walau tanpa rupa dan warna sebagai alasan tuk bahagia.
Tapi maaf ingin saya ucapkan, dikau lebih faham tentang jodoh bahwa itu sudah tertulis dalam lembaran tuhan, saya mengerti akan semua perasaan yang tertumpah tak sengaja, karena sayapun sama, tertumpah dalam goresan buku harian yang mungkin hanya akan jadi tulisan kemudian terbuang jadi sampah atau terlahir sebagai kenangan kemudian kenyataan.
Untuk saat ini kita punya kesibukan dan tujuan yang sama jadi kalau boleh, selesaikan dulu apa

yang menjadi hasratmu sebagai harapan kebahagiaan keluarga, dan saya pun begitu. Yakini saja kalau saya sudah Allah jamin untukmu, sudah pasti kita bersama terima kasih.
Salwa
Hanya bisa terdiam seribu  bahasa setelah membaca surat yang melahirkan semakin besar rasa untuk memilikinya tapi aku sadar bahwa wanita ini berkomitmen kuat pada “apa yang sudah dijamin oleh Allah akan tetap menjadi milikmu dan yang masih belum di jamin oleh Allah belum tentu menjadi milikmu” kalimat ini pernah aku dapat dari keterangan guruku waktu ngaji al Hikam waktu itu.
Tapi gak apalah mungkin inilah akhir dari ceritaku, dengan menyerahkan pada takdir dan memfokuskan pada apa yang menjadi cita-cita ku dulu, Bismillah semoga berhasil Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun