Mohon tunggu...
Norberth Javario
Norberth Javario Mohon Tunggu... Konsultan - Penjaga Perbatasan

Menulis semata demi Menata Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menanti Gumaman Ala Wenger

27 Maret 2024   10:51 Diperbarui: 27 Maret 2024   11:06 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar dari aplikasi Vision+

"Siapa mereka?"

"Dari mana mereka berasal?"

Pertanyaan kepada diri sendiri ini digumamkan Arsene Wenger, juru taktik Arsenal kala timnya menghadapi Barcelona pada suatu malam agung, 1 April 2010. Ya, di bawah cerahnya lampu-lampu modern dalam kemegahan Arsenal Stadium-London, pria asal Prancis itu dibuat terperangah dan terheran-heran, Ia sungguh tak habis pikir, di depan matanya sendiri, anak-anak asuhannya dibuat bak sekelompok murid TK yang baru belajar main bola di hadapan Carles Puyol dkk.

Sampai menit ke-15, pemain Arsenal hanya sibuk di daerah sendiri, berlari ke sana kemari guna menutup pergerakan Lionel Messi dkk. Begitu mereka mendapat bola, detik itu juga sekonyong-konyong barisan pemain lawan mengurung sedemikian rupa lalu ajaib, bola pun direbut kembali. Enteng sekali.

Gumaman pertanyaan Wenger tadi dilontarkan di menit ke-15, pada saat para pemainnya nyaris tak pernah menyentuh bola! Padahal ini adalah perempat final Liga Champion Eropa edisi 2009/2010, turnamen sepak bola antarklub paling bergengsi seantero Eropa. Pertandingan itu sendiri berakhir seri 2-2 di mana tuan rumah Arsenal sempat ketinggalan 2 gol.

***

Kurang lebih 14 tahun berselang, situasi nyaris identik tercipta di Stadion My DInh, Hanoi, manakala timnas Indonesia bertarung menghadapi Vietnam dalam leg 2 babak kualifikasi Piala Dunia 2026 Grup F sekaligus Piala Asia 2027. Para petinggi federasi bola kaki Vietnam dibuat geleng-geleng kepala dan menaruh tanda tanya besar di kepala mereka. Dalam nyamannya kursi VIP, para bos besar itu -- dan juga penggila bola Vietnam -- tak habis pikir, tim kesayangan mereka sudah ketinggalan 2 gol dalam 24 menit awal! Bukan itu saja, secara umum timnya juga diredam begitu rupa oleh permainan taktis musuh sehingga membuat suasana seperti menyebalkan.

"Siapa mereka?"

"Dari mana mereka berasal?"

Begitulah kira-kira gumaman pertanyaan yang dilontarkan mereka kala melihat dua pria dengan tampilan fisik bukan Asia berturut-turut membobol gawang tim kesayangan mereka. Dalam sebuah sepak pojok menit ke-9, Jay Idzes yang jangkung itu menanduk bola dengan bebasnya guna memberi pukulan pertama pada publik tuan rumah. Sulit untuk menjelaskan bagaimana bisa dua bek Vietnam yang berdiri paling dekat dengan Idzes terlihat seperti bingung mengantisipasi kiriman sepak pojok Thom Haye, sama sulitnya dengan mengucapkan nama keduanya di lidah orang kita.

Pukulan kedua datang dari Ragnar Oratmangoen. Aksi individunya di menit ke-24 membuat situasi bagi tuan rumah makin berat. Bos-bos di kursi VIP tak lagi antusias menatap lapangan, sebagian malah sibuk dengan gawai di tangan. Kendali sepenuhnya di tangan Indonesia, sedangkan si pencetak gol bakalan susah tidur dikarenakan ini merupakan debutnya untuk timnas Indonesia. Sungguh suatu perkenalan maha sempurna.

Timnas Indonesia memang bukan Barcelona, tetapi dua gol kejut awal dari dua orang hasil naturalisasi tak pelak memicu pertanyaan serupa Arsene Wenger. Jelas bahwa "wajah baru" pasukan garuda membuat pertanyaan "milik" Tuan Wenger terasa relevan, tentu saja bagi Vietnam. Hasil positif malam ini semakin menegaskan kekuatan Indonesia, dan bagaimana Vietnam - juga tim ASEAN lain -- memandang kita seperti apa. Dengan kombinasi pelatih Shin Tae-yong dan pemain setengah Eropa, seharusnya kita sudah jadi momok menakutkan buat tetangga terdekat sekaligus musuh bebuyutan dalam sepak bola ini, bukan?

Perlahan-lahan, sepak bola menemukan kegembiraannya dalam permainan sekaligus memberi kegembiraan buat kita sebagai penonton. Perlahan namun pasti kita dibawa ke dalam situasi di mana menonton timnas bukan lagi seperti masuk ke tenda dukacita tetapi sebaliknya membuat kita optimis untuk menatap laga-laga selanjutnya, tak peduli siapa pun lawannya. Seperti pasukan abad pertengahan siap perang, saat ini kita dilengkapi baju zirah dan pedang tajam demi menghabisi para musuh.

Dari tabel klasemen, terbaca kita masih punya dua pertandingan lagi yakni melawan Irak dan Filipina. Kita tak perlu malu-malu untuk mengatakan bakal lolos ke babak kualifikasi selanjutnya sebab tiket itu sudah di tangan. Memang bola bulat dan masa depan tak ada yang tahu, tetapi kita sedang dalam tren positif. Ingatlah ini bukan meramal arah guliran bola karet di meja bola guling yang tak bisa diprediksi tetapi kita punya parameter-parameter yang membuat hasil akhir bisa terbaca dengan jauh lebih akurat. Ya, dengan mental dan karakter seperti sekarang ini, kemenangan atas Filipina bukanlah sekedar ilusi. Tengoklah pertandingan lain di mana Filipina yang dibantai Irak 5-0. Sungguh sangat semena-mena.

Tanpa sadar, kemenangan besar Irak semakin memuluskan jalan kita menuju kelolosan. Pada dua pertandingan sisa di bulan Juni nanti, kita akan mengejutkan jagat sepak bola lagi sehingga akan muncul lagi Wenger-wenger baru dengan pertanyaan serupa.

"Siapa mereka?"

"Dari mana mereka berasal?"

Tetapi untuk sementara, hari ini, dengan kemenangan telak tiga gol tanpa balas atas Vietnam, mari bersulang lalu ucapkan selamat buat timnas. Bravo!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun