Oh baiklah. Jika demikian kami akan cari sarapan dulu. Karena memang belum sempat sarapan. Perjalanan Jakarta-Tangerang via jalan bebas hambatan cuma satu jam.
Tadi memang kami belum sempat lapar. Sekarang baru terasa. Kami putuskan cari sarapan di luar dan sejauh mungkin dari pasar. Bau dan becek pasar akan sangat mengganggu selera makan pastinya.
Setelah kenyang sarapan roti cane dan martabak telor Aceh kami bertanya lagi, kebetulan pada seorang bapak penjual somay,
"Pak..betul ini jalan ke Kelenteng?" sambil kembali menunjuk arah ke Pasar Lama.
"iya Bu...ini lurus terus aja.."
Kembali sambil mengerenyitkan hidung kami masuk ke dalam pasar. Berjalan terus hingga bersirobok dengan sebuah Kelenteng, dengan nama Bun Tek Bio.
Hari masih pagi tetapi sudah banyak orang bersembahyang di Bun Tek Bio. Seperti Kelenteng dimanapun, Bun Tek Bio juga ramah kepada setiap pengunjung, walaupun kami tidak ikut melakukan seremonial sembahyangan.
Tidak ada pandangan galak, tidak ada hardikan karena kami salah masuk misalnya. Tidak ada larangan jika kami mau foto. Selalu dijawab dengan ramah ketika bertanya. Menggambarkan tempat ibadah yang menetramkan hati seperti juga ajarannya yang cinta damai.
Setelah puas dengan kelenteng. Lagi, mata tertumbuk papan bertuliskan Toko Obat Tradisional Hok Ho Tong dari depan kelenteng. Iseng, kami hampiri, sempat juga salah sasaran, kembali bertanya, setelah dijawab, "Sebelah sana Bu....itu ada plangnya...".
Ya ampuuuuun, padahal gede loh plangnya! Sembari ngobrol-ngobrol dengan om yang punya toko, tanya-tanya, akhirnya kami tinggalkan toko setelah menghabiskan beberapa ratus ribu untuk belanja obat tradisional.
Sambil menyusuri jalanan pasar yang becek dan bau kami kembali ke Museum Benteng Heritage. Sudah buka! Ternyata kami pengunjung pertama di hari Mingggu itu.