Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyikapi EUDR dalam Perdagangan Karet, "Warm Strategy" dan Green Economy Indonesia

29 September 2024   13:28 Diperbarui: 29 September 2024   13:30 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Natural rubber dalam green economy menjadi salah satu dari 4 komoditas utama global yang dihasilkan dari pohon dan dijalankan oleh petani karet, baik secara individu maupun berkelompok. Industri ini di Indonesia bahkan dinilai mampu menopang kehidupan 40 juta jiwa dari 300 US$/tahun. Setidaknya karet alam, bisa menjadi pengganti bahan sintetis, bahan bakar fosil dan mitigasi perubahan iklim.

Hanya saja tantangannya adalah: 1) keterlibatan petani dalam rantai pasok. Hal ini sangat relate dengan asal usul lahan, apakah deforestasi atau non deforestasi. Ini menjadi entry point utama. Berikutnya memastikan skema kelompok dalam proses produksi, pengumpulan pengolahan hingga menjadi karet remah dan kualifikasi hingga kualitas. 2) pendampingan intensif pada pola pertanian karet. Seperti yang diungkapkan oleh Edo, salah satu fasilitator community partnerships PT Lestari Asri Jaya (LAJ) yang melakukan pendampiangan kepada Kelompok Tani Hutan (KTH) di Jambi. Menurut Edo, pendampingan intensif menjadi kunci dalam mengedukasi petani KTH. 'Sebagian besar petani, harus diajak untuk memastikan bagaimana pola budidaya, perawatan, produksi, panen hingga pasca panen sesuai standarisasi EUDR. Hal ini tak terbatas pada soal deforestasi, namun kebutuhan pasar global terhadap kualitas karet alam. Sehingga pendampingan adalah kunci sampai mereka benar2 bisa dipastikan dalam kerelibatan penuh dalam proses ini' (Jambi, 29 September 2024). 3) memastikan mekanisme kelompok untuk pemenuhan kebijakan sesuai dengan Standar Indonesia Rubber (SIR) dengan capaian high grade. Bukan tanpa tantangan, pengurusan mekanisme kelompok, dokumen kebijakan bahkan pola komunikasi seringkali menjadi hambatan pemenuhan high grade. Hal ini dialami oleh Vidyanto, salah satu fasilitator KTH di wilayah Kalimantan Timur di PT Multi Kusuma Cemerlang (MKC). 'Komunikasi intensif menjadi kunci penting di sini, dan tentu tak mudah ditambah akses jalan, transportasi dan komunikasi yang masih kurang. Banyak petani yg masih bertahan menanam karet ini adalah bagian dari soal nilai kultur yang kemudian berkembang menjadi standard mengikuti global market.' (Kaltim, 29 September 2024).  4) tools untuk pengembangan ke arah treacability pada karet ini yang harus segera dikejar guna kelancaran supply chain pada karet. 5) sistem lelang di Indonesia dalam perdagangan karet masih sangat konvensional yang berlaku secara spasial dan rantai pasok yang panjang sehingga menylitkan pelacakan secara sistematis.

Ketiga faktor ini, menjadi persiapan penting, dengan peluang global market EUDR diantaranya:

  • 47% dari total konsumsi karet global bersumber dari natural rubber. Pada 2024 karet masih menjadi peluang dan momentum bagi industry dengan adanya kebijakan EUDR dengan berbagai jenis ekspor seperti: 1) karet remah; hasil pengolahan dari getah/lateks dan bahan karet secara mekanis dengan atau tanpa penggunaan bahan kimia, 2) karet alam; dengan spesifikasi teknis (technically Specified Rubber-TSR) dan pemenuhan terhadap Standar Indonesia Rubber (SIR), seperti SIR 3CV, SIR3L, dan SIR 3V untuk high grade. SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 untuk low grade sesuai dengan kualitas dan kuantifikasi yang dimiliki.
  • Perusahaan global, seperti Michelin saat ini mulai menjaga pasokan secara konsisten dengan terus melakukan upaya transisi 100% ke karet alam pada tahun 2050 denganprioritas pengurangan emisi melalui efisiensi produksi dan pengiriman (Thierry Serres, https://forestsnews.cifor.org/, 2022).
  • Karet alam dalam posisi global market sejak 2022, telah digunakan lebih dari 40.000 produk global dan akan lebih banyak lagi di masa mendatang. Ben Vickers (Green Climate Fund), industri karet diperkirakan tumbuh hingga 2,7% per tahun dan relatif tidak ada tanda penurunan. Sector swasta penting dalam posisi ini menjaga pasokan.
  • Peluang kerangka kebijakan holistic baik EUDR, SIR, hingga kebijakan berbasis kualitas system karet tingkat Asia oleh ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality in Rubber Based Systems yang dipusatkan pada petani kecil baik secara kelompok maupun individu dalam praktik bisnis tentunya akan signifikan jika dilakukan akselerasi dalam integrase kebijakan, mulai dari: pembentukan jaringan, strategi, membantu pemantauan dan laporan, membangun pola interkoneksi dengan petani kecil, pemerintah hingga sektor swasta yang lebih besar.

Hubungan antara green economy dengan kondisi pasar global karet yang mulai mendoronng EUDR, tentu bias disambut dengan semangat positif. Warm strategy dalam market menjadi salah satu alternatif dalam pengembangan pasar karet.

Warm strategy ini meliputi; 1) memperbesar peluang motivasi pasar dengan penguatan pendampingan, informasi dan knowledge serta peningkatan skill pada petani agar lebih produktif, 2) menentukan list, retargeting dan akusisi pelanggan di pasar global dengan tujuan global market utama karet seperti AS dengan nilai ekspor US$ 840,22 juta (2021), Jepang US$ 739,84 juta (2021), India US$ 270,09 juta (2021), Tiongkok US$ 259,65 juta (2021), Korea Selatan US$ 227,91 juta (2021), dan beberapa negara eropa seperti Brazil, Kanada, Rusia, Belgia hingga Turki dengan kisaran US$ 65,52 juta hingga US$ 121,05 juta pada 2021 (https://asiacommerce.id/, 2024), 3) menentukan resources, mengkalsifikasi pasar dari mini class hingga premium class, dan 4) pemberdayaan petani karet dalam produktivitas hingga edukasi kualifikasi market position.

EUDR: Apa yang Harus Kita Siapkan?

Menghadapi EUDR secara terintegrasi dari hulu hingga hilir dengan melibatkan people, planet, profit dan prosperity (4P) bagi Indonesia adalah dengan;

Pertama, traceability, baik dalam rubber process of productivity ataupun trading. Program ini dapat digunakan untuk melacak bagaimana asal-muasal karet, baik secara produktivitas hingga dalam skema perdagangan. Dan ini membutuhkan system serta mekanisme mulai dari petani yang harus diedukasi, kebijakan hingga kolaborasi antara sector pemerintah dan swasta (termasuk tengkulak kecil).

Edukasi ini dimulai dari keterlibatan petani dalam penelusuran kepemilikan lahan, sebaran tanaman, dilakukan registrasi data petani dan dilakukan audit secara berkala Teknologi block-chain atau rantai block di sini dapat digunakan untuk transparansi data.

Kedua, mengintegrasikan antara program Sustainable Natural Rubber Platform of Indonesia (SNARPI) yang telah diluncurkan oleh pemerintah Indoensia pada 2021 dengan Dashboard Komoditas Nasional Indonesia terhadap komoditas yang masuk dalam EUDR melalui Sistem Elektronik Terpadu Pendaftaran Usaha Budidaya (E-STDB). Sehingga uji kelayakan dan verifikasi, khususnya pada karet dapat dilakukan. Saat ini (https://www.kompas.id/, 2024) di Indonesia baru 971 E-STBD perkebunan karet yang diterbitkan. Padahal masih dibutuhkan 491.106 E-STBD guna pemenuhan porsi ekspor karet dan produk turunannya.  Perlu diketahui UE, adalah pasar ekspor terbesar karet ke-4 setelah Jepang, AS dan China. Dari total ekspor 1,79 juta ton pada 2023 hanya 11% atau 206.203 ton yang di ekspor ke UE.

Ketiga, Forest Stewardship Council (FSC), harus diupayakan untuk diakselerasi baik bagi sector swasta, kelompok petani karet secara mandiri. Hal ini digunakan sebagai justifikasi dalam pemenuhan standarisasi global yang bebas atas forest deforestation. Hanya saja mahalnya biaya ini juga menjadi tantangan tersendiri, terkecuali dilakukan secara kolaboratif yang menyesuaikan dengan konteks keberadaan petani dan perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun