Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Green Jobs: Sustainable Career Path Profesional Muda Di Tengah Perubahan Iklim

16 Juni 2024   14:23 Diperbarui: 16 Juni 2024   14:29 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri, Diskusi Kolaboratif Peluang Green Jobs bagi Profesional Muda, bersama PLN Regional Kalselteng, 2023

Green jobs, seringkali menjadi pembicaraan diberbagai platform media sosial, terutama bagi kawula muda. Jika kita klik melalui google search engine, 3.980.000.000 hasil dalam 0,32 detik. Artinya banyak orang yang mencari informasi dan pengetahuan mengenai green jobs.

Green jobs mulai sering terdengar sekitar tahun 2007-an sebagai respon atas perubahan iklim yang dirasakan. Bukan hanya soal dampak, tapi juga soal keberlanjutan kehidupan manusia, dan kini penerapan pola hidup yang ramah lingkungan menjadi pilihan cerdas untuk dilakukan. Hal ini diperkuat dengan komitmen Net Zero oleh United Nation dan diikuti lebih dari 70 negara, termasuk Indonesia dengan pengurangan emisi karbon sebesar 45% di tahun 2030 dan Net Zero sendiri diperkirakan pada 2050 sesuai Paris Agreement.

Tidak mudah memang untuk mencapai target ini. Ada banyak tantangan yang musti dihadapi, tak hanya kita sebagai masyarakat, pemerintah bahkan dunia usaha yang 100 diantaranya bertanggungjawanb atas 71% emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan. Belum lagi kebiasaan dan pola hidup kita terkadang kurang aware terhadap lingkungan di sekitar kita.

Cerita menarik dari dampak perubahan iklim juga terdapat dalam film 'Interstellar', yang dirilis pada 2014. Film ini merupakan garapan dari Christoper Nolan, sang sutradara terkenal dengan meraih 5 nominasi piala Oscar dan mendapatkan pujian kritikus, seperti Memento (2000), Batman Begins (2005) dan Inception (2010) (https://wolipop.detik.com/, 2022). Film ini bergenre pengetahuan fisika yang sangat kuat, dimulai dengan masa depan bumi yang sangat membahayakan keberlanjutan hidup manusia karena kurangnya sumber daya alam serta iklim yang semakin tidak stabil. Cooper (Matthew McConaughey), seorang mantan pilot NASA yang justru memilih menjadi petani di desanya bersama keluarga setelah pension. Secara kebetulan Cooper ia menemukan basis rahasia NASA, dimana oleh Dr. Brand (Michael Caine), dimana ia memiliki misi penyelamatan manusia dengan cara mencari planet baru yang dapat dihuni di masa depan.

Dari film ini, jelas tergambar bagaimana kemudian kita semua sibuk dalam mencari upaya penyelamatan diri atas kerusakan lingkungan yang terjadi. Prediksi ilmiah tentang dampak buruk perubahan iklim bukan tanpa bukti, cuaca ekstrem di Indonesia sendiri terus berlangsung dengan suhu rata-rata permukaan berkisar 25-28C atau maksimum antara 30-34C (https://www.bmkg.go.id/, 2024). Dampak berbahaya tentu saja timbul akibat dari gelombang panas, perubahan suhu dan kelembaban yang akan mengakibatkan perubahan situasi ekosistem, perubahan masa inkubasi virus, ataupun mengakibatkan temperatur yang lebih tinggi karena penguapan yang terjadi. Sehingga istilah 'boiling' menjadi sangat popular menghadapi situasi bumi yang kian memanas.

Perubahan iklim inilah yang kemudian merubah berbagai perspektif manusia dan kita dihadapkan dengan pola adaptasi yang semakin baru untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan termasuk dari sisi pilihan pekerjaan yang lebih ramah lingkungan, lebih mengedepankan keamanan bagi manusia dan ekologinya, meminimalisir kerusakan alam dan turut membantu keberlanjutan kehidupan. Paling tidak bumi masih menjadi tempat yang nyaman, aman dan tempat menetap. Meski demikian, kewaspadaan dan mungkin alternatif yang dikedepankan oleh Interstellar barangkali juga bisa menjadi pilihan dengan berbagai rekayasa ilmiah.

Lebih Dekat dengan Green Jobs

Green jobs yang didefinisikan sebagai pekerjaan yang berorientasi pada konservasi diperluas pada tahun 1930-an dengan adanya sebuah kesepakatan baru, sebagai komitmen memerangi pengangguran yang dilakukan Civilian Conservation Corps Amerika Serikat. Proyek-proyek ini, seperti penanaman pohon, perbaikan sungai, serta pembangunan jalan setapak dan perkemahan yang mencerminkan prioritas konservasi dan rekreasi luar ruangan pada awal gerakan lingkungan hidup.

Di tahun 1960-an hingga 1970-an muncullah gerakan lingkungan hidup, pemberantasan polusi dan perlindungan kesehatan manusia yang mendorong berbagai kebijakan soal lingkungan, termasuk air, udara, hutan dan keseluruhan cakupan konservasi biodiversity yang dinilai sudah snagat darurat. Hal ini juga mendorong perluasan profesi-profesi yang berkontribusi terhadap penegakan hukum lingkungan dan pengembangan kebijakan, serta berperan dalam ilmu lingkungan dan remediasi polusi.

Tahun 2007, mulailah pergerakan ini terlihat dengan munculnya istilah "pekerjaan ramah lingkungan" mengacu pada pekerjaan yang memberikan kontribusi besar terhadap pelestarian atau pemulihan lingkungan sekaligus melindungi hak dan kesejahteraan pekerja (United Nations Environment Programme-UNEP, Green Jobs Report, 2008). Tahun inilah yang kemudian diklaim sebagai tahun yang bersejarah dimana gelombang dorongan untuk green jobs lebih jelas.

Oleh UNEP, pekerjaan ramah lingkungan (green jobs) didefinisikan dengan pekerjaan yang related dengan pertanian, manufaktur, research and development (R&D), kegiatan administrasi dan pelayanan yang berkontribusi besar terhadap pelestarian dan pemulihan kualitas lingkungan. Lebih spesifik, mencakup pekerjaan yang membantu melindungi ekosistem dan keanekaragaman hayati, mengurangi konsumsi energi, material dan air melalui strategi efisiensi, melakukan de-karbonisasi perekonomian dan meminimalkan segala bentuk limbah serta polusi.

Secara konseptual yang lebih luas, lapangan kerja akan terkena dampak setidaknya dalam 4 hal utama yang mengarah pada orientasi ekonomi keberlanjutan yang lebih besar:

1) Terciptanya lapangan kerja tambahan, misalnya di bidang manufacture akan ada pengendalian polusi dengan tambahan perangkat pada alat produksi.

2) Sejumlah lapangan kerja akan tersubstitusi, seperti peralihan dari fosil ke bahan bakar energi terbarukan, termasuk penggunaan electricity hingga teknologi daur ulang sampah.

3) Pekerjaan tertentu kemungkinan akan dihilangkan, misalnya produksi barang dihentikan ataupun penyebab lain.

4) Banyak lapangan kerja yang kemudian harus memeuhi standarisasi 'greened' dengan mengedepankan day to day skills dan work method yang berpihak pada kelestarian alam.

Tantangan inilah yang kemudian dijawab oleh Monster TRAK, meluncurkan 'Green Careers' dalam rekruitmen global online pada 2007 sebagai sebuah layanan yang memungkinkan pencari kerja tingkat pemula dan berpengalaman untuk mengidentifikasi pekerjaan dan perusahaan yang ramah lingkungan. Monster TRAK melakukan survei terhadap penggunanya, dan temuannya 80% profesional muda tertarik untuk mendapatkan pekerjaan yang berdampak lingkungan secara positif, dan 92% lebih memilih bekerja di perusahaan yang memiliki concern untuk ramah lingkungan. Beberapa profesional muda memilih menggunkan kata kunci 'GreenCareers', untuk mengakses GreenBiz.com, Greenjobs.com, Treehugger.com, dan lain-lain. Ini merupakan indikasi bahwa permasalahan lingkungan hidup menjadi semakin penting dan pola perekrutan hingga keputusan dalam perekrutan karyawan new hire.

Perkembangan berikutnya di tahun 2010, dimana telah terdapat dana pemulihan ekonomi ramah lingkungan, dengan perkembangan 'green jobs' yang menunjukkan pertumbuhan yang kuat baik di Amerika Serikat maupun global. Ketika pemerintah kota, negara bagian, dan nasional memberlakukan dan memperluas rencana keberlanjutan, peluang kerja meningkat di bidang energi terbarukan dan efisiensi energi, teknologi ramah lingkungan, dan transportasi ramah lingkungan. Biro Riset Ekonomi Nasional AS, melaporkan bahwa belanja energi terbarukan menciptakan hampir 1 juta lapangan kerja di AS antara tahun 2013 dan 2017. Pertumbuhan tersebut tercermin secara global, dengan peningkatan 5,3% dalam lapangan kerja energi terbarukan di seluruh dunia antara tahun 2017 dan 2018 (https://www.nber.org/system/files/working_papers/w27321/w27321.pdf, National Bureau of Economic Research, 2020).

Apakah Green Jobs Sebuah Pilihan Sustainable Career Path Profesional Muda Di Tengah Ancaman Perubahan Iklim?

Green jobs akankah menjadi sustainable career path profesional muda? Jawabannya adalah tentu saja, jika kita bisa memanfaatkan peluang ini dengan baik. Ada sekitar 66,82 juta Gen-M, 57,49 juta Gen X dan 46,8 juta adalah Gen Z (https://databoks.katadata.co.id/, 2023). Ini menandakan jumlah profesional sangat besar, bahkan jika dikalkulasi secara potensial di Indonesia mencapai 60% dari total populasi.

Untuk mewadahi profesional muda dan juga sebagai alternatif penyediaan lapangan kerja, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), memberikan statement bahwa pilihan untuk green jobs yang menjadi lanjutan perkembangan dari 'green economy' atau 'economic circular' akan membuka sekitar 4,4 juta peluang lapangan kerja hingga 2030 mendatang. Untuk memperkuat 'green jobs', juga telah disusun 'Peta Okupasi Nasional Green Jobs; dan sebanyak 191 jenis green jobs telah teridentifikasi. Di sisi lain, Coaction Indonesia turut mencatat di tahun 2030 diperkirakan aka nada 430.000 pekerjaan yang sangat related dengan proses pembangunan pembangkit Listrik dan energi terbarukan. Tak hanya itu, hasil riset Coaction Indonesia juga menunjukkan 715 responden percaya bahwa green jobs memberikan peluang karir yang menarik bagi professional muda dan 98% responden sangat percaya bahwa dengan green jobs akan dapat memberikan lebih banyak lagi dampak positif pada lingkungan dan dimensi sosial serta tata kelola yang lebih berkelanjutan (https://www.ekuatorial.com/, 2024).

Selain Coaction Indonesia, publikasi The International Renewable Energy Agency (IRENA) yang terkait transisi energi sesuai dengan target Perjanjian Paris, juga secara khusus membahas soal 'green jobs'. IRENA menyebut, pembatasan suhu 1,5C akan menciptakan sekitar 2 juta green jobs pada tahun 2030 dan 2,5 juta green jobs pada tahun 2050, khususnya di sektor energi. ILO (2013) mencatat terdapat 3.985.866 green jobs di Indonesia. Pertanian menjadi sektor yang menciptakan green jobs terbanyak, mencapai 2.434.667 (61%). Bappenas (2021) yang menyatakan bahwa ekonomi hijau juga dinilai akan menghasilkan tambahan 1,8 juta green jobs pada tahun 2045, berikutnya tenaga teknik, pada 2050 akan ada tambahan sekitar 1,12 juta. Pada 2040 sekitar 1,1 juta, dan di tahun 2030 penambahan akan terjadi pada angka 432 ribu tenaga teknik, dengan peningkatan kapasitas total sekitar 70 megawatt pembangkit energi terbarukan (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) (https://gatrik.esdm.go.id/, 2021).

Dalam laporan lain, Global Green Skills Report LinkedIn 2022, menggarisbawahi bahwa dalam durasi 5 tahun (2016--2021) peningkatan green jobs diperkirakan naik 8% dan terjadi setahun setelah COP 21. Tantangannya adalah bagaimana kemudian mensinergikan dengan kebutuhan dalam dunia industri. Untuk kebutuhan green jobs sementara ini tiga terbesar adalah kebutuhan sustainability manager, posisi yang dibutuhkan ketika Perusahaan mulai diminta pemerintah untuk mengurangi emisinya, lalu wind turbine engineer, dan solar energy specialist. Selanjutnya baru akan mengarah pada green skills, yang timbul dari industri-industri konvensional. Contohnya, fashion, dimana setelah adanya Paris Agreement menggeser industri fashion menjadi lebih sustainable guna pengurangan polusi, limbah, atau sampah. Catatannya adalah, jika kita menargetkan emisi karbon 0% pada 2060, maka green jobs harus sudah dimulai dari sekarang, baik secara kebutuhan industri, policy bahkan dorongan pemerintah terhadap sektor industri.

Dengan jumlah professional muda yang saat ini mencapai 1,8 miliar menurut UNEP (https://sigmaearth.com/, 2023), tentunya jumlah yang sangat besar dalam pengembangan career path yang lebih sustainable di masa depan melalui green jobs.

Farid (23 tahun), salah satu pelaku green jobs di Jakarta, mengatakan bahwa green jobs layak menjadi pilihan, karena justru dapat membantu membuka peluang kerja baru yang lebih bermanfaat bagi masyarakat sekitar. 'Saya menekuni green jobs sebenarnya belum lama. Baru sekitar 1 tahun belakangan dengan menekuni waste management yang ada di sekitar saya dan hasilnya justru sangat di luar dugaan. Selain membuka lapangan kerja, memberdayakan masyarakat yang ada di sekitar dan mengedukasi mereka tentang pemanfaatan sampah dan bisa mendatangkan income bagi rumah tangga. Bahkan dengan waste management ini, saya bisa berkolaborasi dengan banyak pihak, tak hanya korporasi namun juga lembaga finansial yang mensupport dan bahkan ini menjadi inspirasi bagi anak muda lainnya untuk melakukan hal seperti saya dengan saya menjadi pembicara diberbagai event'.

Berbeda dengan Afika (22 tahun). Motivasi kerja yang pada awalnya menjadi karyawan disebuah perusahaan seketika berubah, saat mulai membantu sang ayah di kampung pulau Jawa untuk budidaya anggur. Afika kini justru memutuskan untuk ikut terjun sebagai petani muda, dan berhasil mengembangkan 'green grape' yang ia kelola dengan model mini caf di Jawa Tengah. 'Ini saya pikir lebih membahagiakan, karena saya dapat mengukur keberhasilan saya melalui model green economy sekaligus menyerap anak-anak muda di daerah untuk mencoba peluang green jobs dengan menjadi petani muda yang berbakat.' Kini berkat ketekunannya Afika, memiliki komunitas green grape sebanyak 15 anak muda di desanya.

Kedua contoh di atas tentunya menjadi contoh dari keberhasilan green jobs yang bisa dilakukan oleh professional muda. Beberapa alasan yang harus dimiliki profesional muda dalam memilih green jobs sebagai peluang karir diantaranya:

1) Pilih bidang green jobs yang sesuai dengan karakter dan skill yang dimiliki, misalnya 'ecopreneur, sustainable fashion designer, urban farmer, agricultural engineers, agricultural and food scientist, solar panel & renewable energy technician, photovoltaic solar installers, wind turbine service technician, Hydroelectric Power Plant (PLTA) staff, energy consultant, environmental scientist, sustainability staff, Research & Development (R&D), environmental engineers, forester & conservation scientist, dan lain-lain.

2) Critical Thinkers, perankan diri sebagai pemikir yang memahami apa yang sedang kita hadapi dan ciptakan Solusi inovasi untuk masa depan dari pilihan green jobs.

3) Gunakan sosial media dengan konektivitas global untuk memperluas networking, wawasan dan pengetahuan

4) Jadilah innovator (out of the box) dengan mengedepankan pembaharuan, novelty, uniqueness yang bisa menjadi bench mark bagi tempat kita bekerja.

5) Tingkatkan kesadaran dan perbaikan secara kontinyu dengan berperan diri sebagai komunikator yang baik.

6) Leadership, bangun diri dengan skill leadership melalui kemampuan memberi energi pada tim, membuat semua orang merasa dilibatkan, menciptakan tujuan bersama yang dapat dikontribusikan oleh semua orang, terbuka terhadap ide-ide baru dan bersedia berbicara untuk tim dan memotivasi tim melalui masa-masa sulit dan celebrating good times.

7) Competitive advantages, mengedepankan hal yang bisa menjadi posisi tawar dari nilai kita, dan bisa menjadi added value yang bisa mengalahkan competitor. Paling tidak yang harus dikenali oleh profesional muda ketika memilih green jobs dalam career path adalah; a) analisis kebutuhan pasar dunia kerja sesuai keahlian yang dimiliki, b) kenali kelebihan dan kekuatan yang kalian miliki, temukan, dan gunakan semaksimal mungkin untuk bisa berkontribusi dibandingkan competitor, c) Lakukan evaluasi diri untuk tetap mengasah skill, meningkatkan kualitas dan kapasitas diri, c) ikutlah berbagai training peningkatan kapasitas sebagai self-branding dan bargaining position dalam kompetisi bursa kerja green jobs.

Green jobs sebagai jenis pekerjaan yang berkelanjutan bisa menjadi career path bagi professional muda, dan saat ini sangat terbuka luas diberbagai sektor korporasi, nirlaba hingga public. Pada sektor swasta ini akan penting mengarahkan pada sustainability ditengah pemenuhan Environment, Social & Governance (ESG). Di sektor pemerintah, menguatkan sisi regulasi dan kebijakan yang berpihak pada tata kelola lingkungan dan sosial dengan pola pemanfaatan sumber daya alam yang lebih responsible. Terakhir peran organisasi nirlaba tentu saja memberikan kesempatan bagi professional muda untuk terlibat aktif dalam inisiatif konservasi dan melakukan positive campaign terhadap lingkungan secara kolaboratif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun