Hanya saja ketersediaan air di atas, tidak merata di setiap wilayah Indonesia, yang memiliki letak geografis dengan jumlah penduduk yang berbeda. Kalimantan misalnya, hanya memiliki ketersediaan air 33,60%. Pulau Jawa dengan lebih dari setengah penduduk Indonesia didalamnya, hanya memiliki ketersediaan air sebesar 4,20% setelah Bali dan Nusa Tenggara sebesar 7,70%.Â
Hal inilah yang kemudian memunculkan persoalan dimana pulau Jawa diprediksi akan mengalami kelangkaan air pada 2040 (Jurnal Oeconomicus, 2021). Jika demikian, bagaimana nantinya Indonesia mampu mencapai SDGs 6 (Clean Water & Sanitation) dan SDGs 14 (Life Below Water)? Apakah cukup dengan adaptasi perubahan iklim, kitab isa resiliensi dan menuju sustainable water? Bagaimana dengan sektor bisnis dalam memenuhi supply management (SCM) dengan prinsip sustainable water management?
SDGs dan Sustainable Water
Bicara Sustainable Development Goals (SDGs)Â merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs)Â dan berakhir pada 2015. Indonesia menjadi salah satu negara yang juga berkomitmen dalam capaian SDGs dengan tujuan mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan proteksi lingkungan dengan 17 tujuan dan 169 target untuk dicaapai di tahun 2030.Â
Dari ke 17point yang dijelaskan, SDGs 14 life below water memiliki focus tentang pelestarian dan pemanfaatan lautan, laut dan sumber daya laut secara berkelanjutan, menyangkut bagaimana menyeimbangkan dan menggunakan sumber daya air secara merata, memastikan kualitas air dan ekosistem yang beragam.
Point utama pada SDGs 14 diantaranya: 1) mencegah secara signifikan pada pencemaran laut, baik dari aktivitas darat, puing-puing laut, dan polusi nutrisi, 2) mengelola dan melindungi ekosistem laut dan pesisir secara berkelanjutan untuk menghindari kerugian, 3) memperkuat daya tahan, 4) mengambil tindakan restorasi untuk lautan yang sehat dan produktif, dan 5) meminimalkan serta mengatasi dampak pengasaman laut.
Ini artinya dampak pemanasan global (climate change) dengan kemunculan CO2 yang juga memunculkan dead zona (zona mati) yang dampaknya akan menafikan kehidupan secara global, karena berkurangnya pasokan O2 dan pengasaman pada air. Padahal hanya sekitar seperempat CO2 yang berasal dari pembakaran Batubara, migas yang menguap ke laut hingga menyebabkan pH air laut turun pada level dimana lautan nantinya akan ditinggalkan oleh ekosistemnya.
Dalam SDGs Annual Conference 2019 dengan tema "Sustainable Ocean for Improving Prosperity and Reducing Inequality", Indonesia mengalami perkembangan dalam poin Life Below Water, dimana 24 Provinsi telah menetapkan Rencana Aksi Daerah (RAD) dengan Peraturan Gubernur, 11 Universitas yang menjadi SDGs Center. Bahkan dunia pesantren juga mulai membangun diskusi secara aktif soal kemaritiman dari sisi agama. Dalam skala internasional adalah pada Desember 2018, lebih dari 24 Juta km2 perairan dibawah yurisdiksi nasional telah dicakup oleh kawasan lindung, dan peningkatan yang signifikan dari 12% pada tahun 2015. Peningkatan rata-rata keasaman selama 20-26%, bahkan stok ikan juga berkurang semenjak 1974 sebanyak 90% dan turun menjadi 66,9% di tahun 2015.
Berdasarkan data ini, maka nilai signifikansi air sebagai salah satu tujuan SDGs menjadi kunci keberhasilan yang tak bisa dielakkan dengan beragam inisiatif, mulai dari penyediaan air bersih, persoalan penduduk, bahkan kelangkaan sumber daya air yang bisa saja terjadi dan sangat erat kaitannya dengan perubahan iklim (Grit et al., 2015; Bower dkk., 2014; Rouillard dkk., 2016; Yu dkk.,2015; Yalcinta, 2015; Rathnayaka, 2016; Shomar dkk., 2014; Petroulias dkk., 2016; Kanakoudis dan Gonelas, 2014; dan Lai dkk al., 2017). Karenanya untuk menggatasi krisis air dan mendorong sustainable water dalam capaian SDGs Indonesia adalah pengelolaan air secara berkelanjutan dengan kebijakan konservasi air, efisiensi ekonomi, keadilan dan ketersediaan (Graftom et al, 2015; Rogers et al, 2002).
Hal ini sejalan dengan apa yang juga disampaikan oleh Presiden Jokowi bahwa selama 10 tahun terakhir, Indonesia telah memperkuat infrastruktur perairan dengan 42 bendungan, 1,18 juta ha jaringan irigasi dan merehabilitasi 4,3 juta ha jaringan irigasi serta membangun sistem pengendalian banjir dan perlindungan pantai sepanjang 2.156 Km (Indonesia World Water Forum, pada 18-24 Mei 2024).