Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pemilu di Tahun Naga Kayu 2575/2024: Lestari Indonesiaku?

18 Februari 2024   21:25 Diperbarui: 18 Februari 2024   22:00 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pri. Happy Chinese New Year, 2024

Citizen control of the agenda. Bersifat terbuka dalam Menyusun agenda negara. Demonstrasi dapat menjadi salah satu cara dalam menyetujui ataupun tidak dalam menyampaikan pandangan tentang sebuah kebijakan secara terbuka.

Inclusion. Setiap masyarakat, siapapun itu tanpa pengecualian berhak untuk berpartisipasi, tidak hanya dalam hal 'memilih eksekutif dan legislatif' namun juga berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat sebagai hak warga negara.

Human right. Menjunjung tinggi hak-hak dasar masyarakat sebagai warga negara, seperti hak bersuara dan berpendapat, hak mendapatkan informasi, berpartisipasi secara setara dan lainnya.

Untuk Indonesia sendiri, dari pengukuran EIU Democracy Index, Indonesia berada di kategori "Flawed Democracy" atau skor nya di 6,71 yakni urutan ke-52 secara global dari 165 negara. Beberapa kriteria nilai Indonesia sudah dianggap baik, diantaranya  fungsi pemerintah, partisipasi politik, proses pemilu dan pluralisme, kebebasan sipil, proses pemilu, pluralisme dan partisipasi politik, fungsi pemerintah, otonomi personal dan hak individu. Beberapa variabel yang masih dinilai buruk adalah soal kebebasan berkespresi dan berkeyakinan, hak berasosiasi dan berorganisasi, aturan hukum dan budaya politik, dimana berpengaruh pada politik identitas dalam hal konsensus dan kohesi politik (Lemhanas RI, 2022).

Tantangan terbesar Indoensia jika bicara soal demokrasi adalah ketika pemerintahan demokratis saat ini dilihat tidak lagi mampu memenuhi tuntutan politik dan kebutuhan ekonomi masyarakatnya. Hal ini terlihat dari beberapa hal, misalnya menurunnya jumlah pemilih, terutama generasi muda, menurunnya kepercayaan dari masyarakat dan lembaga demokrasi, meningkatnya kekaguman terhadap kepemimpinan yang cenderung otokratis, perolehan suara bagi para kandidat partai ektremis dan hilangnya suara demokratis, meningkatnya dukungan politik yang eksklusif. Sehingga terdapat polarisasi pada politik praktis dan pragmatis bahkan transaksional serta lebih banyak lagi kemunculan berbagai kelompok dengan model preferensi yang berbeda-beda. Sehingga sistem demokrasi ini akan melahirkan berbagai bentuk 'oposisi setia' untuk menunjukkan akuntabilitas dan kredibilitas yang justru menjadi ancaman bagi bentuk negara ini yang menganut republic demokratis.

Naga Kayu dan Energi Positif Pesta Demokrasi untuk Kelestarian Bumi

Di tahun Naga Kayu, kita tidak hanya bicara soal demokrasi, dengan harapan adanya kesejahteraan bagi masyarakat, tidak bersifat otokratik, menjamin hak dasar masyarakat, mendorong kebijakan yang lebih baik berbasis kepentingan masyarakat seperti dalam 10 prinsip demokrasi yang dicetuskan oleh Plato (360 SM) di abad 20 dengan pengetahuan, intelegensi, kebijakan, pengalaman dan karakter pribadi pemimpin negara.

Sebagai bentuk awal tahun Naga dengan segala filosofinya adalah bagaimana kemudian demokrasi ini menjadi salah satu pintu untuk menghidupkan 'kehidupan' alam yang lebih harmonis dan serasi, karena diyakini mampu mengendalikan 5 elemen utama yaitu emas (logam), kayu, air, api dan tanah. Alam semesta merupakan unsur dari 5 elemen di atas menjadi landasan fundamental dari segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan ditetapkan satu dari 5 unsur untuk setiap tanda zodiak.

Naga Kayu sebagai simbol keberuntungan yang muncul di tahun 2024 dengan siklus 60 tahun sekali dimana terakhir kali muncul pada tahun 1964. Tak hanya keberuntungan namun juga inovasi yang selaras dengan alam sebagai makhluk surgawi dan ilahi (cnnindonesia.com., 2023).

Harapan ini tentu saja membawa kabar baik ditengah isu pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup yang sangat terkait erat dengan struktur sosial masyarakat, hingga bagaimana pemenuhan distribusi secara merata. Di sisi lain, kita juga tak bisa menampik kebutuhan ekonomi dan industrialisasi yang seringkali dinilai berbenturan tertutama dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dan transisi energi. Sayangnya, hal ini tidak menjadi isu krusial utama pada saat pesta demokrasi ini digelar pada 14 Februari 2024 kemarin. Bahkan jika dibandingkan di google search engine, kata pemilu hanya mencapai 328.000.000 hasil (0,29 detik). Hampir menunjukkan antusiasme untuk melihat hasilnya, meskipun secara quick count salah satu paslon sudah disebutkan sebagai pemenang. Namun bukan berarti ini berakhir dalam proses pesta demokrasi. 

Belum lagi soal kritik sosial yang ramai dibincangkan melalui film 'Dirty Vote' sejak pertamakali tayang di Youtube pada 11 Februari 2024, tepat 3 hari menjelang pesta demokrasi dilakukan. Film berdurasi 117 menit ini menampilkan berbagai proses pesta demokrasi melalui pemilu yang dinilai tidak obyektif, berdasarkan riset secara dokumenter dengan epic dan sistematik dan didukung oleh tiga pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Namun film ini berhasil mencuri 6,7 juta penonton dan menjadi perbincangan hangat di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun