Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Clean Energy "Jaringan Cerdas PLTS": Sudah Saatnyakah Kita Beralih?

3 Agustus 2023   00:11 Diperbarui: 6 Agustus 2023   07:53 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pembangkit Listrik Tenaga Surya. (ANTARA/M Agung Rajasa)

Memang butuh waktu panjang proses batu bara terjadi (340 tahun). Namun efisiensi penggunaan dengan penerapan pengurangan jumlah emisi yang dilakukan dapat juga menjadi alternatif.

Dalam konteks bicara EBT, memang seperti paradoks. Di sisi lain kita harus memenuhi target global dalam NDC pada 2030 dengan target 29% dengan akselerasi Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan bauran 25% energi nasional pada 2025 mendatang. Meskipun kita baru bisa mencapainya di angka 11,5%. 

Apalagi Indonesia justru menaikkan target produksi sebesar 394,5 juta ton, di mana 176,8 ton untuk konsumsi dalam negeri dan 517,7 juta ton untuk target export market (cnbcindonesia.com, 2023). 

Belum lagi penambahan cadangan energi fosil pada share import dalam negeri mencapai 41% (2030) dan 52% pada 2050, dalam pola business as usual (BAU) sebesar 90% di tahun 2050. Ditambah dengan kenaikan pasar global yang naik mencapai 4%.

Ada banyak skema yang telah disusun, terutama dari sektor pertambangan dalam hal pengurangan emisi yang dituding menjadi penyebab perubahan iklim diangka 70%. 

Meskipun pada dasarnya industri pertambangan telah berbenah dengan berbagai sistem dan regulasi, baik nasional maupun internasional mulai dengan pola Carbon Capture Stock (CCS), Carbon Tax hingga Carbon Trading. Ditambah dengan prinsip dekarbonisasi yang menjadi salah satu keharusan dalam business sustainability melalui Environment, Social & Governance (ESG).

Untuk itu, peralihan dari batu bara ke EBT, khususnya PLTS penting diselaraskan dengan berbagai sistem dan kebijakan, hingga konteks kebutuhan kita terhadap energi fosil, batu bara. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah;

1) One mapping dalam kebutuhan pemenuhan energi fosil, dengan pemilahan yang tepat secara market share terhadap batu bara

2) Mengukur impact peralihan dengan penyiapan infrastruktur EBT-PLTS dari berbagai level dan skala, mulai  dari regional, nasional dan global

3) Mengukur dampak sosial dan ekonomi dengan perbandingan positioning dari berbagai sektor bisnis dan kelas rumah tangga

4) Membangun komitmen bersama dalam akselerasi pengembangan EBT-PLTS, termasuk dalam investasi dan juga keuangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun