Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

'Minimalis', Gaya Hidup ala Yogyakarta yang Filosofis

18 Juli 2022   17:50 Diperbarui: 18 Juli 2022   18:13 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Seorang 'pramusaji' susu murni Angkringan yang terletak di salah satu jalan Kaliurang, KM 5, begitu cekatan melayani pembeli yang sebagian besar adalah mahasiswa Yogyakarta.

Setiap sore, Angkringan susu murni ini mulai buka pada pukul 16.30 WIB. Berbagai menu disajikan, baik yang berbahan susu murni, nasi Angkringan berbagai rasa, roti bakar maupun berbagai sajian khas Angkringan Yogyakarta, seperti sate bakso bakar, tahu walik, risoles, aneka gorengan. Tentu semua sajian dengan harga murah dan ramah di 'kantong mahasiswa', mulai dari Rp.2000,- hingga Rp.10.000,- per item.

Tentu, tak hanya di jalan Kaliurang, jika ke kota Yogyakarta, diberbagai sudut, gang-gang kecil kota hingga pedesaan, ini akan sangat mudah dijumpai, Angkringan dengan berbagai gaya, model dan sajian.

Angkringan, memang menjadi salah satu site ruang makan yang menjadi pertemuan banyak orang dari berbagai kalangan di Yogyakarta, mulai dari pelajar, mahasiswa, karyawan, tukang becak, ojek online, wisatawan, hingga pengusaha.

Tanpa canggung, semua 'guyub', bercanda, bercengkerama dan menghabiskan waktu mengobrol sembari menikmati sajian Angkringan.  Angkringan mengkoneksikan kelas sosial, dengan segala nilai kesedrhanaan dan menampilkan kesahajaan. Gaya 'minimalis' yang disajikan Angkringan inilah yang justru yang menjadi daya tarik para pembeli ini.

Gaya minimalis ala 'Angkringan' ini, sebenarnya bukanlah hal baru bagi masyarakat Yogyakarta. Melansir dari Kompas.com, ankringan telah ada sejak 1930-an.

Sedangkan voi.id, mengungkapkan Angkringan telah ada sejak 1940-an. Kedua sumber ini merujuk pada satu nama yang sama dalam sejarah Angkringan, dimana justru berasal dari daerah Klaten Jawa Tengah, yakni Eyang Karso Dikramo dari Desa Ngerangan yang kemudian menyebar dengan cepat hingga ke Solo dan Yogyakarta dengan khas sajian kampung nan sederhana dan kini menyatu dengan 'kebersahajaan' orang Yogyakarta.

Minimalis, akhir-akhir ini menjadi kata yang sering terdengar diulas dari berbagai perspektif. Sebagian orang menilai, kata minimalis, kembali pada bagaimana bertahan dengan pola 'minimal' mulai dari tempat yang kita gunakan, apa yang kita kenakan, hingga fasilitas yang kita gunakan. Minimalis juga sering menjadi potret bagaimana kemudian penggunaan sisi keuangan yang hanya bertumpu pada kepentingan dan what's we need.

Sejak pandemi 2019, istilah ini mulai diterapkan oleh beberapa kalangan, mulai dari tua, muda, millennials bahkan Gen-Z yang mulai menggandrungi gay aini.

Diperkenalkan oleh Marie Kondo (2019) melalui 'The Life Changing Magic of Tidying-up: Seni Beres-beres dan Metode Merapikan ala Jepang' yang dikenal dengan metode Kon-Mari. Kondo, menjelaskan 'apabila suatu barang tidak bisa memberikan kebahagiaan maka lebih baik dilepaskan'.

Metode Kon-Mari lebih menekankan pada 'gaya minimalis' yang menuju pada esensi hidup, menyederhanakan berbagai hal yang menuntun manusia secara filosofi dalam kebahagiaan.

Tak hanya Kondo, di Indonesia, gaya hidup minimalis juga diperkenalkan oleh beberapa tokoh muda millennial seperti Ryan Nicodemus, Joshua Fields Millburn (melalui blog 'The Minimalist') dan Cynthia Suci Lestari (melalui 'Lyfe With Less-LWL Community').

Ketiganya melalui berbagai tulisannya memperkenalkan berbagai prinsip hidup yang lebih mengedepankan prioritas, bijak dalam menentukan pilihan guna peningkatan produktivitas dan kualitas hidup yang menuju pada kebahagiaan sejati. Sehingga setiap orang bisa melalui part of life crysis-nya dengan baik.

'Bahagia', kata inilah yang kemudian menjadi esensi mengapa gaya minimalis penting bagi kita, para kawula muda. Bahagia, tentu bukan hanya apa yang dalam diri kita, namun juga Bahagia yang dirasakan dengan keselarasan alam semesta yang memberikan kita kehidupan. Bahkan lebih jauh, mempertimbangkan ruang 'bahagia' bagi berbagai makhluk yang ada di planet yang kita tempati bersama. Sehingga ini mendorong bagaimana kita memaknai diri kita menjadi pribadi yang lebih bijak, Bahagia dengan yang kita miliki, sekaligus membahagiakan bagi semesta.

Lalu, apa urusannya gaya hidup 'minimalis' dengan gaya hidupnya orang Yogyakarta? Jawaban yang mudah kita temukan saat berkunjung ke Yogyakarta.

Pertama, filosofi orang Yogyakarta, Hamemayu Hayuning Bawono. Filosofi ini dicetuskan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang bermakna prinsip harmoni, menjaga kelestarian, lingkungan dan sosial budaya guna menjaga sinergi antar makhluk hidup didunia dengan segala ekosistem didalamnya dalam space culture. Karena tak hanya manusia, tapi juga ada makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, sungai, laut, gunung bahkan area pertanian yang kita ambil manfaatnya.

Filosofi ini mengajarkan unggah ungguh, tata kerama dan menghargai satu sama lain agar harmonis, dan tidak berlebihan dalam memanfaatkan apa yang kita punya, agar sinergi keberlanjutan dan harmonisasi terus terjaga.

Kedua, bersahaja. Bersahaja ini kembali pada filosofi Urip Iku Urup, yang bermakna hidup harus bermanfaat bagi orang lain. Kearifan dan tata santun dalam bersikap menjadi tuntutan gaya hidup di Yogyakarta yang masih dianut oleh masyarakat hingga hari ini.

Ketiga, humble. Orang Yogyakarta juga dikenal humble. Humble bermakna rendah hati, berkarakter positif dan asyik dalam menikmati setiap moment serta lingkungan dimanapun berada. Jika Anda menyusuri sudut perkampungan di Yogyakarta ini akan sangat mudah dijumpai, misalnya sapaan, 'monggo' (mari), nuwun sewu (maaf) akan diucapkan oleh orang yang sedang mlewati orang lain. Atau bahkan meski Anda baru pertamakali bertemu, biasanya masyarakat ini tidak sungkan untuk memberitahukan segala hal yang Anda tanyakan mengenai Yogyakarta.

Keempat, santai. Ini juga merupakan karakter orang Yogyakarta. Sekalipun hiruk pikuk Kota Yogyakarta begitu ramai oleh hingar bingar berbagai tampilan destinasi wisata yang ikut menaikkan berbagai tingkat kebutuhan, atau bahkan harus berbagi dengan para pendatang diberbagai penjuru negeri, 'santai' tetap menjadi kultur yang melekat melalui sikap keseharian.

Kelima, menikmati apa yang ada atau nerimo ing pandum. Ini adalah prinsip hidup minimalis, dengan filosofinya, yakni menerima segala yang diberikan oleh Tuhan sebagai sebuah berkah tanpa harus protes atau mencari kekurangannya.

Nerimo ing pandum inilah yang kemudian juga tercermin dalam kebiasaan orang Yogyakarta dimana lebih senang menikmati kesederhanaan 'Angkringan' dibandingkan memilih tempat makan berkelas. Nilai kebersahajaan yang ditampilkan inilah yang juga mampu menembus perilaku hidup, menyebar ke seluruh elemen kelas sosial masyarakatnya, termasuk siapapun yang datang dan tinggal di Yogyakarta, seperti halnya mahasiswa diberbagai sudut kota.

Pada akhirnya, gaya hidup 'minimalis' adalah pilihan pribadi, dimana kita mampu mengontrol pada segala keinginan bahkan kebutuhan dalam memanfaatkan fungsional sebuah benda yang kita gunakan selama ini, seperti halnya fashion, social media, bahkan life style. Ego, pride, nafsu adalah 3 hal penting yang harus kita manage hingga mampu memaknai apa yang kita punya, menjadi lebih banyak bersyukur dan menghargai sesuatu dan menghindarkan diri dari hedonisme kehidupan. Sehingga, ini akan mampu mendorong kita sebagai millennials, meraih manfaat dalam menjalani kehidupan, terutama ketenangan berfikir, efisiensi waktu, menakar materi sesuai kebutuhan dan pengalaman, dan tentunya lebih Bahagia dengan waktu yang kita miliki. Less clutter, more room to grow (sedikit kekacauan (dalam menjalani kehidupan secara berlebihan), akan lebih banyak ruang bagi kita untuk tumbuh (secara lebih luas di masa depan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun