Mohon tunggu...
Noprianto
Noprianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya gemar dengan Pendidikan Politik Lingkungan Hidup, membaca dan menulis sebab itu adalah motivasi untuk saya melangkah di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Mengungkap Perselingkuhan Kekuasaan di HMI Cabang Luwuk Banggai: Fakta dan Implikasi

9 Juli 2024   09:57 Diperbarui: 13 Juli 2024   23:40 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) didirikan pada tanggal 5 Februari 1947 di Yogyakarta oleh Lafran Pane bersama 14 mahasiswa dari Sekolah Tinggi Islam (STI), yang kini menjadi Universitas Islam Indonesia (UII). 

Pendirian HMI dilatarbelakangi oleh semangat memperkuat identitas keislaman dan kebangsaan di kalangan mahasiswa serta untuk melawan ideologi yang dianggap bertentangan dengan Islam dan nilai-nilai kebangsaan Indonesia. 

Pada awal berdirinya, HMI berfokus pada konsolidasi organisasi dan pembentukan cabang di berbagai kota di Indonesia, serta aktif dalam mempertahankan kemerdekaan dan membangun negara yang baru merdeka.

Pada periode 1955-1965, HMI menjadi salah satu kekuatan mahasiswa yang signifikan dalam perpolitikan nasional, terlibat dalam perdebatan mengenai dasar negara dan konstitusi. HMI turut berperan dalam penumpasan Gerakan 30 September (G30S/PKI) pada tahun 1965, yang berujung pada jatuhnya Presiden Soekarno dan naiknya Presiden Soeharto. 

Pada awal Orde Baru, HMI berada dalam posisi kuat karena dianggap berjasa dalam penumpasan PKI. Namun, hubungan dengan pemerintah Orde Baru mengalami pasang surut, dengan HMI sering mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam dan keadilan.

Tahun 1974 menandai perlawanan mahasiswa terhadap kebijakan ekonomi pemerintah melalui Peristiwa Malari, di mana HMI berada di garis depan gerakan ini. Akibatnya, pemerintah Orde Baru memperketat kontrol terhadap organisasi mahasiswa, termasuk HMI. 

Menghadapi tekanan ini, HMI melakukan pembaruan organisasi dan pendekatan. Pada dekade 1980-an, HMI meningkatkan peran kadernya dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan, sosial, dan ekonomi, sambil terus mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat dan menuntut reformasi di berbagai sektor.

Menjelang reformasi pada awal 1990-an, HMI semakin kritis terhadap pemerintahan Orde Baru, terlibat dalam gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998 dengan jatuhnya Presiden Soeharto. HMI memainkan peran penting dalam gerakan mahasiswa yang menuntut perubahan politik dan reformasi sistem pemerintahan. Pasca reformasi, HMI menghadapi tantangan baru dalam era demokratisasi dan globalisasi, terus berperan dalam pembangunan bangsa dengan menitikberatkan pada penguatan pendidikan kader, peningkatan partisipasi politik, dan pengabdian kepada masyarakat.

Sepanjang perjalanannya dari 1947 hingga 2024, HMI berhasil mencetak banyak tokoh penting di Indonesia, termasuk dalam bidang politik, akademik, dan sosial. 

HMI terus beradaptasi dengan dinamika internal dan eksternal, termasuk menghadapi konflik kepemimpinan dan upaya menjaga relevansi di tengah perubahan sosial dan politik. 

Dengan komitmen pada tujuan utama "terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT," HMI tetap menjadi salah satu organisasi mahasiswa paling berpengaruh di Indonesia.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), sebagai salah satu organisasi mahasiswa terbesar di Indonesia, tidak luput dari berbagai konflik internal sepanjang perjalanannya. 

Salah satu konflik utama yang sering terjadi adalah masalah kepemimpinan dan perebutan posisi strategis di dalam organisasi. Persaingan antar kader untuk menduduki posisi pimpinan sering kali memicu friksi dan perpecahan, yang kadang-kadang diperparah oleh campur tangan pihak eksternal yang memiliki kepentingan politik tertentu. Hal ini tidak hanya mengganggu stabilitas internal HMI tetapi juga mempengaruhi efektivitas organisasi dalam menjalankan program-programnya.

Selain itu, HMI juga sering menghadapi konflik ideologis di antara anggotanya. Perbedaan pandangan mengenai arah perjuangan dan interpretasi nilai-nilai Islam serta kebangsaan sering kali menimbulkan perdebatan sengit. Beberapa kader mungkin lebih cenderung pada pendekatan moderat dan inklusif, sementara yang lain mungkin lebih konservatif atau radikal. Konflik ideologis ini sering kali menciptakan ketegangan yang mendalam dan memerlukan mediasi serta kepemimpinan yang bijaksana untuk menyatukan berbagai pandangan dalam satu visi yang komprehensif.

Nopri Pagaga dan Nasrul Adungka/Dokpri
Nopri Pagaga dan Nasrul Adungka/Dokpri

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Luwuk Banggai, seperti banyak cabang lainnya, tidak luput dari berbagai konflik internal yang sering kali menghambat kinerja dan perkembangan organisasi. Salah satu konflik utama yang sering muncul adalah perebutan posisi kepemimpinan. Persaingan antar kader untuk menduduki posisi strategis seperti ketua cabang sering kali memicu perpecahan dan intrik internal. Perebutan kekuasaan ini tidak jarang melibatkan praktik-praktik yang tidak sehat, seperti manipulasi proses pemilihan dan pembentukan faksi-faksi yang saling bertentangan, yang pada akhirnya merusak persatuan dan kesolidan organisasi.

Konferensi Cabang (Konfercab) 2022 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Luwuk Banggai awalnya dirancang sebagai momentum rekonsiliasi dan pemulihan kebersamaan dalam organisasi. Berbagai konsep dan visi misi telah diajukan untuk mengarahkan HMI ke arah yang lebih baik dan produktif. Namun, upaya tersebut terhalang oleh perebutan kekuasaan yang intens, yang akhirnya melahirkan dualisme kepemimpinan di dalam organisasi.

Perebutan kekuasaan ini dipicu oleh kepentingan oknum di balik layar yang ingin mengamankan posisi dan kepentingan pribadi mereka. Mereka menggunakan berbagai strategi manipulatif, seperti pengaruh politik, penyuapan, dan intimidasi, untuk memenangkan dukungan dan mengendalikan jalannya Konfercab. Akibatnya, terjadi dualisme kepengurusan yang mengakibatkan stagnasi dalam roda organisasi HMI Cabang Luwuk Banggai.

Stagnasi ini terjadi selama periode 2022-2024, di mana kepengurusan yang muncul dari Konfercab 2022 tidak memiliki legalitas yang jelas dan belum mengalami proses pelantikan yang sah hingga saat ini. Kondisi ini menciptakan ketidakpastian di kalangan anggota dan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan. Program-program dan kegiatan yang seharusnya dilaksanakan untuk kebaikan anggota dan masyarakat terhambat, karena terjadi ketidakefektifan dalam pengambilan keputusan dan implementasi program.

Hari ini, kehadiran pengurus besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) turun gunung ke (HMI) Cabang Luwuk Banggai menciptakan polemik di kalangan kader-kader dan senioritas. Kehadiran mereka dalam kapasitas sebagai caretaker HMI Cabang Luwuk Banggai terjadi dalam konteks konferensi cabang dadakan yang bermasalah secara administratif. Konfercab ini dilaksanakan tanpa memenuhi persyaratan administrasi yang sah, seperti keabsahan legalitas dan pelantikan resmi, yang menyebabkan ketidakpuasan dan perdebatan di antara anggota HMI.

Berbagai langkah strategis dan upaya konsolidasi dilakukan untuk memastikan kepentingan individu terkait terlindungi dan terakomodasi dalam proses tersebut. Penggunaan pengaruh politik dan manipulasi dalam bentuk penyuapan atau intimidasi mungkin saja terjadi, menciptakan ketegangan dan ketidakharmonisan di dalam organisasi. Dalam situasi seperti ini, nilai-nilai keadilan, transparansi, dan demokrasi internal organisasi sering kali terabaikan, sehingga mempertajam konflik internal yang sudah ada.

Upaya untuk meloloskan kepentingan individu dalam konteks konfercab yang bermasalah administratif tidak hanya merusak integritas organisasi, tetapi juga melemahkan otoritas dan legitimasi dari pengurus yang sah. Hal ini menciptakan celah dalam struktur kepemimpinan dan mengurangi kemampuan HMI Cabang Luwuk Banggai untuk berfungsi secara efektif dalam melayani kepentingan anggotanya dan masyarakat secara luas.

Konflik kepemimpinan, HMI Cabang Luwuk Banggai juga sering dihadapkan pada perbedaan ideologis di antara anggotanya. Perbedaan pandangan mengenai arah perjuangan organisasi dan interpretasi nilai-nilai keislaman dan kebangsaan sering kali menimbulkan perdebatan sengit. Beberapa kader mungkin lebih mendukung pendekatan yang progresif dan inklusif, sementara yang lain mungkin lebih konservatif atau tradisional. Konflik ideologis ini dapat memperdalam jurang perbedaan di antara anggota, menciptakan ketegangan yang sulit diredakan, dan memerlukan kepemimpinan yang kuat dan bijaksana untuk menyatukan berbagai pandangan dalam satu visi yang kohesif.

Mengungkap perselingkuhan kekuasaan di HMI Cabang Luwuk Banggai merupakan topik yang krusial dan sensitif, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap integritas dan kredibilitas organisasi. Fakta-fakta mengenai perselingkuhan kekuasaan sering kali mencakup praktik-praktik manipulatif dalam proses pemilihan ketua cabang dan posisi strategis lainnya. Beberapa kader mungkin menggunakan cara-cara tidak etis seperti penyuapan, ancaman, dan politik uang untuk memenangkan dukungan. Manipulasi semacam ini merusak prinsip demokrasi dan meritokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi oleh HMI, menciptakan iklim organisasi yang tidak sehat dan penuh intrik.

Implikasi dari perselingkuhan kekuasaan sangat serius. Pertama, hal ini mengikis kepercayaan anggota terhadap kepemimpinan dan integritas organisasi. Ketika kader-kader melihat bahwa posisi-posisi penting diraih melalui cara-cara curang, motivasi mereka untuk berkontribusi secara positif dapat menurun. Selain itu, perselingkuhan kekuasaan dapat memicu perpecahan internal, di mana faksi-faksi yang merasa dirugikan oleh praktik-praktik tersebut menjadi semakin kritis dan oposisi terhadap kepemimpinan yang berkuasa. Ini menciptakan lingkungan yang tidak kondusif untuk kolaborasi dan kemajuan bersama.

Lebih lanjut, perselingkuhan kekuasaan dapat berdampak negatif pada kinerja organisasi secara keseluruhan. Kepemimpinan yang diperoleh melalui cara-cara tidak etis cenderung lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan daripada menjalankan program-program yang bermanfaat bagi anggota dan masyarakat luas. Akibatnya, banyak program penting yang mungkin terbengkalai atau dijalankan dengan tidak efektif. Selain itu, konflik internal yang berkepanjangan dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari tujuan utama organisasi, yakni pembinaan kader dan pengabdian kepada masyarakat.

Dampak eksternal dari perselingkuhan kekuasaan di HMI Cabang Luwuk Banggai juga tidak bisa diabaikan. Reputasi HMI di mata publik, terutama di tingkat lokal, dapat ternoda. Masyarakat yang sebelumnya memandang HMI sebagai organisasi yang bermartabat dan berkomitmen pada nilai-nilai keislaman dan kebangsaan bisa kehilangan kepercayaan. Ini dapat mengurangi dukungan masyarakat terhadap program-program HMI dan bahkan menghambat kerjasama dengan pihak-pihak eksternal yang penting, seperti pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan organisasi masyarakat lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun