Ia mengaku sengaja membuat enam situs itu untuk "mengharumkan nama baik citra Indonesia di mata Internasional" terkait isu-isu Papua. Jadi, lanjut Arya, kalau mereka [orang-orang di luar Indonesia] ketik kata kunci di google 'West Papua', yang muncul bukan situs-situs mereka [OPM], tapi website bikinannya.
Kredibel dan tidaknya media musti lihat dari About Us atau susunan redaksi dan alamat ofisialnya. Web-web siluman ini tidak menemukan dasar dari media tersebut yakni operasional redaksi.
Ke 18 media itu telah di identifikasi susunan redaksi, alamat ataupun kontak yang bisa dihubungi tak jelas tertulis di situsnya. Pembaca tidak bisa mengetahui siapa yang bekerja di balik media-media ini. Media tersebut tidak memenuhi standar dan etika dasar jurnalisme.Â
Jika apa yang ditulis keliru, pembaca tak bisa menggunakan hak jawab dan tak tahu harus protes ke mana. Kasihan kepada orang yang mau kutip sumber dari web-web siluman ini sementara mereka dalam research. Mereka ambilnya salah alamat dan tidak berdasarkan informasi yang murni.Â
Tentunya, ofisial AJI dan Kominfo Indonesia mengutuk website yang tidak mempunyai badan hukum.
Karya tuan Arya yang mau menulis dan berniat menerbitkan draf buku 146 halaman berjudul Papua: Revealing the Unrevealed - yang isinya menegasi gagasan Papua merdeka seharusnya tidak seperti kata tidak kredibel dalam tulisannya nanti sejak media pembuatannya saja tidak resmi - tidak berdasarkan data yang jelas.Â
Orang akan bingung data-data dan akan dia mewawancarai karena dia manipulasi dan mendatangkan narasumber fiktif seperti T&J mengcover pemberitahannya tadi. Meskipun tuan Arya membenarkan diri sebagai seorang cendekiwan dan mendapatkan gelar Ph.D atau Doctor of Philosophy, orang tidak yakin dengan pemaparannya nanti dalam buku karena manusia jelata sudah tau kelakuannya yang pake topeng di dunia media online.Â
Pleasea jangan buat buku tentang Papua. Sebaiknya menintropeksi diri dengan gelar besar - Ph.D.
Selain itu, hasil analisis dari T&J menyimpulkan keberadaan 18 media siluman tersebut hanya mau membangun opini publik jika di Papua selama ini tidak ada pelanggaran HAM.Â
Kelompok pendukung Papua Merdeka adalah kriminal yang melakukan kejahatan. TNI/Polri telah/sedang/akan melakukan tugasnya dengan baik, dan sebagainya.Â
Kehadiran sederetan situs media siluman tersebut sungguh meresahkan para jurnalis dan media asli yang bekerja sesuai dengan Undang-Undang Pers atau Kode Etik Jurnalistik di Papua selama ini.