Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesiamerupakan anak lembaga atau yayasan pengemban misi PGRI yang cukup terkenal di Indonesia. Organisasi ini sangat berperan besar dalam meneruskan perjuangan rakyat Indonesia dalam membangun negara Indonesia dengan cara mencerdaskan rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan sehingga dapat lebih mempertahankan dan menyempurnakan republik Indonesia.
Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan (YPLP) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) terbentuk berdasarkan keputusan kongres PGRI XIV tanggal 9 Juni 1979 dan dikukuhkan melalui akte notaris Mohammad Ali Nomor 21 tanggal 31 Maret 1980. YPLP-PGRI sebagai pengemban misi PGRI untuk melaksanakan pembinaan lembaga-lembaga pendidikan PGRI, sehingga struktur dan pola pembinaan serta pelaksanaannya terarah dan bersifat menyeluruh dan nasional.
Berdasarkan Pembukaan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) YPLP-PGRI Nomor 01/Kep/PB/XXI/2015, disebutkan bahwa dalam usaha PGRI memberikan pelayanan pendidikan kepada masyarakat diperlukan adanya suatu wadah untuk menyelenggarakan dan membina lembaga pendidikan yang bersifat nasional dan untuk itu di bentuklah YPLP-PGRI. Pada Musyawarah Kerja Nasional Pertama Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI di Jakarta tanggal 8 - 20 Mei 1981 menghasilkan keputusan : penyeragaman nama yayasan menjadi YPLP-PGRI, AD/ART YPLP-PGRI dan pedoman pembinaan lembaga pendidikan yang bersifat nasional.
Pendidikan di Indonesia terus dikembangkan, terutama sejak reformasi bergulir tahun 1998. perkembangan ditandai dengan lahirnya Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah mulai dari UU Nomor 22 tahun 1999, UU Nomor 32 tahun 2004 sampai UU Nomor 23 tahun 2014. Dalam UU dijelaskan adanya pendelegasian kewenangan pengelolaan pendidikan pada pemerintah daerah.
Hanya saja, kewenangan pemerintah daerah terbatas pada aspek pembiayaan, sumber daya manusia dan sarana-prasarana. Sementara untuk aspek-aspek menyangkut kurikulum, pembelajaran, evaluasi - pengukuran, sarana - alat pembelajaran, metode - waktu belajar, buku teks, alokasi belanja dan penggunaan anggaran, menjadi kewenangan sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah dan para guru dituntut bertanggung jawab terhadap kualitas proses dan hasil belajar guna meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.
Peranan kepala sekolah sangat vital sekali. Maju mundurnya sekolah sangat bergantung dengan kepala sekolah. Tentu saja kepala sekolah yang diharapkan adalah kepala sekolah yang memiliki kemampuan memimpin dan memajukan sekolah. Untuk bisa menjadi seorang kepala sekolah yang mumpuni, perlu ada persiapan-persiapan khusus. Mulai proses administrasi hingga akademik yang harus terpenuhi.
Dalam pasal 13 (f) AD/ART YPLP-PGRI Nomor 01/Kep/PB/XXI/2015 di jelaskan, Pengurus YPLP Provinsi berkewajiban mengangkat, melantik, memberhentikan kepala sekolah pendidikan menengah PGRI yang diusulkan oleh pengurus YPLP-PGRI kabupaten/kota selambat-lambatnya satu bulan sebelum masa jabatan kepala sekolah menengah PGRI berakhir.
Apabila pengusulan pemberhentian dan pengangkatan tidak dilaksanakan YPLP kabupaten/kota, maka YPLP provinsi dapat menetapkan pejabat kepala sekolah menengah PGRI yang berakhir masa tugasnya sampai dengan diangkat dan dilantiknya kepala sekolah definitif.
Berdasarkan pasal 33 (2) AD/ART YPLP-PGRI Nomor 01/Kep/PB/XXI/2015, syarat calon kepala sekolah menengah PGRI adalah : anggota PGRI paling sedikit lima tahun, pendidikan sekurang-kurangnya sarjana Strata Satu (S1), berpengalaman menjadi guru sekurang-kurangnya lima tahun, mematuhi peraturan organisasi dengan menandatangani pakta integritas, memiliki kompetensi yang sesuai bidang tugasnya, tidak merangkap sebagai ketua YPLP PGRI.
Bagi seorang kepala sekolah PGRI yang telah menjabat dua kali masa jabatan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan lagi di sekolah lama atau lain apabila di nilai sangat berprestasi.
Untuk mencari kepala sekolah menengah YPLP-PGRI yang benar-benar dapat melaksanakan kewajibannya sebagaimana diamanatkan di dalam pasal 33 AD/ART YPLP-PGRI Nomor 01/Kep/PB/XXI/2015, tidak salahnya pengurus YPLP Provinsi dan YPLP Kabupaten/Kota merujuk dengan pengangkatan kepala sekolah negeri. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 (Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007) tentang Standar Kepala Sekolah, pemerintah menentukan standar atau kualifikasi seseorang untuk dapat diangkat sebagai kepala sekolah, antara lain, kualifikasi umumnya adalah : memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma IV kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi.
pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah usia setinggi-tingginya adalah 56 tahun, memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun menurut jenjang sekolah masing masing, kecuali TK/RA memiliki pengalaman mengajar sekurang kurangnya 3 tahun, memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi PNS dan bagi non PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang. Sedangkan kualifikasi khusus ditentukan menurut jenjang lembaga pendidikannya, yang meliputi : berstatus sebagai guru, mempunyai sertifikat sebagai guru dan memiliki sertifikat kepala sekolah. Selain kualifikasi umum dan khusus tersebut, untuk menduduki jabatan sebagai kepala sekolah dituntut harus memiliki kompetensi kepribadian, managerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial.
Persyaratan bahwa kepala sekolah menengah PGRI merupakan anggota PGRI paling sedikit lima tahun dan harus mematuhi peraturan organisasi dengan cara menandatangani pakta integritas merupakan syarat mutlak dan tidak bisa di ganggu gugat dengan alasan apapun. Bahwa kepala sekolah menengah PGRI harus memiliki pendidikan sekurang-kurangnya sarjana Strata Satu (S1), sudah sejalan dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007, bahkan YPLP-PGRI dianggap lebih maju, karena lulusan diploma IV tidak diakomodasi oleh AD/ART YPLP-PGRI untuk menjadi calon kepala sekolah menengah PGRI.
Syarat kepala sekolah harus berpengalaman menjadi guru sekurang-kurangnya lima tahun juga sejalan dengan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007 dan lebih sempurna lagi apabila syarat kepala sekolah menengah PGRI memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi PNS (untuk guru yang Diperbantukan) dan bagi non PNS atau GTY (Guru Tetap yayasan) disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh YPLP-PGRI. Ketika membicarakan syarat calon kepala sekolah menengah PGRI harus memiliki kompetensi yang sesuai bidang tugasnya, maka harus diperjelas dan dipertegas, jangan sampai mengalami multi tafsir yang sempit. Dalam Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007.
Didalamnya tercakup lima kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Yakni kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi supervisi, kompetensi sosial dan kompetensi kewirausahaan. Dengan memiliki kompetensi ini kepala sekolah dapat mengetahui serta menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, tidak hanya menjalankan tugas-tugas rutin saja. Kompetensi ini dapat dilihat disaat calon kepala sekolah menjadi kepala sekolah atau wakil kepala sekolah di lingkungan sekolah menengah PGRI.
Mereka pasti memiliki Nilai DP3 tiap tahunnya. Kalau tidak seperti ini maka penilaian akan bias dan cenderung subyektif. Kedepan alangkah eloknya YPLP-PGRI menyelenggarakan pendidikan calon kepala sekolah di lingkungan YPLP-PGRI. Bagi mereka yang lulus pendidikan calon kepala sekolah dan mendapatkan sertifikat calon kepala sekolah berhak mengikuti pencalonan kepala sekolah di lingkungan YPLP-PGRI, baik atas permintaan pribadi maupun keinginan pengurus YPLP-PGRI.
Apabila ada masih ditemukan usulan pengangkatan dan pelantikan kepala sekolah menengah YPLP-PGRI diluar syarat calon kepala sekolah yang diatur AD/ART YPLP-PGRI atau peraturan organisasi PGRI, khususnya dalam hal penilaian kompetensi yang sesuai dengan bidangnya, maka berkemungkinan besar ada indikasi melanggar AD/ART YPLP-PGRI dan layak dilakukan penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan secara cermat dan seksama, sesuai dengan pasal 49 AD/ART YPLP-PGRI.
Apakah YPLP-PGRI telah mematuhi sistematis perekrutan kepala sekolah sebagaimana diamanatkan didalam AD/ART YPLP-PGRI ? Kunci utamanya ada di pengurus YPLP-PGRI provinsi dan YPLP-PGRI kabupaten/Kota yang lagi menjabat. Selama pengurus YPLP-PGRI bisa melepaskan motif politik, kebutuhan finansial dan kepentingan pribadi kepada calon kepala sekolah, maka perekrutan kepala sekolah yang benar-benar ideal dan brilian menjalankan tugas, fungsi dan peranan kepala sekolah akan tercapai dan dapat menghasilkan lulusan yang unggul dan berani bersaing dengan lulusan sekolah lainnya yang sederajat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H