Di era tahun 2003 – 2008, banyak di antara kita yang tidak asing dengan kalimat “Sumsel lumbung energi nasional.” Predikat ini bukan hanya kehendak wong Sumsel yang disuarakan oleh gubernur Sumsel, tetapi sudah direstui dan di resmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setiap ada event yang diselenggarakan oleh elemen masyarakat dan pemerintah provinsi (Pemprov) Sumsel tidak lepas dengan program Sumsel lumbung energi nasional. Belum lagi pemasangan baleho di lokasi yang dianggap stategis di wilayah Sumsel yang isinya menggugah masyarakat untuk ikut serta mensukseskan sumsel lumbung energi nasional. Saking percaya dirinya, Sumsel juga mengklaim dirinya sebagai lumbung pangan nasional.
Dari tinjauan etimologi, Lumbung energi nasional berasal dari kata Lumbung, energi dan nasional. Lumbung berarti tempat menyimpan hasil pertanian (umumnya padi), energi punya arti kemampuan untuk melakukan kerja atau daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan, dan nasional memiliki arti bersifat kebangsaan, berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri.
Membaca kata Sumsel dan asal usul kata lumbung, energi dan nasional dapat diambil kesimpulan arti, Sumsel adalah bagian dari wilayah republik Indonesia yang menyimpan banyak kekayaan alam berupa macam-macam bahan tambang, yang apabila digarap secara profesional dapat menghasilkan sumber-sumber energi, yang kelak dapat dipergunakan untuk kepentingan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Sumsel merupakan suatu ladang yang menyimpan banyak sumber-sumber energi yang bermanfaat untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Yang menjadi masalah utama Sumsel sebagai lumbung energi nasional di antaranya, gagasan ini hanya disosialisasi dikalangan tertentu saja. Boleh jadi sekarang ini masyarakat Sumsel tidak lagi mendengar tentang gagasan Sumsel sebagai lumbung energi nasional. Lihat saja salah satu programnya berupa pemakaian briket batu bara, nyatanya sampai sekarang belum ditemukan angka yang signifikan pemakaian dari briket batu bara. Sebaliknya, kita masih disuguhi oleh susahnya masyarakat mendapatkan gas 3 kilogram, terutama pada saat-saat tertentu.
Di balik belum lajunya program Sumsel sebagai lumbung energi nasional, tentu ada dasar yang membenarkan program yang mulia ini harus digulirkan. Pertama, Sumsel memang kaya dengan dukungan Sumber Daya Alam (SDA). Hampir semua potensi tambang ada di Sumsel, misalnya batu bara, minyak, gas bumi dan sebagainya, maka tidak heran Sumsel di tasbihkan lima besar provinsi terkaya di Indonesia. Kekayaan SDA Sumsel bukan isapan jempol. Saat tambang timah di Bangka dieksploitasi secara besar-besaran, Sumsel pernah menjadi penyumbang devisa terbesar ketiga untuk negara pada tahun 1978.
Kedua, Sumsel mumpuni dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengarap terwujudnya Sumsel sebagai lumbung energi nasional. Eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang bukan barang baru di sumsel. Selain Pertamina (hasil nasionalisasi perusahaan Stanvac), di Sumsel berdiri perusahaan tambang level internasional seperti PT Bukit Asam di Muara Enim, belum lagi perusahaan tambang yang dikelola oleh pemerintah daerah (Pemda) dan pihak ketiga.
Ketiga, pemerintah kabupaten dan kota di Sumsel dipastikan akan mendukung mewujudkan Sumsel sebagai lumbung energi tingkat nasional. Banyak terobosan yang bisa dilakukan pemda untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi tambang. Terbukti dengan terwujudnya perusahaan tambang yang telah menghasilkan devisa untuk daerah dan Negara. Disamping itu banyak negara atau investor asing yang ingin menanamkan investasinya disektor minyak dan gas (migas).
Keempat, adanya kebersamaan dan kesamaan visi dan target yang ingin dicapai oleh seluruh pemda (provinsi, kabupaten dan kota) di Sumsel dalam mengeksplorasi dan mengeksplotasi segala potensi SDA dan SDM di Sumsel, khususnya potensi pertambangan.
Miris apabila masih banyak masyarakat Sumsel, terutama yang ada di pinggiran kota dan pelosok-pelosok desa yang punya potensi tambang, buta sama sekali dengan program Sumsel lumbung energi nasional. Suatu hal yang mustahil dan tidak akan berhasil apabila program yang dirancang tidak didukung oleh masyarakat.
Makanya, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memformulasikan kembali program Sumsel lumbung energi nasional yang pernah di canangkan sebagai sesuatu yang bernilai di mata masyarakat. Dengan adanya nilai terhadap program sumsel lumbung energi nasional diharapkan masyarakat dapat melihat sisi baik buruk, patut tidak patut, penting tidak penting program ini dalam rangka mencapai kepuasan hidup.
Ada beberapa persyaratan yang harus ditaati apabila Sumsel lumbung energi nasional akan berdaya dan berhasil guna sebagai suatu nilai. Pertama, program ini (Sumsel lumbung energi nasional) harus dikenal oleh masyarakat Sumsel melalui sosialisasi atau proses interaksi sosial yang tidak terputus sampai sebagian besar atau seluruh masyarakat menganutnya.
Kedua, program ini harus di pahami dan dimengerti oleh masyarakat Sumsel. Dengan demikian, kelak anggota masyarakat dapat mempelajari segala aspek yang berkaitan dengan aturan atau petunjuk serta sanksi dibalik program sumsel lumbung energi nasional sehingga memunculkan kepuasan.
Ketiga, program ini harus mendapat penghargaan dan pengaruh kuat dari semua pihak, terutama dari masyarakat. Apabila penghargaan dari masyarakat sudah cukup memadai, sedangkan aparat pemerintahnya acuh tak acuh atas program ini, maka hasilnya sama, Sumsel lumbung energi nasional tidak akan berhasil dicapai secara maksimal, bahkan hanya sebatas program diatas kertas kerja yang tidak punya nilai.
Keempat, untuk membuktikan sukses atau tidak program Sumsel lumbung energi nasional dapat dilihat dari penerapan program ini dilapangan, ditaati atau tidak aturan mainnya. Apabila tidak terjadi kendala yang berarti dapat disimpulan program Sumsel lumbung energi nasional telah memiliki nilai.
Adapun untuk mendekatkan program Sumsel lumbung energi nasional kepada masyarakat dapat menggunakan beberapa cara. Salah satunya mengadakan kerjasama dengan lembaga pendidikan, terutama dengan pengelola SMA dan pengelola perguruan tinggi. Di perguruan tinggi ada mata kuliah KKN (kuliah kerja Nyata). Sebelum peserta KKN diterjunkan untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama ini, mereka terlebih dahulu dibekali pelatihan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan program Sumsel lumbung energi nasional yang memadai dan menyakinkan.
Saat peserta KKN ada ditengah-tengah masyarakat, mereka diharapkan dapat mensosialisasikan semua hal yang berkaitan dengan Sumsel lumbung energi nasional seperti keberadaan, tujuan dan manfaat dari program Sumsel lumbung energi nasional bagi kepentingan masyarakat. Yang sudah disampai nantinya diharapkan punya nilai lebih dimasyarakat sehingga muncul dukungan, baik bersifat pasif maupun aktif. Di samping itu alangkah eloknya apabila perguruan tinggi yang bersentuhan dengan pertambangan memasukkan Sumsel lumbung energi sebagai bagian dari materi mata kuliah tertentu atau menjadi salah mata kuliah tersendiri.
Begitu juga di SMA, ada mata pelajaran muatan lokal (Mulok). Selama ini guru-guru mulok di Palembang khususnya dan Sumsel umumnya agak kesulitan membuat materi pelajaran mulok yang benar-benar memiliki kekhasan local. Tidak ada ruginya apabila pemprov memantapkan dan menetapkan pelajaran mulok dengan materi Sumsel lumbung energi nasional.
Lewat mata pelajaran mulok ini semua pelajar SMA diajarkan mengenai Sumsel sebagau lumbung energi nasional dengan segala manfaat, problematika dan alternatif penyelesaian. Hasil dari mereka memahami materi Sumsel sebagai lumbung energi nasional dapat di implementasikan kepada masyarakat disekelilingnya dan tidak menutup kemungkinan setelah tamat sekolah mereka menjadi pelaku dibalik program Sumsel lumbung energi nasional.
Sebelum melibatkan pengelola SMA dan perguruan tinggi agar berperan mensukseskan program Sumsel sebagai lumbung energi nasional, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemprov Sumsel agar dikemudian hari tidak menimbulkan masalah yang mengecewakan masyarakat Sumsel. Pertama, program Sumsel sebagai lumbung energi nasional harus menyakinkan, misalnya harus ramah lingkungan, baik ketika beroperasi atau pasca operasi. Jangan sampai akibat dari program ini memporakporandakan siklus kelangsungan hidup disekitarnya. Contoh : amdal yang amburadul, adanya kasus seperti lumpur panas Lapindo atau bekas galian yang masih beracun dan sebagainya.
Kedua, program Sumsel sebagai lumbung energi nasional harus memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lahan eksplorasi dan eksploitasi. Jangan sampai lahan masyarakat diserobot tanpa ganti rugi. Pemerintahan mesti mengakomodasi kepentingan masyarakat yang tergusur dengan baik dan bijak. Pemerintah hendaknya tidak menggunakan prinsip “dengan alasan kepentingan hajat orang banyak, lahan masyarakat diambil tanpa ganti rugi karena sudah menjadi milik atau hak Negara.”
Ketiga, karena bahan tambang merupakan kekayaan alam yang tidak dapat diperbaharui, pemerintah harus mendisain batasan pelaksanaan program Sumsel sebagai lumbung energi nasional, misalnya berlaku sampai 20 atau 40 tahun. Harus dipikirkan apa yang akan dilakukan apabila program tersebut berakhir sebelum atau pada saatnya. Bagaimana memanfaatkan bekas program Sumsel lumbung energi nasional. Misalnya bekas galian dijadikan danau untuk budidaya perikanan (udang dan ikan), setelah dibentuk difungsikan sebagai obyek wisata dan penelitian, apabila memungkinkan dijadikan lahan pertanian.
Harapan kita, semoga program Sumsel sebagai lumbung energi nasional berhasil guna dan berdaya guna. Kita tidak ingin mensaksikan warga masyarakat di Sumsel menjerit kelaparan, sakit-sakitan dan berteduh dirumah yang tidak layak huni. Kita tentu tidak berharap masyarakat Sumsel bagaikan cerita tikus mati di lumbung padi. Bersatu kita sukseskan program Sumsel lumbung energi nasional, teguh kita ikrarkan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H