Persoalan pengemis telah menjadi isu nasional mengenai kesejahteraan sosial. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang No.11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang memberikan ruang bagi terbukanya pemenuhan kesejahteraan tak terkecuali gelandangan dan pengemis. Dilansir dari Green Network pada tahun 2019, jumlah gelandangan dan pengemis di Indonesia diperkirakan mencapai 5,84 juta jiwa.
Dari data diatas menunjukkan bahwa di Indonesia masih memiliki masalah kesejahteraan sosial yang tinggi, pemerintah harus memberikan solusi terhadap permasalahan ini, karena pengemis bukan hanya berada di jalanan tetapi juga banyak yang mendiami objek-objek wisata yang berbasis religi seperti tempat ziarah.
Objek wisata berbasis religi sering kali menjadi magnet bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Tempat wisata berbasis religi seperti tempat ziarah menawarkan kedamaian spiritual serta ajang refleksi bagi banyak wisatawan yang datang. Namun, di balik suasana yang damai wisatawan sering menemukan pemandangan lain yang mengganggu yaitu maraknya pengemis yang menjadikan objek wisata religi sebagai ladang penghidupan.
Pengemis ialah dicirikan dengan penampilan yang memprihatinkan seperti pakaian lusuh, muka memelas, dan ada seakan-akan terlihat cacat. Pengemis yang memiliki cacat pada bagian tertentu dijadikan sebagai kekuatan tersendiri dalam merebut hati setiap calon dermawan. Tetapi pengemis yang berada di objek wisata religi mereka biasa berpakaian rapi seperti mengenakan baju muslim lalu mengenakan peci. Dan kebanyakan setiap pengemis sudah menyediakan tempat seperti kotak amal yang diletakan di beberapa titik area wisata ziarah, sehingga itu sudah menjadi tempat mereka untuk mengemis dan tidak boleh di ganggu oleh pengemis lain.
Maraknya pengemis di objek wisata religi mengundang berbagai spekulasi. di satu sisi, keberadaan pengemis bisa dilihat sebagai potret masih adanya permasalahan kesejahteraan sosial yang terjadi di Indonesia ini. Di sisi lain bisa jadi adanya praktik meminta-minta yang berkedok sedekah di objek wisata religi.
Pada artikel ini penulis akan membahas mengenai,
A. Penyebab maraknya pengemis di objek wisata religi
B. Solusi untuk mencegah maraknya pengemis di objek wisata religi
A. Berikut Beberapa Penyebab Maraknya Pengemis Di Objek Wisata Religi Â
1. Kurang tegasnya pihak dinas sosial dan pengelola wisata
Kurangnya tindakan tegas dari pihak dinas sosial dan pengelola wisata, bisa menjadi salah satu faktor penyebab maraknya pengemis di objek wisata religi. Dinas sosial seharusnya memiliki peran aktif dalam mengurangi jumlah pengemis dengan berbagai upaya, seperti pembinaan, pemberdayaan ekonomi, dan penegakan peraturan. Tetapi lemahnya penegakan aturan dan kebijakan yang dilakukan oleh pihak dinas sosial sering kali membuat pengemis merasa bebas untuk melakukan kegiatan mengemis. Selain itu pengelola wisata juga sering kali hanya fokus pada peningkatan jumlah pengunjung dan pengelolaan fasilitas, tetapi kurang memperhatikan aspek sosial disekitar lokasi wisata. Minimnya kordinasi dengan dinas sosial dan tidak adanya regulasi khusus yang diterapkan di dalam area wisata sehingga membuka peluang bagi pengemis untuk terus beroperasi di area wisata religi.
2. Sudah tradisi turun menurun
Maraknya pengemis di objek wisata religi juga bisa disebabkan karena adanya tradisi mengemis yang sudah turun temurun. Dalam banyaknya kasus, kegiatan mengemis di objek wisata religi bukan lagi sekedar aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, melainkan telah menjadi suatu pekerjaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga mereka sudah terbiasa untuk melakukan kegiatan mengemis di objek wisata religi.
3. Adanya pandangan masyarakat tentang amal dan keberkahan
Kawasan religi sering kali dikaitkan dengan keberkahan dan tempat yang suci. Sebagian wisatawan merasa bahwa memberi kepada pengemis di tempat yang suci dianggap lebih berpahala dan berkah untuk yang memberikan. Hal ini secara tidak langsung menciptakan peluang bagi para pengemis, yang memanfaatkan kepercayaan tersebut untuk menarik empati dari para wisatawan. Akibatnya para pengemis lebih memilih objek wisata religi untuk melancarkan aksinya karena berpeluang mendapatkan keuntungan yang lebih banyak dibanding tempat wisata lain.
4. Adanya sindikat pengemis
Tidak bisa dielakan, fenomena pengemis di objek wisata religi melibatkan sindikat atau pihak tertentu yang memanfaatkan kelemahan individu untuk kepentingan pribadi. Tidak jarang pengemis di objek wisata religi beroperasi secara terorganisir. Anak-anak, lansia, atau individu yang berkebutuhan khusus sering kali jadi sasaran para sindikat untuk menarik simpati para wisatawan.
B. Berikut Solusi Untuk Mencegah Maraknya Pengemis di Objek wisata religiÂ
1. Perlu adanya penegakan aturan yang tegas
Harus adanya penegakan aturan yang jelas yang dibuat oleh pihak pengelola wisata maupun dinas sosial agar pengemis ini bisa ditertibkan, namun aturan yang tegas harus disertai juga dengan pendekatan manusiawi sehingga tidak menimbulkan konflik. Dengan adanya aturan yang tegas dan jelas dan pengawasan yang rutin kawasan objek wisata religi dapat lebih tertib.
2. Edukasi wisatawan
Para wisatawan sering kali terdorong untuk memberikan uang kepada pengmis karena dianggap lebih berpahala, namun hal itu dapat mengakibatkan ketergantungan antara pengemis dengan wisatawan. Maka dari itu perlunya untuk mengedukasi para wisatawan agar tidak percaya terhadap hal seperti itu, dan mengedukasi agar bersedekah ke tempat yang tepat seperti di kotak amal resmi yang telah disediakan oleh pihak pengelola wisata. Dengan cara edukasi ini bisa mencegah maraknya pengemis di objek wisata religi.
3. Membuat pelatihan usaha kepada para pengemis
Pihak dinas sosial dan pengelola wisata bisa berkolaborasi mengadakan workshop atau pelatihan mengenai usaha atau kerajinan tangan yang sederhana kepada para pengemis agar mereka bisa mempunyai keahlian, yang mana produk hasil kerajinan tangan tersebut bisa di perjual belikan di area objek wisata religi sehingga bisa menghasilkan keuntungan. Dengan adanya pelatihan ini dapat memberikan harapan bagi para pengemis untuk mendapatkan penghasilan yang baik dan bisa memutus tradisi mengemis turun temurun di objek wisata religi.
Perlu di perhatikan, pengemis yang berkeliaran di area wisata dapat menimbulkan citra negatif bagi objek wisata religi, terutama bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Jika citra wisata religi dihubungkan dengan masalah sosial seperti pengemis yang berlebihan, ada kekhawatiran bahwa hal ini bisa mengakibatkan  pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan dan buruknya objek wisata religi tersebut akan terbengkalai tidak terurus karena sepinya wisatawan yang datang. Oleh karena itu pihak dinas sosial dan pengelola wisata harus saling kerja sama untuk mengawasi dan menertibkan pengemis yang berkeliaran di area objek wisata religi, agar menjadi tempat wisata yang nyaman dan aman bagi para pengunjungnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H