Tapi ini pastilah sangat sulit mengingat percakapan kamu yang tanpa sengaja aku dengar....
"Lut, kamu itu anak siji-siji-ne...kamu itu penerus usaha kami dan kamu itu sarjana teknik yang menjadi kebanggaan ibu. Ibu berharap kamu memikirkan Kartika yang calon dokter. Wis jelas bobot, bibit dan bebetnya..."Â Aku dengar jelas saat tanpa sengaja menguping dari balik sekat pembatas rak makanan kaleng di supermarket.
Lutfi memang mencoba mengenalkan aku dengan ibunya yang dokter juga pengusaha sukses.
Selama ini aku merasa sudah menjadi pacar terbaik buat Lutfi. Menguatkan saat dia terpuruk karena putus dengan Frizka dan aku hadir baginya tidak lagi sekedar sahabat.
Aku membiarkan bibit cinta ini semakin tumbuh subur. Apa yang barusan aku dengar merasa menohok hingga ulu hati. Aku tidak tahu persisi bobot, bibit, dan bebet yang bunda Lutfi harapkan.
Malioboro begitu ramai. Tapi aku merasa  begitu sepi di tengah ramainya kota yang selalu penuh kesan. Aku belum bisa bercerita keputusan final akan kedua orang tuaku yang bercerai. Karena aku tahu ini akan menambah beban pikiran Lutfi yang sebentar lagi akan sidang skripsinya.
Biarlah keramain Malioboro menutupi perasaanku yang gundah dan resah. Ramai Malioboro ekuivalen dengan rasa sepi hati yang tiba-tiba mendera. Lara sekali ....
Mengenang sesorang yang pernah singgah ... miss u Yogyakarta ... 1999 ...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI