Mohon tunggu...
Noor Azasi
Noor Azasi Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni IPB dan Magister Ilmu Universitas Krisnadwipayana

Pegiat sosial, tinggal di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengapa Tidak Dikelola Saja secara Kolektif?

30 Maret 2021   21:46 Diperbarui: 30 Maret 2021   22:18 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaan ini muncul setelah membaca berita tentang penyelewengan bansos terkait Covid-19 dalam Kompas.com dan Tribunnews serta beberapa media online lainnya pada pertengahan Maret 2021 lalu. 

Menurut berita tersebut, Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwokerto telah menetapkan dua orang sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan dari Direktorat Jenderal Bina Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Bina Penta dan PKK) Kementerian Ketenagakerjaan senilai Rp 2,1 miliar. Dana tersebut digunakan untuk membangun delapan Green House pada lahan seluas 3 ribu meter persegi di Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas.

Modus yang dilakukan, kedua tersangka membentuk kelompok tani baru berjumlah 48. Masing-masing mendapatkan bantuan Rp 40 juta. Setelah kelompok tersebut menerima transferan pada awal bulan Desember 2020, keduanya langsung bergerak menunggu ketua kelompok mengambil uang di bank. Setelah ketua kelompok mencairkan dana tersebut, mereka langsung meminta uang tersebut.

Kriteria kegiatan

Berdasarkan Petunjuk Teknis (Juknis) yang dikeluarkan Ditjen Bina Penta Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dana bantuan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan padat karya infrastruktur atau padat karya produktif dengan ketentuan menyerap tenaga kerja sebanyak 20 orang. Setiap pekerja diberikan Uang Perangsang Kerja (UPK) sekitar tujuh puluh ribu rupiah  per hari. Jumlah jam kerja paling sedikit 4 jam dan paling banyak 5 jam per hari selama kurang lebih 10 hari.

Pemilihan dan penetapan lokasi dilakukan dengan memperhatikan kriteria jumlah penerima manfaat (penganggur, setengah penganggur, PMI purna, korban PHK dan masyarakat miskin), ketersediaan infrastruktur, dukungan sumber daya alam maupun sumber daya tenaga kerja dan potensi peningkatan sosial ekonomi masyarakat. Kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan menggunakan dana tersebut meliputi pembuatan/perbaikan saluran atau irigasi tersier, jalan desa atau lingkungan serta sarana-sarana ibadah, pendidikan, ekonomi produktif, social-budaya, olahraga, Mandi Cuci, Kakus (MCK) maupun kegiatan sanitasi dan sterilisasi lingkungan.

Meskipun tidak disebut secara spesifik dalam juknis, Green House sebenarnya dapat berfungsi sebagai sarana ekonomi produktif sekaligus sarana social-budaya dan sarana pendukung edukasi atau pendidikan. Upah sebesar Rp 80 ribu per hari sebagaimana diungkapkan salah seorang pekerja juga sudah sesuai bahkan melebihi standar yang ditentukan dalam Juknis.

Namun curahan waktu dan jumlah pekerja yang terserap bisa jadi memang jauh daripada ketentuan. Menurut berita, pembangunan tersebut hanya dikerjakan sekitar 40 orang pekerja. Padahal setiap kelompok diharapkan mampu mempekerjakan sebanyak dua puluh orang anggotanya atau total sembilan ratus enam puluh orang untuk empat puluh delapan kelompok penerima bantuan tersebut.

Merujuk ketentuan Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (PTPK), setidaknya ada empat unsur yang terdapat dalam delik korupsi : 1) setiap orang, 2) melawan hukum; 3) perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi, 4) dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Menurut ketentuan umum, "setiap orang" meliputi orang-perorangan maupun korporasi.

Pada Pasal 3 UU PTPK ditegaskan pula Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Bila masing kelompok menerima dana Rp 40 juta, maka total dana yang maksimal bisa dikumpulkan dari 48 kelompok sebesar Rp 1,92 milyar. Namun pihak Kejari Purwokerta justru menyebutkan  kerugian negara bertambah dari semula Rp 1,92 miliar menjadi sekitar Rp 2, 1 miliar setelah adanya temuan uang sebanyak Rp 200 juta dari kedua tersangka. Pada sisi lain, pihak ketiga yang menjadi pelaksana pembangunan Green House tersebut mengaku, baru menerima pembayaran Rp 1, 450.000.000,- dari total biaya pembangunan 1.920.000.000,- sehingga masih ada Rp 470 juta yang belum dibayarkan. Biaya pembangunan dihitung Rp 640 ribu per meter persegi dengan luas total 3.000 meter persegi.

Selain aspek legal-formal, penyelesaian kasus ini perlu memperhatikan aspek teknis dan kondisi sosiologis di tengah suasana pandemic corona virus disease 2019 (covid-19). Oleh karena itu, kemanfaatan dari Green House yang dibangun perlu menjadi pertimbangan dalam penyelesaiannya.

Prinsip kemanfaatan

Sekalipun skema pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai dengan Juknis, namun penulis melihat ada sisi positif dari pembangunan Green House ini yang perlu juga dipertimbangkan. Bagaimana dia bisa berfungsi dan berkontribusi dalam mendukung pemulihan ekonomi di tengah situasi pandemic covid-19.

Dalam Ahmad Sukamto (2013), Manfaat dan Tujuan Greenhouse, disebutkan sebagai sarana penunjang agribisnis dan hortikultura, Green House sangat mendukung upaya peningkatan produksi dan kontinyuitas produk. Budidaya pertanian modern dan presisi dengan menggunakan Green House dapat mendatangkan berbagai manfaat, diantaranya pengaturan jadwal produksi, sarana agrowisata dan minimalisasi pestisida. Selain dapat menyesuaikan jadwal produksi secara mandiri, pengaturan iklim mikro dalam Green House akan mengurangi resiko gagal panen.

Green house yang baik juga memberikan perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit. Umumnya dilakukan dengan memasang insect screen pada dinding dan bukaan ventilasi di bagian atap. Bahkan bisa didesain untuk keperluan wisata pendidikan (edu-wisata) dengan melengkapinya taman koleksi yang berisi aneka jenis tanaman langka yang unik dan menarik. Pengunjung bisa diperkenalkan dengan nama-nama tanaman tersebut sambil belajar cara membudidayakannya.

Bila setiap anggota hanya mendapat manfaat berupa UPK sebesar Rp 75 ribu per hari atau Rp 750 ribu dalam sepuluh hari kerja. Tanpa kegiatan produktif yang permanen, mereka akan kembali menganggur setelah pekerjaan selesai. Daripada dipaksakan memperbaiki jalan pada lokasi yang kondisi jalannya sebenarnya relative masih bagus. Atau memperbaiki saluran air yang masih digunakan digunakan. Akan lebih bermanfaat bila digunakan untuk sarana ekonomi produktif multi fungsi seperti Green House.

Penulis melihat sesungguhnya ada niat baik dari inisiator kegiatan ini untuk menjamin kelangsungan dan memberikan manfaat berkelanjutan dari pembangunan Green House tersebut. Namun hal tersebut tidak dikomunikasikan dan disosialisasikan dengan baik pada kelompok-kelompok yang juga menjadi shareholder dalam kegiatan ini. Bahkan desa yang menjadi lokasi pembangunannnya pun, menurut berita, tidak mengetahui adanya kegiatan tersebut.

Atas dasar pertimbangan kemanfaatan, sebaiknya penyelesaian kasus ini dengan mendorong penyelesaian pembangunan dan mendesain ulang pola pengelolaannya agar bisa secara kolektif melalui koperasi sehingga memberi manfaat bagi semua kelompok dan masyarakat sekitarnya. Bila dikelola secara optimal dan profesional, Green House tersebut dapat membantu penyerapan tenaga kerja permanen, baik langsung maupun tidak langsung.

Setidak-tidaknya, ada tiga peran dan posisi yang bisa dijalankan. Pertama, menjadi pengelola Green House. Atas dasar kesepakatan bersama, bisa diatur bergilir dari perwakilan ke-48 kelompok sehingga bisa bekerja sambil belajar, learning by doing. Kedua, mengembangkan kegiatan usaha jasa pendukung dalam bidang pemasaran dan pengolahan maupun usaha kuliner dan transportasi seiring pengembangannya sebagai obyek wisata. Ketiga, memperoleh bagian dari Sisa Hasil Usaha (SHU) sebagaimana pola yang selama ini berjalan dalam koperasi.

Bila pembangunannya tidak diselesaikan dan tidak dimanfaatkan, justru akan lebih merugikan lagi bagi negara. Baik dilihat dari sisi potensi produksi pangan yang dihasilkan, maupun potensinya dalam mendukung perekonomian local serta mendukung perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja secara permanen. Ke depan, perlu redesain program sejalan perkembangan lingkungan strategis dengan lahirnya UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja (UUCK) melalui penyederhanaan formasi kelompok dan penggunaannya benar-benar diarahkan untuk pembangunan infrastruktur produktif. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun