Mohon tunggu...
Noor Amilia
Noor Amilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Palangkaraya

Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

3 Masalah Ini Jadi Ancaman bagi Ekonomi RI 2022? Berikut Kebijakan Fiskal Pemerintah!

22 November 2022   21:35 Diperbarui: 25 November 2022   06:49 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Masalah ekonomi dan keuangan merupakan masalah yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari, seperti jual beli, negosiasi atau ekspor dan impor. Inti dari masalah ekonomi adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

       Indonesia baru-baru ini menghadapi ancaman ekonomi yang serius. Alasannya adalah masalah keuangan. Diantaranya:

1. Sebagian besar subsidi BBM pada APBN membatasi proporsi belanja produktif, seperti Infrastruktur

2. Penurunan penerimaan pajak yang signifikan pada Juni-Agustus 2022

3. Tekanan harga atau inflasi yang diperkeruh oleh situasi geopolitik rusia dan ukrania yang memberikan dampak lebih luas

       Masalah-masalah ini harus diperhatikan dan pemerintah harus segera menanganinya salah satunya dengan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah yang mempengaruhi perekonomian dengan mengubah pengeluaran dan pendapatan pemerintah. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah membuat kebijakan fiskal berikut:

1. Pengurangan subsidi BBM

       Untuk mencegah konsumsi BBM yang meningkat, pemerintah mengurangi subsidi BBM. Hal ini memberikan dampak positif, antara lain penghematan dana masyarakat sehingga dapat digunakan untuk membiayai program lain yang lebih efektif dan tepat sasaran. Penghematan ini juga berguna untuk mengurangi defisit anggaran, mengendalikan konsumsi BBM, dan menghemat sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.

       Tujuan pengelolaan BBM bersubsidi (baik dengan membatasi konsumsi maupun menaikkan harga secara bertahap) adalah untuk mengurangi konsumsi BBM bersubsidi yang terus meningkat dan sulit dikendalikan akibat jumlah kendaraan bermotor yang terus bertambah. Menaikkan subsidi terus membebani anggaran negara, dan subsidi BBM sebagian besar masuk ke tangan masyarakat yang mampu, sehingga tidak tepat sasaran dan tidak efektif. Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi atau menaikkan harga BBM bersubsidi berarti negara bisa menghemat subsidi.

       Penghematan dari subsidi BBM antara lain digunakan untuk membangun infrastruktur angkutan umum yang nyaman, aman dan terjangkau. Hal ini bertujuan agar mendorong masyarakat beralih dari mobil/motor pribadi ke angkutan umum. Dengan begitu, kemacetan lalu lintas bisa dikurangi. Hal ini juga bertujuan untuk mendorong masyarakat untuk beralih dari BBM ke BBG, mengingat hal ini akan dibarengi dengan program konversi penghematan bahan bakar otomotif dari BBM ke BBG. Selain itu, langkah ini juga sebagai sarana pengembangan energi alternatif yang lebih murah, kelestarian lingkungan, pengurangan biaya kesehatan akibat pencemaran udara dari residu BBM, pengurangan penyelundupan dan penimbunan BBM bersubsidi, serta pengurangan kebutuhan BBM kendaraan bermotor. 

       Pengurangan subsidi bahan bakar juga dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, seperti harga BBM bersubsidi naik, harga komoditas yang tergolong kebutuhan pokok dan komoditas yang diperdagangkan naik, daya beli masyarakat menurun, kemungkinan mengalami kerugian karena penurunan penjualan dan biaya operasional  naik pada produsen komoditas yang bukan merupakan prioritas masyarakat. Dalam keadaan seperti ini, pemutusan hubungan kerja karena kerugian perusahaan tidak dapat dihindari. Perusahaan kecil dan menengah juga terancam rugi karena daya beli masyarakat yang menurun dan meleset dari target inflasi yang ditetapkan pemerintah.

2. Insentif perpajakan

       Insentif pajak adalah pengaturan khusus yang memungkinkan pembebasan, tarif pajak yang menguntungkan, pengembalian uang atau penangguhan kewajiban pajak yang diberikan pemerintah kepada pelaku sektor tertentu. Insentif pajak digunakan agar mendorong perkembangan ekonomi sektor tertentu ke arah yang positif. Selain itu, wajib pajak didorong untuk memenuhi kewajiban pajaknya agar dapat meningkatkan pendapatan pemerintah.

       Sampai Agustus 2022, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengatakan bahwa penerimaan pajak mencapai Rp1.171,8 triliun. Menurut Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo, kinerja penerimaan pajak terbilang sangat baik pada periode saat ini . Hal ini dipengaruhi oleh tren melonjaknya harga komoditas, perkembangan ekonomi ekspansif, basis rendah pada tahun 2021, dampak pemberian insentif fiskal, dan dampak implementasi Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

       Untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, pemerintah Republik Indonesia perlu memperluas aset (jenis barang dan jasa dikenai pajak), tax ratio, dan menaikan PPN (pajak pertambahan nilai) semula 10% menjadi 12 %. Ketiganya masuk pada usulan Perubahan Kelima Undang-undang Perubahan No 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU Perpajakan) yang dibahas bersama DPR RI.

3. Mengurangi pengeluaran pemerintah

       Beberapa faktor yang menjadi penyebab inflasi di antaranya melonjaknya harga energi dan disrupsi suplai yang mendorong lonjakan inflasi. Munculnya tekanan pada harga atau inflasi, semakin diperparah dengan terjadinya situasi geopolitik Rusia-Ukraina sehingga menyebabkan dampak yang luas.

       Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan komprehensif di bidang fiskal dan moneter untuk menghadapi hal tersebut. Pemerintah melakukan kebijakan kebijakan fiskal yang dilakukan untuk mencegah inflasi yaitu dengan mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak, melakukan pinjaman, refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menerbitkan Inpres No.4/2020,  menginstruksikan, seluruh Menteri/ Pimpinan/ Gubernur/ Bupati/ Walikota mempercepat refocusing kegiatan dan realokasi anggaran.

       Untuk meningkatkan daya beli masyarakat, Social safety net diberikan  melalui program keluarga harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako dan beras sejahtera. Sehingga diharapkan memperbanyak program padat karya termasuk Dana Desa. Sedangkan insentif dunia usaha dilakukan untuk membantu pelaku usaha khususnya UMKM dan sektor informal.

        Kemenkeu memberikan dorongan/motivasi pajak kepada karyawan dan dunia usaha yaitu pajak penghasilan karyawan ditanggung Pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Disamping itu, insentif Pajak juga diberikan untuk Pertambahan Nilai yang terdampak Covid-19. Presiden Republik Indonesia juga memberikan mentoring agar dapat memprioritaskan pembelian produk UMKM dan mengembangkan  UMKM. Pemerintah juga membuat kebijakan untuk menekan kenaikan harga pangan dan energi, Program Kartu Prakerja juga terus dipacu agar meningkatkan daya saing kerja, kompetensi, dan produktivitas.

       Pemerintah juga mendorong pertumbuhan UMKM, antara lain melalui peningkatan plafon KUR sebesar Rp373,17 triliun pada tahun 2022 dan mensukseskan program Bangga Buatan Indonesia (BBI), serta melanjutkan Program Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur agar dapat memberikan dampak positif yang besar. Berbagai langkah kebijakan dan reformasi struktural tersebut akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Republik Indonesia sehingga membentuk lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas.

       Pada laporan WEO Januari 2022, IMF juga memberikan beberapa anjuran penguatan kerangka kebijakan  komprehensif untuk negara-negara, yaitu memperkuat kebijakan pada sektor kesehatan, termasuk pemerataan vaksin, perubahan kebijakan moneter yang harus didukung dengan komunikasi efektif, memperkuat posisi dan kesinambungan fiskal, memperkuat kerja sama internasional, dan melanjutkan reformasi struktural dan kebijakan perubahan iklim.

---

       Perekonomian dunia mengalami banyak guncangan dan tantangan. Inflasi juga lebih tinggi dari perkiraan, kondisi ekonomi semakin ketat dan keruh, geopolitik antara Rusia dan Ukraina, pandemi COVID-19  berkepanjangan, dan ketidaksesuaian penawaran-permintaan semakin memperlambat prospek ekonomi dunia. Meningkatnya kekhawatiran tentang harga pangan dan energi mengakibatkan tekanan biaya hidup di banyak negara, sehingga menambah tekanan inflasi.

       Selain itu, peristiwa cuaca ekstrem akibat perubahan iklim menyebabkan risiko penurunan prospek ekonomi dunia, dan kenaikan harga energi juga mengganggu jalan menuju transisi hijau. Tantangan international  berkepanjangan telah mengakibatkan meningkatnya utang dan mengganggu jalan pemulihan, yang selanjutnya berdampak pada kelompok masyarakat rentan, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan berkembang. Dalam situasi ekonomi ini, para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral mengambil tindakan nyata guna mengatasi tantangan ekonomi dunia tersebut.

       Sejalan dengan tantangan ekonomi dunia saat ini, anggota G20 memfokuskan kembali komitmen mereka terhadap kebijakan tersistematis, terpola, dan dikomunikasikan dengan baik agar mendukung pemulihan berkelanjutan dan untuk mengurangi efek luka pandemi untuk mendukung pertumbuhan kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Seiring dengan tantangan yang semakin meningkat, G20 menekankan pentingnya menjaga respon kebijakan fiskal agar mampu bergerak cepat dan fleksibel, serta langkah-langkah pengendalian sementara dan tepat sasaran untuk menghindari tekanan inflasi yang meningkat.

       Dalam hal ini, G20 menekankan kembali pentingnya kerja sama kebijakan makro untuk menjaga stabilitas keuangan, dan kebijakan fiskal jangka panjang berkelanjutan, serta melindungi risiko penurunan dan dampak negatif. G20 juga menekankan kembali pentingnya kebijakan makroprudensial, kemajuan Agenda Pembangunan Berkelanjutan, dan transisi berkelanjutan. Untuk mencapai stabilitas harga dan menghindari dampak, G20 juga berkomitmen untuk mengkalibrasi laju pengetatan kebijakan moneter dan fiskal secara tepat.

Noor Amilia - Program Studi Manajemen - Fakultas Ekonomi & Bisnis - Universitas Palangkaraya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun