Mohon tunggu...
Noor WahidHidayattulloh
Noor WahidHidayattulloh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

Saya adalah seorang pengembara yang penuh semangat, selalu siap menjelajahi tempat-tempat baru dan menemukan keajaiban di setiap sudut dunia. Hobi saya yang tak terbantahkan termasuk mengeksplorasi berbagai destinasi wisata, merasakan keunikan budaya, dan menciptakan kenangan tak terlupakan di setiap perjalanan. Di samping itu, saya juga seorang pencinta film dan musik yang berjiwa petualang. Saya menemukan kegembiraan dalam menonton beragam genre film, tetapi romantis dan aksi adalah dua genre yang selalu berhasil menyentuh hati saya. Cerita-cerita yang penuh emosi dan tindakan yang mendebarkan selalu berhasil menarik perhatian saya. Dalam dunia musik, saya sangat menyukai irama romantis yang menggugah perasaan dan juga musik aksi yang penuh enerji. Saya adalah pendengar musik yang bersemangat, selalu mencari pengalaman mendalam melalui nada dan lirik yang bermakna. Keunikan saya terletak pada kepribadian yang berisik dan dinamis. Saya tidak hanya menikmati momen-momen tenang dan introspektif, tetapi juga memiliki sisi yang energetik dan penuh semangat. Saya percaya bahwa hidup harus diisi dengan warna-warni kehidupan, dan saya selalu siap menghadapi tantangan dengan sikap positif dan penuh semangat. Selamat menikmati perjalanan hidup bersama saya!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggali Jejak Sejarah Mesir: Dari Dominasi Militer Hingga Kudeta 2013

6 Januari 2024   12:16 Diperbarui: 6 Januari 2024   12:36 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari tahun 1952 hingga 2011, Mesir diatur oleh pemerintahan militer yang memegang kendali politik. Dominasi militer selama lebih dari setengah abad menyebabkan Mesir berada di bawah rezim otoriter yang dikuasai oleh pemimpin militer. Pada tahun 1952, kekuasaan Raja Farouk beralih ke tangan kelompok "Perwira Bebas" yang dipimpin oleh Gamal Abdel Nasser. Di bawah kepemimpinan Nasser, sistem pemerintahan Mesir berubah dari monarki menjadi republik, sementara Nasser sendiri mengadopsi pendekatan otoriter terhadap gerakan Islam yang berkembang di negara itu, termasuk kelompok Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan al Banna pada tahun 1928.

Setelah kematian Nasser pada tahun 1970, Mohammed Anwar Al Sadat menggantikannya sebagai pemimpin Mesir. Meskipun pemerintahan Sadat juga memiliki elemen militeristik, ia membangun sistem pemerintahan yang lebih sekuler dan cenderung konservatif daripada pendahulunya. Pada masa pemerintahan Nasser, Mesir mengadopsi ideologi "Nasseris" yang bersifat sosialis nasionalis, sementara pada masa pemerintahan Sadat, ada lebih banyak ruang bagi kegiatan politik dan ekonomi.

Kebijakan Sadat yang lebih terbuka digunakan untuk mendapatkan dukungan dari gerakan Islam, termasuk Ikhwanul Muslimin, yang pada tahun 1972 mengakibatkan pembebasan sekelompok tahanan politik dari kelompok tersebut. Meskipun demikian, Sadat tetap menggunakan tindakan represif terhadap gerakan Islam yang menentang pemerintahannya, dan sikap otoriternya menuai kritik dari komunitas internasional. Kepemimpinan Sadat berakhir tragis dengan pembunuhan oleh rakyatnya sendiri.

Dua minggu setelah kematian Sadat, pada 14 Oktober 1981, Hosni Mubarak menjadi presiden Mesir. Sebagai mantan Komandan Angkatan Udara Mesir, Mubarak menerapkan kebijakan-kebijakan otoriter selama tiga dekade pemerintahannya. Gelombang revolusi Timur Tengah pada tahun 2011 akhirnya berhasil menjatuhkan rezim otoriter Mubarak, menciptakan momentum demokratisasi di kawasan tersebut.

Revolusi ini, yang dikenal sebagai Arab Spring atau Musim Semi Arab, dimulai dengan protes oleh seorang pemuda bernama Mohammed Bouazizi di Tunisia. Aksi protes Bouazizi, yang membakar diri sebagai protes terhadap ketidakadilan pemerintahan Presiden Ben Ali, menjadi pemicu demonstrasi massal di Tunisia dan negara-negara lain di Timur Tengah, termasuk Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah. Berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok radikal, turun ke jalan untuk menuntut sistem pemerintahan yang lebih demokratis.

Sebagian besar negara di Timur Tengah mengadopsi sistem pemerintahan monarki absolut atau semi-demokrasi yang cenderung otoriter (Nashrullah, Propaganda Demokrasi di Tengah Musim Semi, 2015). Presiden Hosni Mubarak, yang memerintah selama 32 tahun di Mesir, terpengaruh oleh gelombang demokrasi. Pemerintahan Mubarak yang terkenal korup dan otoriter menjadi pemicu aksi demonstrasi di beberapa kota Mesir. Revolusi Mesir pada 25 Januari 2011 dimulai sebagai gerakan anti-rezim Mubarak yang dipimpin oleh aktivis Mesir melalui platform sosial media seperti Facebook. Aktivis Mesir, Asmaa Mahfouz, mengeluarkan seruan untuk protes di Tahrir Square pada 25 Januari 2011. Seruan tersebut, yang dirilis pada 18 Januari 2011, menginspirasi ribuan warga Mesir untuk turun ke jalan dalam demonstrasi besar di Lapangan Tahrir, Kairo, menuntut turunnya rezim otoriter Hosni Mubarak dari jabatannya (Mandey, 2014).

Demonstrasi besar selama 18 hari di Mesir berhasil menggulingkan rezim otoriter Mubarak. Pada 11 Februari 2011, Mubarak secara resmi mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan kepada Wakil Presiden Omar Suleiman sebagai presiden de facto sejak 10 Februari 2011. Kekosongan kepemimpinan di Mesir kemudian diisi oleh Dewan Agung Militer (Supreme Council of the Armed Forces-SCAF) di bawah pimpinan Mohamed Hussein Tantawi. SCAF sepenuhnya mengendalikan kekuasaan eksekutif Mesir (Abdurahman, Dinamika Pemerintahan Mesir Menuju Negara Yang Demokratis: Ditandai Persaingan Antara Demokrat Islam Dengan Militer, 2014).

Meskipun jatuhnya rezim Mubarak tidak langsung mengakhiri dominasi militer di Mesir, pemerintahan sementara dipegang oleh SCAF. Pada 30 Maret 2011, SCAF melakukan amendemen terbatas pada Konstitusi Mesir untuk memperkuat posisi militer. Meskipun begitu, tekanan dari masyarakat Mesir dan komunitas internasional tetap mendorong kelanjutan proses demokrasi. Oleh karena itu, SCAF memberikan kesempatan kepada elit sipil untuk terlibat dalam politik melalui pemilihan umum (Basyar, 2015).

Partai FJP memenangkan pemilu parlemen dalam tiga tahap, memberikan harapan baru bagi oposisi Ikhwanul Muslimin. Pada pemilu presiden, FJP mengusung Muhammad Mursi sebagai kandidat presiden, dan pada 24 Juni 2012, Mursi terpilih dalam putaran kedua. Ini merupakan kali pertama dalam sejarah politik Mesir bahwa seorang elit sipil terpilih sebagai presiden melalui proses demokratis setelah tumbangnya rezim otoriter sejak tahun 1952. Namun, pemerintahan Mursi masih dipengaruhi oleh militer, dengan SCAF tetap memiliki wewenang untuk memilih Dewan Konstituante baru (Lisbet, 2013).

Setelah dilantik sebagai Presiden Mesir pada 30 Juni 2012, Mursi bersikap bertentangan dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Upaya Mursi untuk mengembalikan anggota parlemen yang dibubarkan oleh MK melalui Dekrit 8 Juli 2012 tidak berhasil, dan parlemen tetap dibubarkan pada 17 Juli 2012.

Tidak lama setelah itu, Mursi mengeluarkan Dekrit pada 12 Agustus 2012 yang mencabut kekuasaan SCAF di tingkat legislatif. Peran Militer Mesir menjadi semakin lemah, terutama setelah ketegangan antara Presiden Mursi dan militer mengakibatkan pemecatan Kepala SCAF, Mohamed Hussein Tantawi. Namun, beberapa bulan kemudian, Mursi kembali mengeluarkan Dekrit pada 22 November 2012, memberinya kekuasaan yang hampir tanpa batas. Sikap Mursi yang mengekang kekuasaan Militer Mesir akhirnya memicu protes dari rakyat, terutama dari kelompok liberal sekuler. Mursi kemudian mengeluarkan dekrit, salah satunya mencabut dekrit sebelumnya, sebagai upaya untuk meredam protes dari oposisi dan masyarakat Mesir (Basyar, 2015).

Meskipun dekrit tersebut dicabut, protes dari kelompok oposisi yang sudah anti terhadap pemerintahan Mursi tetap berlanjut. Bahkan sebelum peringatan satu tahun kepemimpinan Mursi pada 30 Juni 2013, gerakan Tamarod, yang berasal dari kelompok oposisi liberal sekuler, mulai memberontak dan menuntut agar Mursi turun dari jabatannya. Pemerintahan Mursi dianggap telah menyimpang dari jalur demokrasi yang sedang berkembang di Mesir. Sikap otoriter yang ditunjukkan oleh Mursi membuat Mesir mengalami demokrasi yang membeku sebelum sempat berkembang setelah Revolusi 2011.

Melihat gejolak politik di Mesir, Kepala SCAF Abdel Fattah Al Sisi memberikan ultimatum kepada Presiden Mursi untuk menyelesaikan konflik politik dalam waktu 48 jam sejak 1 Juli 2013. Mursi tidak menyangka bahwa Al Sisi, yang telah diangkat sebagai Kepala SCAF menggantikan Mohamed Hussein Tantawi, akan mengambil langkah untuk menggulingkan kekuasaannya setelah menolak ultimatum tersebut. Pada malam 3 Juli 2013, SCAF di bawah pimpinan Al Sisi secara paksa mengambil alih kekuasaan dari Presiden Mursi. Kudeta Militer ini mengakhiri kekuasaan Mursi, yang terpilih secara demokratis, dan dianggap sebagai bentuk penghancuran demokrasi di Mesir (Harian Suara Merdeka, 2013).

Setelah kudeta yang menggulingkan pemerintahan demokrasi Mursi, junta militer di bawah Abdel Fattah Al Sisi menguasai panggung politik. Ketua Mahkamah Konstitusi Mesir, Adly Mansour, ditunjuk sebagai presiden pemerintahan sementara hingga pemilu presiden berikutnya. Pada pemilu presiden tahun 2014, yang hanya diikuti oleh dua kandidat, Al Sisi meraih kemenangan mutlak dengan memperoleh 96,93% suara pemilih sah, mengalahkan lawan politiknya, Hamdeen Sabahi, yang hanya mendapatkan 03,07%. Dengan kemenangan ini, Mesir kembali dipimpin oleh militer setelah satu tahun kepemimpinan Presiden Mursi dari kalangan sipil (Basyar, 2015, p. 3). Penelitian akan difokuskan pada munculnya rezim otoriter baru pasca kudeta militer 2013 dan bagaimana karakteristik pemerintahan Mesir di bawah Presiden Abdel Fattah Al Sisi dalam membangun kembali rezim otoriter baru. Tujuannya adalah untuk mengetahui ciri-ciri pemerintahan Mesir setelah kudeta militer 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun