Meskipun dekrit tersebut dicabut, protes dari kelompok oposisi yang sudah anti terhadap pemerintahan Mursi tetap berlanjut. Bahkan sebelum peringatan satu tahun kepemimpinan Mursi pada 30 Juni 2013, gerakan Tamarod, yang berasal dari kelompok oposisi liberal sekuler, mulai memberontak dan menuntut agar Mursi turun dari jabatannya. Pemerintahan Mursi dianggap telah menyimpang dari jalur demokrasi yang sedang berkembang di Mesir. Sikap otoriter yang ditunjukkan oleh Mursi membuat Mesir mengalami demokrasi yang membeku sebelum sempat berkembang setelah Revolusi 2011.
Melihat gejolak politik di Mesir, Kepala SCAF Abdel Fattah Al Sisi memberikan ultimatum kepada Presiden Mursi untuk menyelesaikan konflik politik dalam waktu 48 jam sejak 1 Juli 2013. Mursi tidak menyangka bahwa Al Sisi, yang telah diangkat sebagai Kepala SCAF menggantikan Mohamed Hussein Tantawi, akan mengambil langkah untuk menggulingkan kekuasaannya setelah menolak ultimatum tersebut. Pada malam 3 Juli 2013, SCAF di bawah pimpinan Al Sisi secara paksa mengambil alih kekuasaan dari Presiden Mursi. Kudeta Militer ini mengakhiri kekuasaan Mursi, yang terpilih secara demokratis, dan dianggap sebagai bentuk penghancuran demokrasi di Mesir (Harian Suara Merdeka, 2013).
Setelah kudeta yang menggulingkan pemerintahan demokrasi Mursi, junta militer di bawah Abdel Fattah Al Sisi menguasai panggung politik. Ketua Mahkamah Konstitusi Mesir, Adly Mansour, ditunjuk sebagai presiden pemerintahan sementara hingga pemilu presiden berikutnya. Pada pemilu presiden tahun 2014, yang hanya diikuti oleh dua kandidat, Al Sisi meraih kemenangan mutlak dengan memperoleh 96,93% suara pemilih sah, mengalahkan lawan politiknya, Hamdeen Sabahi, yang hanya mendapatkan 03,07%. Dengan kemenangan ini, Mesir kembali dipimpin oleh militer setelah satu tahun kepemimpinan Presiden Mursi dari kalangan sipil (Basyar, 2015, p. 3). Penelitian akan difokuskan pada munculnya rezim otoriter baru pasca kudeta militer 2013 dan bagaimana karakteristik pemerintahan Mesir di bawah Presiden Abdel Fattah Al Sisi dalam membangun kembali rezim otoriter baru. Tujuannya adalah untuk mengetahui ciri-ciri pemerintahan Mesir setelah kudeta militer 2013.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H