Mohon tunggu...
Noor IzZumara
Noor IzZumara Mohon Tunggu... Guru - Guru Anak Usia Dini

Saya adalah seorang pendidik anak usia dini sejak tahun 2001. Dunia anak usia dini menarik bagi saya karena tidak hanya berfokus pada pembelajaran untuk anak namun juga memberikan pendampingan pengasuhan untuk para orang tua

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Seribu Bahasa Anak dalam Bermain

27 Desember 2024   14:00 Diperbarui: 27 Desember 2024   14:05 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Bermain adalah  dunia anak-anak. "Seribu bahasa anak",  menggambarkan bahwa anak-anak memiliki banyak cara untuk berkomunikasi, bereksplorasi, dan memahami dunia. Bermain menjadi salah satu media yang memungkinkan anak-anak mengekspresikan bahasa tersebut. Dalam artikel ini, pemikiran Emmi Pikler dan teori psikoanalisa akan digunakan untuk menjelaskan bagaimana bermain dapat mendukung perkembangan anak secara holistik, cara anak mengungkapkan bahasanya dan peran penting orang dewasa dalam mendukung perkembangannya

Emmi Pikler (Sagastui et al., 2020) menekankan pentingnya kebebasan dan otonomi anak dalam proses bermain. Menurut Pikler, lingkungan yang mendukung eksplorasi mandiri memberikan ruang bagi anak untuk mengembangkan keterampilan fisik, emosi, dan sosial secara alami. Observasi yang dilakukan secara sistematis yang dilakukan oleh orang dewasa menunjukkan bahwa bermain bebas yang dilakukan anak yang didampingi secara minimal  memperkuat rasa percaya diri anak dan kemampuan  untuk menentukan keinginan mereka sendiri

Terinspirasi dari Pikler Nursery School, anak-anak diberi kebebasan untuk menjelajahi lingkungan sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka. Sementara orang dewasa, baik guru maupun orang tua, hadir dan berperan sebagai pendukung pasif yang menyediakan  ruang aman dan memberikan perhatian yang dibutuhkan anak. Orang dewasa tidak mengarahkan permainan dan tidak memberikan intervensi saat anak-anak bermain, tetapi mereka hadir untuk mendukung ketika anak membutuhkan bantuan atau penguatan emosional. Hal ini mengajarkan anak bahwa setiap tindakan mereka penting dan bermakna. Proses ini membangun hubungan yang stabil dan mendalam antara anak dengan lingkungannya, dan mendukung perkembangan emosi yang sehat.

Lebih jauh Pikler menjelaskan bahwa permainan bebas memungkinkan anak untuk belajar dari pengalaman nyata. Ketika anak mengambil keputusan sendiri, mereka belajar tentang konsekuensi, keterampilan penyelesaian masalah, dan bagaimana memengaruhi lingkungan mereka secara positif. Deci dan Ryan (2000)(Cavell, 1954) menyatakan bahwa "proses ini mendukung tiga kebutuhan dasar manusia dalam teori determinasi diri: otonomi, kompetensi, dan keterkaitan" (hal. 68).

Dari perspektif psikoanalisa, bermain dipandang sebagai cara anak-anak mengungkapkan konflik batin dan fantasi mereka. Sigmund Freud(Winnicott, 1953) berpendapat bahwa bermain adalah sarana sublimasi, di mana anak-anak dapat menyalurkan dorongan atau emosi yang tidak dapat mereka ekspresikan secara langsung. Bermain membantu anak memproses pengalaman yang menimbulkan ketegangan atau ketakutan dengan cara yang aman dan menyenangkan.

Melalui permainan simbolik, seperti bermain peran  anak-anak menciptakan skenario yang mencerminkan pengalaman mereka sehari-hari. Misalnya, seorang anak yang merasa takut ditinggalkan mungkin memainkan adegan di mana ia "meninggalkan" bonekanya, sehingga ia dapat mengatasi rasa takut tersebut. Dalam proses ini, anak-anak belajar mengatur emosi mereka dan mengembangkan rasa kontrol terhadap dunia di sekitar mereka.

Donald Winnicott, seorang psikoanalis terkemuka, memperluas pemikiran ini dengan konsep "ruang bermain" (play space). Ia menjelaskan bahwa bermain terjadi di dalam ruang   antara realitas eksternal dan dunia internal anak. Dalam ruang ini, anak-anak merasa aman untuk berkreasi, mengeksplorasi, dan memproyeksikan pikiran mereka. Lingkungan yang mendukung dan tidak menghakimi, seperti yang ditekankan oleh Pikler, memperbesar manfaat terapeutik dari ruang bermain ini.

Cameron (Prins et al., 2023) di dalam sebuah artikel menyampaikan bahwa pengalaman bermain di alam menghasilkan kekayaan kata dalam pembicaraan anak. Dari sini kita dapat mengetahui di saat anak bermain bebas mereka akan menghasilkan kosa kata yang lebih banyak

Anak-anak menggunakan berbagai cara untuk mengekspresikan bahasa mereka dalam bermain, termasuk:

  1. Bahasa verbal, dimana anak berbicara atau bercerita saat bermain, menciptakan dialog imajiner, atau berbicara tentang pengalaman mereka.
  2. Bahasa visual, di sini anak menggambar, melukis, atau membuat karya seni lain untuk mengekspresikan perasaan dan ide mereka.
  3. Bahasa tubuh, anak menggunakan tubuh mereka untuk menari, bermain peran, atau melakukan gerakan lain yang menggambarkan emosi atau cerita tertentu.
  4. Bahasa irama,  anak menciptakan irama sederhana, menyanyi, atau menggunakan alat musik untuk mengekspresikan suasana hati mereka.
  5. Bahasa simbolik, melalui kegiatan bermain peran atau menggunakan objek sebagai simbol, seperti menggunakan kotak kardus sebagai "mobil" atau "rumah."

Setiap cara ini adalah cerminan unik dari dunia batin anak dan cara mereka memahami dunia di sekitar mereka. Orang dewasa yang peka terhadap "bahasa" ini dapat membantu anak mengeksplorasi potensinya secara maksimal.

Di Indonesia, pendidikan anak usia dini menekankan pendekatan berbasis bermain  sebagai metode utama. Bermain dianggap sebagai metode terbaik untuk mengintegrasikan aspek perkembangan kognitif, emosional, sosial, dan fisik anak. Kurikulum PAUD, memprioritaskan pembelajaran yang berpusat pada anak dengan memberikan kebebasan untuk bereksplorasi sesuai dengan minat dan kebutuhan mereka.

Pendidikan AUD di Indonesia juga memperhatikan nilai-nilai budaya lokal. Melalui permainan tradisional seperti congklak, lompat tali, dan petak umpet, anak-anak belajar tentang kerja sama, aturan, dan nilai-nilai sosial yang relevan dengan konteks budaya mereka. Permainan ini menjadi salah satu bentuk konkret dari "seribu bahasa anak" yang tidak hanya mendukung ekspresi diri tetapi juga memperkuat identitas budaya.

Peran orang dewasa, baik guru maupun orang tua, sangat penting dalam mendukung anak-anak menggunakan "seribu bahasa" mereka. Orang dewasa harus menciptakan lingkungan yang aman, menghormati otonomi anak, dan memberikan dukungan emosional yang diperlukan. Berikut adalah beberapa cara orang dewasa dapat mendukung anak:

  1. Menciptakan lingkungan yang kaya stimulasi. Guru dan orang tua dapat menyediakan bahan permainan yang beragam, seperti balok, boneka, tanah liat, atau alat musik. Lingkungan yang kaya ini memungkinkan anak untuk bereksplorasi dan mengekspresikan ide mereka dengan berbagai cara.
  2. Menjadi pendengar yang aktif. Orang dewasa perlu memberikan ruang bagi anak untuk bercerita, mendengarkan dengan perhatian penuh ketika anak berbicara atau menunjukkan karya mereka. Dengan memberikan perhatian penuh, orang dewasa membantu anak merasa dihargai dan lebih percaya diri dalam mengungkapkan diri.
  3. Mengamati tanpa mengontrol observasi adalah kunci untuk memahami kebutuhan anak. Orang dewasa harus menghindari campur tangan yang berlebihan dalam permainan anak, tetapi tetap hadir untuk memberikan dukungan jika diperlukan. Pendekatan ini memungkinkan anak mengembangkan kemandirian.
  4. Menggunakan bahasa yang positif saat berbicara dengan anak.  Guru dan orang tua dapat menggunakan bahasa yang mendukung untuk mendorong anak mengeksplorasi lebih jauh. Misalnya, "Apa yang kamu buat sangat menarik! Ceritakan lebih banyak tentang itu."
  5. Memberikan ruang kepada anak untuk berimajinasi Orang dewasa harus memberikan waktu dan ruang bagi anak untuk bermain tanpa tekanan atau batasan waktu. Bermain bebas memungkinkan anak menggunakan imajinasi mereka secara maksimal.

Pemikiran Pikler dan teori psikoanalisa saling melengkapi dalam memahami pentingnya bermain bagi anak. Pikler menyoroti pentingnya kebebasan dan eksplorasi, sedangkan psikoanalisa menekankan bagaimana bermain membantu anak memahami dan mengatur dunia batinnya. Kedua pendekatan ini sepakat bahwa peran orang dewasa adalah memberikan dukungan yang posistif tanpa mengontrol proses bermain anak.

Ketika anak-anak bermain bebas di lingkungan yang aman dan suportif, mereka dapat menggunakan "seribu bahasa" untuk mengeksplorasi ide, memproses emosi, dan mengembangkan keterampilan sosial. Proses ini memperkuat kapasitas anak untuk belajar, beradaptasi, dan berkomunikasi.

Untuk mengintegrasikan konsep seribu bahasa anak ke dalam pembelajaran AUD di Indonesia, berikut beberapa rekomendasi praktis:

1. Lingkungan pembelajaran dirancang menjadi ruang kelas yang fleksibel dan kaya stimulasi, dengan area khusus untuk berbagai jenis permainan seperti seni, musik, gerak, dan bermain peran. Menyediakan bahan-bahan daur ulang untuk mendorong kreativitas dalam permainan simbolik.

2. Metode pembelajaran dengan merapkan metode pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) yang melibatkan anak dalam eksplorasi mendalam terhadap suatu tema. menggunakan permainan tradisional dan modern secara bergantian untuk mendukung pengembangan keterampilan sosial dan teknologi.

3. memaksialkan peran guru dengan memberikan pelatihan untuk mengadopsi pendekatan pengamatan tanpa kontrol berlebihan, sehingga anak dapat mengembangkan otonomi dan rasa percaya diri. Memberikan pelatihan berkala kepada guru tentang cara memahami berbagai "bahasa" anak, termasuk ekspresi non-verbal dan simbolik

4. Kolaborasi dengan Orang Tua degan melibatkan orang tua dalam kegiatan bermain bersama di rumah dan sekolah. Sekolah menyediakan panduan sederhana untuk orang tua dalam mendukung anak bereksplorasi menggunakan seribu bahasa mereka.

5. Memanfaatkan teknologi dengan menggunakan aplikasi edukasi yang mendukung kreativitas, seperti aplikasi menggambar atau membuat cerita digital. Memastikan penggunaan waktu layar (screen time) anak tetap seimbang dengan waktu bermain fisik.

Bermain bukan sekadar aktivitas rekreasional, melainkan kebutuhan dasar yang mendukung perkembangan anak secara menyeluruh. Dengan mengintegrasikan pemikiran Emmi Pikler dan teori psikoanalisa, serta memahami peran orang dewasa dan cara anak mengungkapkan bahasa, kita dapat lebih memahami bagaimana bermain memungkinkan anak-anak mengekspresikan diri, belajar dari pengalaman, dan menghadapi tantangan emosional mereka. Konsep "seribu bahasa anak" menjadi nyata dalam bermain, di mana setiap langkah, kata, atau gerakan mereka adalah cerminan dari dunia batin yang kaya dan penuh potensi.

Referensi

Cavell, A. J. (1954). A rapid method for the determination of nitrogen, phosphorus and potassium in plant materials. Journal of the Science of Food and Agriculture, 5(4), 195–200. https://doi.org/10.1002/jsfa.2740050407

Prins, J., van der Wilt, F., van Santen, S., van der Veen, C., & Hovinga, D. (2023). The importance of play in natural environments for children’s language development: an explorative study in early childhood education. International Journal of Early Years Education, 31(2), 450–466. https://doi.org/10.1080/09669760.2022.2144147

Sagastui, J., Herrán, E., & Anguera, M. T. (2020). A Systematic Observation of Early Childhood Educators Accompanying Young Children’s Free Play at Emmi Pikler Nursery School: Instrumental Behaviors and Their Relational Value. Frontiers in Psychology, 11(July), 1–12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01731

Winnicott, D. W. (1953). Playing & Reality - Chapter 1: Transitional Objects and Transitional Phenomena. International Journal of Psycho-Analysis, 34(2), 1–18.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun