Awalnya kereta cepat merupakan gagasan Jepang di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), sudah melakukan studi kelayakan dengan biaya 3,5 juta dollar meski belum diputuskan pemerintah Indonesia.                                       Â
Pada Agustus 2015,  Jepang mengajukan  tawaran investasi kereta cepat sebesar 6,2 miliar dollar Amerika, namun pada Maret 2016, China  menawarkan nilai investasi yang lebih murah dari Jepang  yakni sebesar 5,5 miliar dollar Amerika.                                                         Â
Tawaran China mendapat respon dari pemerintah dengan menandatangani nota kesepahaman kerja sama pada Maret 2016, meski hal itu menimbulkan kekecewaan pemerintah Jepang. Duta Besar Jepang  sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan kepada Indonesia.
Namun dalam pelaksanaannya terjadi pembengkakan biaya  atau cost overrun menjadi 7,27 milyar dollar Amerika, dan yang seharusnya rampung pada 2019 molor empat tahun ke 2023.
Dalam  perhitungan dan kalkulasi,  membuat pesawat terbang jauh lebih sulit dan lebih rumit dibandingkan dengan membuat kereta api (cepat). Terbukti dengan kereta api lebih dahulu dibuat oleh Ricahard Trevithick pada tahun 1804,  dan baru 1903 Wright bersaudara membuat pesawat yang pertama.
Karena itulah, andaikan momentum Hari Kebangkitan Teknologi Nasional terus di-spirit-kan dan digelorakan oleh segenap komponen bangsa, serta pembangunan berkesinambungan  dilakukan oleh setiap episode pemerintahan, bukan tidak mungkin kereta cepat itu dibuat oleh putra-putri Indonesia.  []njn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H