Berbeda rumusan demokrasi konsep John Locke dan Montesquie dengan demokrasi yang dirumuskan oleh para pendiri Republik Indonesia---disebut “Sistem Sendiri”.
"Sistem Sendiri” menstruktur Majalis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi (trias politica-pembagian kekuasaan setara antara eksekutif, legislatif, yudikatif) yang anggotanya terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-legislatif), dipilih oleh rakyat, Utusan Daerah dan Utusan Golongan, tidak dipilih melainkan ditunjuk. Mengapa ada yang ditunjuk? Karena kelompok minoritas, etnis tertentu---suku anak dalam, golongan atau kumpulan---mereka yang tidak berafiliasi pada parpol harus terwakili di MPR sebagai representasi atau penjelmaan perwakilan seluruh rakyat Indonesia (sila ke 4 Pancasila).
UUD ’45 Proklamasi adalah hasil perenungan dan pemikiran bijak dan bajik pendiri bangsa berpuluh tahun di tempat pembuangan di Boven Digoel, Ende, Banda Naere, dan di sel-sel sempit di penjara Banceuy, Sukamiskin, Cipinang, Glodok, Kalisosok, dan di penjara-penjara di Belanda. Buah pikir “jenial” yang menghasilkan mahakarya (master-piece)---yaitu “konstitusi” yang disusun dengan tingkat nalar prima oleh para pendiri bangsa (Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Prof. Dr. Mr. Supomo, Prof. Dr. Husein Djajadiningrat, Mr. A.A. Maramis, KH Wahid Hasyim, dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Iwa Kusuma Sumantri, Mr. Ahmad Soebardjo, Oto Iskandar Dinata, Ki Bagus Hadikusumo, dkk), sebagai patokan hukum dan politik tertinggi---sebagai monumen hukum dan politik yang menaungi Republik Indonesia.
Sangat disayangkan, master-piecekarya negarawan pendiri bangsa, dirubah di sidang MPR 1999 hingga 2002 oleh sekedar para politisi di Senayan. Sepatutnya peristiwa yang menimpa Rahmawati disikapi dengan membentuk Lembaga Konstitusi, semacam Konstituante---yang anggotanya terdiri dari akedemisi, bukan politikus---mengkaji dengan sungguh-sungguh UUD amandemen. Atau lakukan referendum---tanyakan langsung kepada rakyat---karena rakyat yang merasakan apakah UUD amandemen membuat kemashalatan atau kemudharatan untuk rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H