Mohon tunggu...
Nonny Sulistiany
Nonny Sulistiany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa prodi Pendidikan Masyarakat Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

SDGs Kota dan Pemukiman Berkelanjutan: Proporsi Ruang Terbuka Perkotaan untuk Semua

16 Desember 2024   17:59 Diperbarui: 16 Desember 2024   17:59 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Terbuka PerkotaanSumber: Google

SDGs (Sustainable Development Goals) 11, yang berfokus pada "Kota dan Pemukiman Berkelanjutan" bertujuan untuk menjadikan wilayah perkotaan inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Dalam era urbanisasi yang semakin pesat, kota-kota di seluruh dunia menghadapi berbagai tantangan, seperti peningkatan populasi, kemacetan, polusi, dan penurunan kualitas lingkungan hidup. Salah satu solusi utama untuk menghadapi tantangan ini adalah memastikan keberadaan ruang terbuka perkotaan yang memadai dan dapat diakses oleh semua orang.

Ruang terbuka perkotaan memiliki peran vital dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan nyaman. Selain menyediakan tempat untuk rekreasi dan interaksi sosial, ruang terbuka juga berfungsi sebagai paru-paru kota yang membantu menyerap polusi udara, mengurangi efek panas kota (urban heat island), serta mendukung konservasi keanekaragaman hayati. Dengan menyediakan ruang hijau yang cukup, kota-kota tidak hanya menjadi lebih layak huni, tetapi juga mampu mendukung keseimbangan ekosistem yang berkelanjutan. Oleh karena itu, keberadaan ruang terbuka perkotaan yang memadai merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan visi SDGs 11.

Indikator Ruang Terbuka Perkotaan

Ruang terbuka di kawasan perkotaan mencakup lahan terbangun yang dapat berupa ruang publik, jalan, serta area di sekitar jalan. Kawasan perkotaan sendiri merupakan wilayah fungsional yang aktivitas utamanya berfokus pada perdagangan dan jasa, dengan batasannya tidak selalu mengikuti batas administratif. Secara global, kawasan perkotaan dibagi menjadi lahan terbangun dan lahan tidak terbangun. Lahan tidak terbangun berfungsi sebagai kawasan lindung, sementara lahan terbangun dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya sesuai dengan prinsip penataan ruang. Dalam indikator ini, luas lahan yang dihitung adalah luas kawasan budidaya atau lahan terbangun. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan untuk dimanfaatkan sesuai dengan kondisi dan potensi sumber daya alam, manusia, serta buatan. Kawasan ini meliputi hutan produksi, hutan rakyat, area pertanian, kawasan pertambangan, peruntukan industri, pariwisata, dan permukiman. 

Ruang Terbuka PerkotaanSumber: Google
Ruang Terbuka PerkotaanSumber: Google

Ruang publik dalam kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi dua jenis: Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbuka Non-Hijau (RTNH). Menurut UU No. 26 Tahun 2007, RTH adalah area berbentuk jalur atau kelompok yang bersifat terbuka dan berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alami maupun yang ditanam. Contoh RTH meliputi taman, taman hutan raya (Tahura), jalur sempadan sungai, dan lainnya. Proporsi RTH di wilayah perkotaan minimal 30% dari total luas kota, yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. RTH yang diperhitungkan mencakup baik RTH publik maupun RTH privat, karena beberapa RTH privat juga dapat diakses oleh masyarakat meskipun aksesnya lebih terbatas dibandingkan dengan RTH publik.

Manfaat Ruang Terbuka Perkotaan

Manfaat ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan, sebagaimana diuraikan dalam Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, tidak hanya terbatas pada upaya menghijaukan kota dan memperbaiki sirkulasi udara, tetapi juga mencakup berbagai fungsi lainnya, antara lain:

1. Fungsi Ekologi RTH

RTH berperan sebagai paru-paru kota atau wilayah, karena tanaman di dalamnya mampu menyerap karbon dioksida (CO2), menghasilkan oksigen, menurunkan suhu, menciptakan suasana sejuk, serta berfungsi sebagai area resapan air.

2. Sebagai Tempat Rekreasi

Penataan RTH oleh pemerintah menciptakan ruang bagi masyarakat untuk bersantai bersama keluarga, berolahraga, atau menghabiskan waktu sambil menyelesaikan tugas. Hal ini menjadikan RTH lokasi yang nyaman untuk rekreasi.

3. Fungsi Estetika RTH

Keberadaan RTH mempercantik lingkungan, baik di kawasan permukiman, perkantoran, sekolah, maupun area lainnya. Pemandangan hijau pepohonan dan udara yang segar juga membantu mengurangi kejenuhan setelah beraktivitas sepanjang hari.

4. Fungsi Planologi RTH

RTH berfungsi sebagai pembatas antara berbagai ruang dengan fungsi dan kegunaan yang berbeda, sehingga membantu dalam perencanaan dan pengaturan tata ruang kota.

5. Fungsi Pendidikan dan Ekonomi

RTH dapat menjadi sarana pembelajaran bagi siswa-siswi untuk mengenal berbagai jenis tanaman, sekaligus menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Dari segi ekonomi, RTH juga memiliki nilai yang menjanjikan, baik melalui tanaman hias, buah-buahan, maupun kayu yang dapat dimanfaatkan.

Kondisi Proporsi Ruang Terbuka di Indonesia

Kondisi ruang terbuka hijau (RTH) di Indonesia masih belum optimal, meskipun manfaatnya sangat besar. Menurut Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, Danis Hidayat Sumadilaga, minimnya luas RTH di kota-kota besar disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah keterbatasan lahan yang dimiliki pemerintah daerah untuk dikembangkan sebagai RTH, tidak adanya anggaran khusus untuk RTH, serta proses pembelian lahan yang rumit akibat harga yang tinggi atau lokasi yang kurang strategis. Akibatnya, banyak pemerintah kota (Pemkot) kesulitan memenuhi porsi RTH yang diamanatkan oleh undang-undang.  

Berdasarkan ketentuan, proporsi RTH di wilayah perkotaan minimal 30% dari total luas wilayah, dengan 20% di antaranya harus berupa RTH publik. Namun, beberapa kota besar masih jauh dari target ini. Di DKI Jakarta, misalnya, RTH di kawasan Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat tercatat berada di bawah 8%. Bahkan, Jakarta Barat hanya memiliki RTH sebesar 0,02% pada tahun 2023.  Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Surabaya menjadi kota dengan proporsi RTH terbesar di Indonesia, mencapai 410.588,58%. Angka ini jauh melampaui daerah lain di Indonesia. Di peringkat kedua, Kabupaten Sleman di DI Yogyakarta memiliki RTH sebesar 126,87%. Dari wilayah luar Jawa, Kabupaten Kolaka di Sulawesi Tenggara menempati posisi ketiga dengan proporsi RTH sebesar 95,80%, diikuti oleh Kabupaten Lebong di Bengkulu (72,93%) dan Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan (60,78%).  Wilayah-wilayah tersebut telah memenuhi ambang batas minimal ketersediaan RTH di perkotaan. Namun, secara keseluruhan, distribusi ketersediaan RTH masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia. 

Strategi Mewujudkan Ruang Terbuka yang Inklusif dan Berkelanjutan

Mewujudkan ruang terbuka yang inklusif dan berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu strategi utama adalah perencanaan tata ruang berbasis partisipasi, di mana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pendekatan ini memastikan bahwa ruang terbuka dirancang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi komunitas lokal, sehingga penggunaannya dapat lebih efektif dan bermanfaat bagi semua kalangan, termasuk kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah juga memainkan peran penting dalam mendukung pengadaan dan pemeliharaan ruang terbuka. Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang mewajibkan alokasi ruang terbuka dalam rencana tata kota, memberikan insentif kepada pengembang yang menyediakan ruang hijau, serta memastikan anggaran yang memadai untuk perawatan dan peningkatan kualitas ruang terbuka yang sudah ada.

Selain itu, penggunaan teknologi, seperti Sistem Informasi Geografis (GIS), dapat membantu dalam memantau, mengelola, dan merencanakan ruang terbuka secara lebih efektif. Dengan teknologi ini, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mengidentifikasi lokasi strategis untuk ruang terbuka baru, memantau tingkat pemanfaatannya, serta memastikan distribusi yang merata di seluruh wilayah perkotaan. Kombinasi dari partisipasi masyarakat, kebijakan yang mendukung, dan teknologi yang canggih dapat menciptakan ruang terbuka yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga inklusif untuk semua lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun