Mohon tunggu...
Nonny Sulistiany
Nonny Sulistiany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa prodi Pendidikan Masyarakat Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

SDGs Kota dan Pemukiman Berkelanjutan: Proporsi Ruang Terbuka Perkotaan untuk Semua

16 Desember 2024   17:59 Diperbarui: 16 Desember 2024   17:59 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Terbuka PerkotaanSumber: Google

3. Fungsi Estetika RTH

Keberadaan RTH mempercantik lingkungan, baik di kawasan permukiman, perkantoran, sekolah, maupun area lainnya. Pemandangan hijau pepohonan dan udara yang segar juga membantu mengurangi kejenuhan setelah beraktivitas sepanjang hari.

4. Fungsi Planologi RTH

RTH berfungsi sebagai pembatas antara berbagai ruang dengan fungsi dan kegunaan yang berbeda, sehingga membantu dalam perencanaan dan pengaturan tata ruang kota.

5. Fungsi Pendidikan dan Ekonomi

RTH dapat menjadi sarana pembelajaran bagi siswa-siswi untuk mengenal berbagai jenis tanaman, sekaligus menanamkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Dari segi ekonomi, RTH juga memiliki nilai yang menjanjikan, baik melalui tanaman hias, buah-buahan, maupun kayu yang dapat dimanfaatkan.

Kondisi Proporsi Ruang Terbuka di Indonesia

Kondisi ruang terbuka hijau (RTH) di Indonesia masih belum optimal, meskipun manfaatnya sangat besar. Menurut Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, Danis Hidayat Sumadilaga, minimnya luas RTH di kota-kota besar disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya adalah keterbatasan lahan yang dimiliki pemerintah daerah untuk dikembangkan sebagai RTH, tidak adanya anggaran khusus untuk RTH, serta proses pembelian lahan yang rumit akibat harga yang tinggi atau lokasi yang kurang strategis. Akibatnya, banyak pemerintah kota (Pemkot) kesulitan memenuhi porsi RTH yang diamanatkan oleh undang-undang.  

Berdasarkan ketentuan, proporsi RTH di wilayah perkotaan minimal 30% dari total luas wilayah, dengan 20% di antaranya harus berupa RTH publik. Namun, beberapa kota besar masih jauh dari target ini. Di DKI Jakarta, misalnya, RTH di kawasan Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat tercatat berada di bawah 8%. Bahkan, Jakarta Barat hanya memiliki RTH sebesar 0,02% pada tahun 2023.  Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Surabaya menjadi kota dengan proporsi RTH terbesar di Indonesia, mencapai 410.588,58%. Angka ini jauh melampaui daerah lain di Indonesia. Di peringkat kedua, Kabupaten Sleman di DI Yogyakarta memiliki RTH sebesar 126,87%. Dari wilayah luar Jawa, Kabupaten Kolaka di Sulawesi Tenggara menempati posisi ketiga dengan proporsi RTH sebesar 95,80%, diikuti oleh Kabupaten Lebong di Bengkulu (72,93%) dan Kabupaten Luwu Utara di Sulawesi Selatan (60,78%).  Wilayah-wilayah tersebut telah memenuhi ambang batas minimal ketersediaan RTH di perkotaan. Namun, secara keseluruhan, distribusi ketersediaan RTH masih belum merata di seluruh wilayah Indonesia. 

Strategi Mewujudkan Ruang Terbuka yang Inklusif dan Berkelanjutan

Mewujudkan ruang terbuka yang inklusif dan berkelanjutan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu strategi utama adalah perencanaan tata ruang berbasis partisipasi, di mana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan. Pendekatan ini memastikan bahwa ruang terbuka dirancang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi komunitas lokal, sehingga penggunaannya dapat lebih efektif dan bermanfaat bagi semua kalangan, termasuk kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah daerah juga memainkan peran penting dalam mendukung pengadaan dan pemeliharaan ruang terbuka. Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang mewajibkan alokasi ruang terbuka dalam rencana tata kota, memberikan insentif kepada pengembang yang menyediakan ruang hijau, serta memastikan anggaran yang memadai untuk perawatan dan peningkatan kualitas ruang terbuka yang sudah ada.

Selain itu, penggunaan teknologi, seperti Sistem Informasi Geografis (GIS), dapat membantu dalam memantau, mengelola, dan merencanakan ruang terbuka secara lebih efektif. Dengan teknologi ini, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mengidentifikasi lokasi strategis untuk ruang terbuka baru, memantau tingkat pemanfaatannya, serta memastikan distribusi yang merata di seluruh wilayah perkotaan. Kombinasi dari partisipasi masyarakat, kebijakan yang mendukung, dan teknologi yang canggih dapat menciptakan ruang terbuka yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga inklusif untuk semua lapisan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun