Adakah di antara pembaca tulisan ini pelaku UMKM, online shoper, penyandang disabilitas atau seperti saya, seorang karyawan swasta berusia 28 tahun yang ketika ada di situasi sulit, jadi ngerasanya ga sulit-sulit banget karena ada layanan JNE ? Jika ada, lalu kebetulan sedang butuh asupan guna refleksi diri dan semangat untuk jadi lebih baik? Yaudah gass baca tulisan ini sampe abis!
Bulan lalu seusai dinas dari Semarang, lagi-lagi saya ada di situasi sulit itu. Walaupun yah, engga yang sesulit sebelum-sebelumnya, namun saya tetap berterima kasih ke JNE karena layanannya kesulitan saya teratasi.
Jadi, handuk dan parfume saya tertinggal di hotel tempat saya menginap selama dinas. Padahal handuk dan parfume itu cukup memorable untuk saya pribadi. Alhasil saya meminta bantuan staff hotel untuk mengirimkan 2 barang memorable itu dalam bentuk paket ke alamat saya.
Begitu saya terima dan membuka isi paketnya, ingatan saya berkelana ke masa pertengahan tahun 2023 sebelum saya mendapat handuk dan parfume itu. Masa di mana saya masih terjebak di trauma luka lama. Saya ingat betul efeknya itu seperti apa. Energi dan waktu yang seharusnya bisa saya gunakan untuk mengupayakan hidup yang lebih baik, terpakai habis untuk pemulihan. Syukurnya sekarang saya sudah pulih.
Belum yang sepenuhnya pulih memang, tapi setidaknya waku dan energi saya bisa dialokasikan untuk belajar mengatur keuangan, olahraga, bikin makanan sendiri untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan melakukan hal-hal lain yang lebih baik. Sekarang saya punya tujuan hidup dan sedang dalam proses menggapai tujuan itu. Bagaimana proses saya sembuh dari luka lama lalu punya tujuan dan apa tujuan hidup saya sekarang? Gass lanjut baca..
Mulai dari 2019, tahun pertama saya bekerja sebagai content writer untuk sebuah perusahaan swasta di Medan. Jika saya analogikan, masa-masa ini juga mungkin sama dengan awal mula JNE.
Sejak 1990, JNE ada untuk solusi layanan impor barang dan dokumen. Saat itu JNE bernama PT. Tiki Nugraha Jalur Ekakurir. 4 tahun setelahnya, JNE mulai melayani pengiriman domestik dan berkantor di Jalan Tomang Raya, No. 3 Jakarta Barat. Sementara saya, 3 tahun sejak 2019 tepatnya Januari 2022 di mutasi ke Jakarta. Mutasi ke Jakarta berarti saya harus pisah dengan keluarga sebab mereka semua menetap di Deli Serdang, Sumatera Utara. Di sini lah banyak titik balik kehidupan yang saya rasakan.
Dipercaya untuk menyelesaikan beberapa case di kantor, membawa saya ke sisi-sisi lain kehidupan yang sebelumnya tidak pernah saya temui. Termasuk pertemuan saya dengan rekan seumuran namun sudah mencapai banyak hal. Sebut saja pencapaian itu lanjut S2, punya aset kekayaan, hingga menjadi inspirasi banyak orang. Sedangkan saya, belum ada satu pun di antara pencapaian itu yang tercapai. Hal tersebut membuat saya merasa rendah diri dan tidak punya kemampuan. Terparah, saya meyalahkan keadaan, merasa Tuhan tidak adil serta waktu dan energi saya habis terpakai untuk memikirkan sesuatu yang sebenarnya di luar kendali saya. Sehingga mau sebanyak apa pun energi atau waktu yang saya pakai, jika hal itu bukan kendali saya, tentu ya percuma.
Padahal jalan hidup saya dan rekan tersebut berbeda. Sumber daya dan modal awal termasuk previledge yang kami punya untuk mencapai pencapaian itu pun juga berbeda. Ditambah ada beberapa matriks ketidaksetaraan yang turut jadi faktor mengapa saya belum mencapai semuanya. Salah satunya ialah latar belakang (termasuk ekonomi) orang tua atau keluarga.
Saya berasal dari keluarga sederhana yang mengharuskan saya mencari beasiswa untuk kuliah S1. Pun orang tua yang belum banyak terpapar pengetahuan. Baik dari teknologi seperti sekarang yang bisa dengan mudah kita dapatkan, maupun dari generasi mereka sebelumnya. Mereka belum paham seberapa penting peran kejujuran dalam membesarkan anak. Sehingga sewaktu membesarkan saya dulu, saya menerima banyak kebohongan dari mereka. Salah satu yang menyakitkan, saat libur sekolah kelas 4 SD.
Mereka menawarkan saya untuk menginap di tempat saudara. Tujuan yang disampaikan ke saya adalah mengisi waktu libur. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah mereka pergi ke suatu tempat di dataran tinggi yang jaraknya 80 KM dari rumah, di hari terakhir saya berada di tempat saudara. Mereka pergi bersama abang dan kakak tanpa mengajak saya. Alasannya, karena pada saat itu saya sering mabuk perjalanan (pusing, mual dan muntah). Jadi mungkin akan merepotkan jika mengajak saya.
Jujur, saat proses pemulihan yang dimulai pada akhir 2022 lalu, terungkap bahwa ini jadi salah satu penyebab trauma saya. Apakah kondisi saya yang sering pusing, mual dan muntah ketika bepergian itu tidak layak untuk ikut pergi dengan mereka? Kalau pun iya, lalu kenapa mereka harus bohong ketimbang menyampaikan yang sebenarnya?
Kebohongan itu saya tahu ketika saya diantar kembali ke rumah oleh saudara. Di saat yang bersamaan mereka juga baru kembali dari bepergiannya. Di situ saya bertanya kepada semua orang yang sedang sibuk membereskan tempat bekal dan beberapa bungkus jajanan “kok ga ngajak Noni? kenapa?” Lalu kakak saya menjawab “makanya jangan tukang muntah kalo di jalan, ga diajak kan..” Saya yang pada saat itu ingin sekali ikut pergi dengan mereka, hanya bisa menyesali keputusan saya yang mengiyakan tawaran orang tua menginap di tempat saudara. Lalu, saya yang sedarinya merasa rendah diri dan tidak punya kamampuan, semakin terseok-seok membawa trauma masa kecil saya.
Sedih juga, sih, haha. Sedih ketika saya tidak mampu menerjemahkan alasan kenapa waktu itu saya pantas ditinggal dan dibohongi. Sungguh sakitnya melebihi rasa sakit karena paket tak kunjung datang haha.
Sadar akan ketidakmampuan itu, Januari 2024 lalu saya memilih untuk memperbaiki diri dan menjadi circle breaker. Setidaknya saya punya gambaran bahwa memang sesakit itu ditinggal dan dibohongi oleh keluarga sehingga saya perlu memutus rasanya agar tidak sampai ke anak saya nantinya. Saat menjalani proses itu, saya tetap menjalin komunikasi dengan keluarga. Karena berada di perantauan, ada moment-moment di mana saya merasa kesulitan untuk menunjukkan bentuk perhatian ke keluarga sembari fokus bekerja. Ya meskipun yang dikerjakan belum ideal, yang penting menghasilkan dan cukup untuk dana operasional kehidupan, hehe...
Untunglah ada JNE yang sejak 2020 mendirikan Mega Hub di Bandara Mas, Cengkareng. Mega Hub ini merupakan pusat sortir berskala besar yang diproyeksikan bisa memproses 1 juta paket dalam 1 hari. Inovasi fisik ini diambil oleh JNE setelah di tahun-tahun sebelumnya, JNE sudah banyak melakukan inovasi digital. Salah satunya dengan meluncurkan sistem "Takuhaibin" di tahun 1995. Dulu kalo teman-teman pernah hidup di zaman wartel alias warung telekomunikasi, nah oleh JNE warung telekomunikasi ini didaulat sebagai agen.
Tujuannya apa? Agar bisa membuka akses layanan JNE kepada masyarakat yang lebih luas. Inovasi ini mengantarkan JNE menjadi pelopor dalam pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan jangkauan layanannya. Lalu di 2014 JNE meluncurkan My JNE yang bisa melacak paket, cari gerai terdekat dan transaksi onlie. Tidak sampai disitu, pada 2017 JNE melakukan e-fulfillment ke UMKM di beberapa kota. Fokus agenda ini adalah pendampingan pada pengembangan produk dan marketing digital. Jadi para pelaku UMKM punya cara lain untuk bisa naik kelas.
Jujur, selama masa pemulihan, saya harus banyak menyaksikan dan memilah kontribusi mana yang sekiranya saya punya kesanggupan untuk melakukannya. Hal ini agar mempercepat proses pemulihan yang salah satunya bisa dilakukan dengan menjalankan nilai-nilai hidup yang saya percaya. Salah satu nilai itu adalah bisa berguna untuk banyak orang, yang tentu cara dan cakupannya disesuaikan dengan kesanggupan saya.
Lalu saya melihat JNE yang berkenan untuk terus fokus pada inovasi sehingga bisa berguna untuk banyak orang. Hal itu lah yang turut menjadi semangat saya untuk bisa pulih dan bermanfaat pula untuk orang lain. Tidak harus langsung ke jutaan orang seperti yang sudah dilakukan JNE. Kebermanfaatan itu bisa dimulai dari lingkungan terkecil. Kalo di saya tentu di keluarga dulu. Meski jauh dari keluarga, sebagai bentuk rasa perduli terkadang saya mengirim bingkisan ke mereka. Pernah berupa cemilan khas dari berbagai daerah yang pernah saya singgahi sewaktu dinas, sepatu untuk adik, pouch anyaman khas Kalimantan untuk Ibu dan kakak beserta kakak ipar, dan lainnya. Semua bingkisan itu saya kirim melalui JNE.
Dengan rekam jejak JNE selama 33 tahun, saya percaya bahwa setiap paket yang dibawa, ada hasil yang berdampak ke masyarakat. Seperti yang sudah JNE lakukan dalam posko mudik asik JNE 2023 sebagai program CSR-nya. Lalu ada juga bersih-bersih pantai dan kolaborasi dengan Yayasan SPAI dalam pendistribusian Aqur’an ke seleuruh Indonesia. Kesemua kegiatan itu mengantarkan JNE kepada CSR Brand Equity Award 2023.
Mendengar suara dari penyandang disabilitas untuk mencapai inklusi, JNE juga berkolaborasi dengan Tab Space, organisasi sosial dari Bandung yang memproduksi karya-karya seni dari para seniman disabilitas dalam program Open New Tab.
Program ini pada akhirnya menjadi salah satu wadah para seniman disabilitas untuk terus kreatif dan membentuk kemandirian mereka. Dengan program ini, JNE berharap bisa merangkul semua kalangan untuk sama-sama maju dan menjadi lebih baik dari sebelumnya, bukan lebih baik dari orang lain.
Sekarang handuk dan perfume sudah kembali ke saya, bersamaan dengan kembalinya semangat untuk terus jadi lebih baik. Saya memang punya trauma masa lalu, trauma itu berhubungan dengan matriks ketidaksetaraan yang melekat dalam hidup saya. Karena dua hal itu pencapaian saya mungkin tidak setara dengan rekan seusia saya. Tapi saya menjalani hidup dengan tempo saya sendiri dan itu cukup untuk terus membawa saya ke versi saya yang lebih baik.
Termasuk versi sekarang yang sedang menjadi circle breaker dan connecting happines bagi keluarga saya. Dengan adanya layanan JNE yang juga terselip semangat untuk terus lebih baik dan connecting happines, saya tidak perlu khawatir karena perjalanan ini akan diiringi banyak senyuman.
#JNE #ConnectingHappiness #JNE33Tahun #JNEContentCompetition2024 #GasssTerusSemangatKreativitasnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H