Mereka menawarkan saya untuk menginap di tempat saudara. Tujuan yang disampaikan ke saya adalah mengisi waktu libur. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah mereka pergi ke suatu tempat di dataran tinggi yang jaraknya 80 KM dari rumah, di hari terakhir saya berada di tempat saudara. Mereka pergi bersama abang dan kakak tanpa mengajak saya. Alasannya, karena pada saat itu saya sering mabuk perjalanan (pusing, mual dan muntah). Jadi mungkin akan merepotkan jika mengajak saya.
Jujur, saat proses pemulihan yang dimulai pada akhir 2022 lalu, terungkap bahwa ini jadi salah satu penyebab trauma saya. Apakah kondisi saya yang sering pusing, mual dan muntah ketika bepergian itu tidak layak untuk ikut pergi dengan mereka? Kalau pun iya, lalu kenapa mereka harus bohong ketimbang menyampaikan yang sebenarnya?
Kebohongan itu saya tahu ketika saya diantar kembali ke rumah oleh saudara. Di saat yang bersamaan mereka juga baru kembali dari bepergiannya. Di situ saya bertanya kepada semua orang yang sedang sibuk membereskan tempat bekal dan beberapa bungkus jajanan “kok ga ngajak Noni? kenapa?” Lalu kakak saya menjawab “makanya jangan tukang muntah kalo di jalan, ga diajak kan..” Saya yang pada saat itu ingin sekali ikut pergi dengan mereka, hanya bisa menyesali keputusan saya yang mengiyakan tawaran orang tua menginap di tempat saudara. Lalu, saya yang sedarinya merasa rendah diri dan tidak punya kamampuan, semakin terseok-seok membawa trauma masa kecil saya.
Sedih juga, sih, haha. Sedih ketika saya tidak mampu menerjemahkan alasan kenapa waktu itu saya pantas ditinggal dan dibohongi. Sungguh sakitnya melebihi rasa sakit karena paket tak kunjung datang haha.
Sadar akan ketidakmampuan itu, Januari 2024 lalu saya memilih untuk memperbaiki diri dan menjadi circle breaker. Setidaknya saya punya gambaran bahwa memang sesakit itu ditinggal dan dibohongi oleh keluarga sehingga saya perlu memutus rasanya agar tidak sampai ke anak saya nantinya. Saat menjalani proses itu, saya tetap menjalin komunikasi dengan keluarga. Karena berada di perantauan, ada moment-moment di mana saya merasa kesulitan untuk menunjukkan bentuk perhatian ke keluarga sembari fokus bekerja. Ya meskipun yang dikerjakan belum ideal, yang penting menghasilkan dan cukup untuk dana operasional kehidupan, hehe...
Untunglah ada JNE yang sejak 2020 mendirikan Mega Hub di Bandara Mas, Cengkareng. Mega Hub ini merupakan pusat sortir berskala besar yang diproyeksikan bisa memproses 1 juta paket dalam 1 hari. Inovasi fisik ini diambil oleh JNE setelah di tahun-tahun sebelumnya, JNE sudah banyak melakukan inovasi digital. Salah satunya dengan meluncurkan sistem "Takuhaibin" di tahun 1995. Dulu kalo teman-teman pernah hidup di zaman wartel alias warung telekomunikasi, nah oleh JNE warung telekomunikasi ini didaulat sebagai agen.
Tujuannya apa? Agar bisa membuka akses layanan JNE kepada masyarakat yang lebih luas. Inovasi ini mengantarkan JNE menjadi pelopor dalam pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan jangkauan layanannya. Lalu di 2014 JNE meluncurkan My JNE yang bisa melacak paket, cari gerai terdekat dan transaksi onlie. Tidak sampai disitu, pada 2017 JNE melakukan e-fulfillment ke UMKM di beberapa kota. Fokus agenda ini adalah pendampingan pada pengembangan produk dan marketing digital. Jadi para pelaku UMKM punya cara lain untuk bisa naik kelas.
Jujur, selama masa pemulihan, saya harus banyak menyaksikan dan memilah kontribusi mana yang sekiranya saya punya kesanggupan untuk melakukannya. Hal ini agar mempercepat proses pemulihan yang salah satunya bisa dilakukan dengan menjalankan nilai-nilai hidup yang saya percaya. Salah satu nilai itu adalah bisa berguna untuk banyak orang, yang tentu cara dan cakupannya disesuaikan dengan kesanggupan saya.
Lalu saya melihat JNE yang berkenan untuk terus fokus pada inovasi sehingga bisa berguna untuk banyak orang. Hal itu lah yang turut menjadi semangat saya untuk bisa pulih dan bermanfaat pula untuk orang lain. Tidak harus langsung ke jutaan orang seperti yang sudah dilakukan JNE. Kebermanfaatan itu bisa dimulai dari lingkungan terkecil. Kalo di saya tentu di keluarga dulu. Meski jauh dari keluarga, sebagai bentuk rasa perduli terkadang saya mengirim bingkisan ke mereka. Pernah berupa cemilan khas dari berbagai daerah yang pernah saya singgahi sewaktu dinas, sepatu untuk adik, pouch anyaman khas Kalimantan untuk Ibu dan kakak beserta kakak ipar, dan lainnya. Semua bingkisan itu saya kirim melalui JNE.