Memang ada anak yang cepat paham jika melalui penjelasan verbal, diskusi, ataupun membaca melalui kegiatan kelas pada umumnya, tapi ada juga yang akan lebih cepat mengerti melalui penggambaran visual, infografis, atau kegiatan praktik. Saat itulah, tidak semua praktik yang dilakukan bisa disebut praktik baik. Karena bisa jadi targetnya tidak menjangkau semua murid.
Di Kurikulum Merdeka Belajar, murid tidak dituntut untuk menghafal ataupun menelan mentah-mentah semua materi yang masuk, melainkan tujuan akhir pembelajaran adalah mampu memahami materi secara mendalam dalam hal penalaran literasi dan numerasi. Penalaran literasi dan numerasi bukan sekedar mata pelajaran bahasa dan matematika, melainkan kemampuan seorang anak dalam menggunakan konsep tersebut untuk menganalisa sebuah materi - terlebih pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari.
Yah, seperti yang sudah sempat dibahasi, ketika anak sedang mempelajari "persentase", bisa jadi dia hafal rumusnya; a per b dikali seratus hasilnya sekian persen. Namun bagaimana hasilnya ketika dihadapkan dengan konteks 'diskon', 'untung', dan 'rugi', coba ajak ke supermarket, mampukah dia membantu ibunya menghitung ketika ada tulisan diskon sepuluh persen? Atau ketika Ayahnya menyuruh dia menaikkan harga jual koleksi mainan mobil-mobilannya yang edisi terbatas agar ada untung 300 persen? Hmm.
Untuk itu, guru dituntut untuk menguasai materi bahan ajarnya dengan baik. Agar mampu memberikan pemahaman sesuai dengan gaya belajar murid, guru diharap bisa menyampaikan materinya dari berbagai perspektif, walaupun terkesan sederhana namun memancing murid untuk mengembangkan wawasannya lebih luas dan berpikir kritis.
Saya sendiri merupakan guru privat, sehingga menyampaikan materi sesuai dengan gaya dan kebutuhan masing-masing murid bukan hal baru buat saya. Kesamaannya adalah saya harus membekali diri sedemikian rupa agar mampu menyampaikan materi agar dipahami setiap murid. Penguasaan materi agar mampu menjelaskan dengan banyak cara dan dari berbagai sudut pandang sangatlah penting karena cara dan daya tangkap tiap murid bervariasi. Perbedaannya dengan di sekolah, pendidik harus menemukan praktik baik yang cocok dilakukan di kelasnya untuk menjangkau murid sekelas sekaligus.
Praktik baik apa yang kira-kira akan dilakukan para guru di kelasnya dalam mengajar suatu materi? Mengingat tiap guru tentunya mengalami situasi kelas dan kondisi murid dengan gaya belajar yang berbeda. Menarik sekaligus menantang, namun bukan hal gampang.
Karena itulah, sebagai upaya untuk membantu dan menginspirasi guru menemukan praktik baik, platform daring Merdeka Mengajar hadir sebagai wadah para guru untuk berbagi berbagai macam bentuk praktik baik yang bisa digunakan bersama oleh sesama pendidik. Dengan mengunggah materi praktik baik tersebut (dalam format video) ke platform Merdeka Mengajar, guru yang sudah memiliki akses ke laman Merdeka Mengajar bisa menonton dan mengaplikasikannya di tempat mereka mengajar.
Di satu sisi, tidak dapat dipungkiri bahwa keterbatasan fasilitas dan sumber daya pendidikan masih menjadi penyebab ketimpangan layanan pendidikan di Indonesia. Namun bukankah saat ini infrastruktur tidak berhenti diadakan demi menjangkau daerah-daerah pelosok? Maka mari kita berharap agar pelaksanaan praktik baik ini mampu menyebar demi tercapainya pemerataan kualitas pendidikan.
Praktik baik memang seharusnya mampu menumbuhkembangkan budaya positif, memiliki inovasi dan dapat diadaptasi oleh rekan sejawat. Karena itu, Mas Menteri menuntut setiap praktik baik yang digagas memiliki standar internasional. Nantinya keberhasilan praktik baik itu akan diuji melalui asesmen PISA dan TIMSS. Asesmen tersebut merupakan pengujian untuk murid dalam menganalisis dan memecahkan masalah secara nalar dalam hal literasi dan numerasi.
Seandainya saya hidup di era ini, saya tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar. Apalagi, saya juga setuju dengan kebijakan lain Mas Menteri tentang siswa sebaiknya bebas memilih mata pelajaran yang ia yakini ingin dipelajari untuk masa depannya. Walaupun ketika Sekolah Menengah Atas saya masuk IPA, bukan berarti saya menyukai biologi, malah saya sebenarnya lebih ingin belajar bahasa Jepang ataupun Jerman yang saat itu hanya untuk murid jurusan bahasa, ataupun lebih mendalami akuntansi yang ada di jurusan IPS untuk pengelolaan keuangan.