Mohon tunggu...
Yosefien M.
Yosefien M. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tukang Ngetik

Suka baca dan tulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Alasan Mengapa Baik Melaksanakan Praktik Baik

31 Mei 2023   21:53 Diperbarui: 31 Mei 2023   22:27 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar. Dok. pribadi.

Mana kenal saya dengan yang namanya "Business Day" saat SD? Sekarang, keponakan saya yang baru kelas 4 sudah diajarkan berjualan; menghitung modal dan untung-rugi, menentukan jenis camilan yang sedang tren untuk dijual di sekolah. Diskusi kelompok, belajar belanja dan memasak, belajar mengelola uang - semuanya dilakukan dalam memahami materi "Persentase" ini.

Ilustrasi murid belajar memasak untuk
Ilustrasi murid belajar memasak untuk "Business Day". Dok. pribadi.

Bukan berarti ketika dulu saya mengenyam pendidikan tidak pernah presentasi, tidak pernah diskusi, kerja kelompok, ataupun membuat prakarya bersama. Tentu ada pengalaman tersebut, tapi tidak rutin, alias bukan bagian dari tujuan pembelajaran utama. Yang utama saat itu adalah: materi guru terselesaikan. Entah murid paham atau tidak. 

Setidaknya itu asumsi saya ketika meresponi keputusan Mas Menteri mengenai penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Laporan yang awalnya memuat sekitar 13 komponen (dan berlembar-lembar) itu baru-baru ini diubah menjadi hanya satu lembar saja, berisikan: tujuan, kegiatan dan asesmen penilaian pembelajaran.

Berarti sangat jelas pada zaman saya, materi pendidikan di sekolah begitu padat, murid dan guru bagai dikejar setoran, tiap minggu bab baru, tugas baru, minggu depan ulangan. 

Padahal rumus dasar trigonometri saja saya belum paham, minggu berikutnya sudah membahas bagaimana ruangnya diiris-iris sedemikian rupa. Mumet saya kalau sudah mata pelajaran ini. Soal ulangannya hanya selembar kertas kecil, tapi jawabannya berupa pembuktian berlembar-lembar. Dan akhirnya saat ini ilmu bangun ruang itu hanya saya pakai untuk menghitung berapa meter persegi wallpaper yang harus dibeli untuk dekorasi kamar saya? Hahaha.

Makanya saya tertarik dengan pergerakan kurikulum Merdeka Belajar ini. Adanya konsep melakukan praktik baik dalam pembelajaran - bahkan bobot persentasenya sampai ditingkatkan, bagaikan sisi cerah pendidikan dalam mengejar dampak situasi learning loss akibat masa pandemi.

Praktik Baik atau Best Practice secara luas bisa diartikan sebagai kumpulan langkah atau tata cara yang dijadikan pedoman karena sudah terbukti berhasil dalam menyelesaikan masalah pada situasi atau konteks tertentu. Dalam kurikulum Merdeka Belajar ini, praktik baik merupakan kumpulan "praktik" yang berhasil dilakukan oleh guru, kepala sekolah, atau pengawas, dalam menyelesaikan masalah, misalnya dalam menjelaskan sebuah materi atau memberikan pemahaman tentang suatu hal kepada para murid.

Jadi, apa bedanya praktik baik dengan praktik pada umumnya? Ambil contoh jika dibandingkan dengan praktik yang saya lakukan ketika masa saya sekolah misalnya?

Jika boleh saya berpendapat. Pada zaman saya bersekolah, guru sepertinya tidak punya waktu untuk menentukan apakah murid sekelas memiliki gaya belajar: visual, audiotori atau kinestetik. 

Tidak ada target bagi guru untuk mengembangkan kemampuan murid yang tadinya memiliki gaya belajar visual menjadi audiotori atau kinestetik demikian sebaliknya. Sehingga seluruh praktik dilakukan secara umum - murid dianggap setara, tanpa kasus spesial, dan diharapkan sebuah praktik yang dilakukan mampu menjadikan murid mendapat pemahaman yang sama akan sebuah materi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun