Mohon tunggu...
Noni Maranatha
Noni Maranatha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengutipan Status Media Sosial Menjadi Bahan Berita Jurnalistik

6 Oktober 2017   11:53 Diperbarui: 6 Oktober 2017   12:04 1905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegiatan jurnalistik semakin berkembang seiring berjalannya peradaban manusia. Kini dunia jurnalistik sangat mudah untuk digapai. Menjadi seorang jurnalis tidak harus memiliki sertifikat dari Dewan Pers seperti pada masa-masa sebelumnya. Semua orang sudah bisa menjadi jurnalistik, tidak memandang umur atau pengalaman, dengan mengandalkan kreativitas tulis-menulis, merangkai kata, dan menarik perhatian, semua bisa menjadi jurnalis. Memasuki era teknologi, kegiatan jurnalistik semakin menjamur. Apalagi kalau bukan dengan hadirnya ponsel pintar, di mana semua informasi dan kegiatan dapat dijangkau sejauh layanan sinyal internet.

Era teknologi yang saat ini dipegang oleh kebanyakan orang dari Generasi Z, di mana menurut Badan Statistik Kanada mengatakan bahwa Generasi Z adalah anak-anak yang lahir dari tahun 1993 hingga tahun 2011, merupakan generasi yang tidak suka dengan berita-berita yang serba tanggung dan tak memiliki pengalaman serta tidak terbiasa dengan membaca koran atau majalah karena mereka kerap mengakses berita dari media sosial atau portal berita internet. Dan seperti yang telah diketahui bahwa berita-berita yang ada dalam media sosial yang dapat menarik pembaca adalah berita yang unik serta nyaman untuk di konsumsi dan yang pasti mengikuti perkembangan zaman.

Portal berita yang sedang populer dan paling banyak diakses banyak orang adalah Line Today, yang merupakan fitur dari aplikasi chatting bernama Line yang memunculkan beragam berita dan informasi terbaru yang sudah dikurasi, dan pastinya yang membuat fitur tersebut populer adalah keringanan pembaca dalam mengkonsumsi beritanya, serta berita-berita yang dibuat merupakan berita yang menarik dan yang pastinya mudah untuk diakses.

Perkembangan teknologi internet membuat perubahan yang besar dalam produksi maupun konsumsi media yang hampir keseluruhan media informasi memanfaatkan teknologi berbasis internet karena mudah untuk diakses kapan saja dan di mana saja. Selama terhubung jaringan internet, sirkulasi berita menjadi cepat, tanpa menunggu media dicetak, berita sudah bisa untuk di konsumsi. Dengan cepatnya sirkulasi arus berita, pihak-pihak media berita pun berlomba-lomba untuk menyuguh hangat beritanya.

Berita yang menarik menurut kebanyakan pembaca adalah berita seputar gosip dan selebrita. Topik berita tersebutlah yang akan menjadi topik fenomena jurnalistik yang kehilangan independensi media jurnalnya. Mengapa begitu?

Dikatakan kehilangan indenpendennya karena media jurnalistik dewasa ini kebanyakan membuat berita seputar status media sosial selebriti atau orang-orang yang 'memiliki nama', di mana jurnalis hanya mengutip status media sosial dan membuatnya menjadi sebuah berita yang akan menarik perhatian banyak orang tanpa melakukan proses verifikasi dari obyek -- orang tersebut -- atas kebenaran tulisan yang disebarkannya. Dan berita yang tanpa kebenaran itu akan membuat dampak buruk yang tidak kecil bagi masyarakat maupun pihak media yang mengalami kerugian atas berkurangnya kepercayaan masyarakat pada media tersebut.

Mari kita kembali ke tahun 2014, di mana terjadi kasus seorang selebriti menggugat 17 portal media infomasi atas berita yang diunggah oleh media-media tersebut. Selebriti tersebut adalah musisi Ahmad Dhani. Kasus yang saat itu sedang hangat dibicarakan adalah tentang kicauan 'seorang' Ahmad Dhani yang berisi tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Berawal dari sebuah akun media sosial Instagram yang menagih janji Ahmad Dhani berupa posting-an pada akunnya untuk memotong kemaluannya karena Joko Widodo telah terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia yang ketujuh. Posting-an tersebut berisikan screenshotkicauan Twitter Ahmad Dhani yang berisi "Saya akan potong kemaluan saya kalau Jokowi bisa menang dari Prabowo Subianto!! Itu sumpah saya!!"dengan akun @AHMADDHANIPRAST yang username-nya sangat mirip dengan username Twitter Ahmad Dhani yang asli.

Melihat screenshot tersebut, Ahmad Dhani menyatakan bahwa kicauan tersebut adalah palsu. Melalui wawancara pada program Dear Haters channel Youtube sebuah stasiun televisi swasta, Ahmad Dhani mengklarifikasi bahwa kicauan tersebut tidak benar.

Posting-an itu pun menjadi viral, bukan hanya di sosial media tetapi juga dikalangan wartawan serta jurnalis terutama pada media daring. Wartawan yang mempercayai screenshot Instagram itu pun langsung menjadikannya sebagai bahan berita lalu menyebarkan beritanya melalui portal berita internet. Banyaknya media daring yang mempercayai kicauan tersebut, Ahmad Dhani langsung melaporkan 17 media daring kepada Dewan Pers. Yang mengejutkan adalah media daring tersebut merupakan sederet dari media profesional. Ketujuh belas portal media online tersebut adalah forum.detik.com, kompasiana.com, Hai Online, merdeka.com, republika.co.id, liputan6.com, metroonline.com, nonstop-online, palingseru.com, seruu.com, solopos.com, wartaharian.co, ciricara.com, okezone.com, kasakusuk.com, kaskus.co.id dan kapanlagi.com.

Melihat media profesional di atas menjadikan hilangnya indenpendensinya terhadap  sebuah berita. Karena tanpa proses verifikasi kepada orang yang terkait, jurnalis langsung menciptakan berita dan menyebarkannya demi menarik perhatian banyak orang. Padahal, dalam jurnalisme, sebagai jurnalis, pantang menerima sesuatu dengan apa adanya dan menganggap semua itu benar (take for granted). Seharusanya seorang jurnalis mendukung semua kesimpulan serta fakta-fakta lalu dokumentasikan semuanya dengan sumber-sumber yang dapat di percaya dan jangan lupa untuk menyebut sumbernya.

Kasus di atas dapat menjadi pelajaran yang wajib jurnalis perhatikan. Jika dilihat kembali, berita jurnalistik yang bermodalkan status sosial media seorang selebriti atau orang bernama dapat di kategorikan sebagai konsep dari citizen journalist atau biasa dikenal sebagai jurnalis warga. Jurnalis warga adalah jurnalistik yang di mana masyarakat menjadi obyek sekaligus subyek dari sebuah berita. Adanya konsep citizen journalist atau jurnalistik warga menurut Kusumaningati ini muncul karena krisis kepercayaan publik Amerika kepada media-media dan juga atas kekecewaannya warga terhadap kondisi politik tahun 1988. Konsep inilah yang dapat membuat semua orang bisa menjadi jurnalis.

Konsep jurnalis warga ini juga dapat disebut sebagai collaborative reporting yang artinya kerjasama penyedia media dengan penyedia sumber berita di mana jurnalis menjadi manajernya, mengumpulkan berita dari warga media sosial, memproduksi berita hingga menyebarluaskan berita.

Tetapi fenomena jurnalis mengutip status media sosial untuk dijadikan bahan beritanya ini menjadi pekerjaan yang tidak jelas di mata jurnalis. Apakah mereka bisa disebut sebagai jurnalis? Lalu dimanakah peran jurnalis dalam beritanya jika sumber untuk berita bisa didapatkan hanya dari status tokoh media sosial? Apakah itu bisa disebut sebagai sumber informasi? Atau apakah sosial media merupakan platform baru untuk jurnalis?

Semenjak kita memasuki dunia teknologi, semua hal baik itu makanan, aktivitas, pakaian, hingga informasi, harus mengikuti perkembangan zaman. Seperti halnya dengan jurnalis. Jika jurnalis terus saja mengolah berita yang kaku dan formal, baik itu cetak maupun digital, kemungkinan besar akan sedikit orang yang berminat untuk memilih berita dari jurnalis tersebut.

 Kecenderungan jurnalis menggunakan media sosial sebagai bahan berita meningkat seiring menyesuaikan zaman. Salah satu media sosial yang menjadi sumber jurnalis untuk membuat berita adalah Twitter. Salah satu survey yang digerakkan oleh Digital Journalism Study menemukan bahwa 47 persen dari 478 jurnalis responden di 15 negara menggunakan Twitter sebagai sumber beritanya. Dengan hasil survey tersebut membuktikan bahwa fenomena ini bisa menjadi platform baru bagi jurnalis dalam membuat berita, dengan pemberitaan yang ringan dan seputar tokoh-tokoh yang diminati orang-orang. Bahkan Social Network bisa menjadi editor baru yang menjadikan percakapan di media sosial sebagai sumber informasi pertama bagi editor hingga menggunakannya sebagai agenda pemberitaan. Media sosial juga memungkinkan jurnalis untuk membangun personal brand mereka. Media sosial juga sangat bermanfaat bagi jurnalis. Menurut survey, 76 persen menggunakannya sebagai sarana memantau informasi, 46 persen sebagai sumber ide berita, 36 persen sebagai sarana monitoring/evaluasi, 31 persen sebagai sumber mencari sumber, 24 persen sebagai bahan berita dan 16 persen sebagai sarana verifikasi.

Di Indonesia sendiri, media profesional digital seperti liputan 6 atau tempo.co memiliki bidang sendiri untuk berita-berita seputar tokoh dari media sosial seperti Twitter. Dari sini bisa di simpulkan bahwa jurnalis yang membuat berita dari media sosial dapat disebut sebagai jurnalis.

Tetapi walaupun banyak survey yang mendukung media sosial sebagai bahan berita, hendaknya konten berita juga berbobot. Karena walaupun era teknologi dan berita jurnalistik bebas beredar, masyarakat juga semakin pemilih akan berita yang ingin dikonsumsinya.

Daftar Pustaka

Adam, Aulia. (2017). Selamat Tinggal Generasi Milenial Selamat Datang Generasi Z. https://tirto.id/selamat-tinggal-generasi-milenial-selamat-datang-generasi-z-cnzX 

Zuhra, Wan Ulfa Nur. (2017). Kelahiran Generasi Z Kematian Media Cetak. https://tirto.id/kelahiran-generasi-z-kematian-media-cetak-ctLa

Ramdan, Anton. Jurnalistik Islam. https://books.google.co.id/books?id=j6XOCQAAQBAJ&hl=id&source=gbs_navlinks_s 

Sumardi, Edi. (2016). Ditagih, Kenapa Dhani Belum Potong 'Itunya' Padahal Jokowi Jadi Presiden, Langsung Dibalas Begini. http://makassar.tribunnews.com/2016/04/02/ditagih-kenapa-dhani-belum-potong-itunya-padahal-jokowi-jadi-presiden-langsung-dibalas-begini 

Ishwara, Luwi. (2005). Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Yuda, Fransiscus. (2013). Kelayakan Berita Citizen Journalism.Studi Analisis Isi Kuantitatif Mengenai Kelayakan Berita dalam Kolom Citizen Journalism Surat Kabar Harian Tribun Jogja Periode November 2012-Februari 2013. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Unilubis. (2012). Interaksi Jurnalis dan Media Sosial.https://unilubis.com/2012/02/21/interaksi-jurnalis-dan-media-sosial/ 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun