Mohon tunggu...
afuah
afuah Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

simple

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ternyata Aku Pernah Mengemis (Polosnya Masa Kanak-kanak)

25 September 2012   05:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:45 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

When I was a kid...,

ternyata aku pernah mengemis!

______________________________________

Ketika itu, mungkin aku masih duduk di bangku kelas dua SD, kami (aku, kakakku, dan teman-teman satu kompleks perumahan) sedang asyik bermain-main, berkejaran ke sana kemari sepanjang jalanan perumahan. Permainan tiba-tiba kami hentikan saat kakakku menunjuk kepada seorang kakek tua renta, berjangut putih panjang menjuntai, yang tengah berjalan tertatih-tatih bersangga pada tongkat bututnya. Di pundaknya tersampir semacam karung goni kecil dan lusuh yang dipegangingya kuat-kuat. Kami tahu, kakek itu seorang pengemis.

Kami berdiri mengamati. Telah cukup banyak rumah-rumah yang didatanginya. Namun tampaknya hanya sedikit hasil yang didapatnya. Timbul rasa iba pada diri kakakku. Sekonyong-konyong, ia mencetuskan ide, mengajak kami untuk membantu kakek pengemis itu.

Tapi..., olala..., idenya sungguh aneh! Bahwa kami akan bersama-sama menuntun langkah kakek pengemis itu ke rumah-rumah penduduk yang sekiranya tidak pelit untuk mengeluarkan sedekah. Beberapa teman kami merasa risih dengan ide itu, lalu tertawa cekikikan menanggapinya, dan akhirnya menolak andil. Malu, kata mereka.

Akhirnya hanya kakakku, aku, dan satu anak lagi (entah siapa, lupa-lupa ingat) yang bergerak sendiri. Kakakku menggandeng tangan kakek pengemis. Tak lupa dibawakannya karung goni lusuh milik si kakek pengemis. Aku dan teman kami satunya, beriringan mengikuti dari belakang.

Satu per satu rumah kami datangi. Tidak ada perasaan canggung dan malu saat itu. Tapi aku masih ingat reaksi penghuni rumah, para tetangga kami, yang terperanjat dan kaget melihat ulah kami. Kami nyengir saja memandang wajah mereka. Polos sekali.

Sesuai harapan kami, banyak yang memberikan recehnya pada kakek pengemis. Ndilalah, kakek pengemis berniat mengupah kami. Hahaha...

Kakek pengemis pun melanjutkan perjalanannya ke blok-blok lainnya. Kami bertiga kembali bergabung dengan teman-teman yang lain, melanjutkan permainan kami.

Usai bermain, aku dan kakakku pulang. Ibu menyambut kami dengan muka masam. Ternyata para tetangga melaporkan ulah kami pada ibu. Kata ibu, bikin malu saja. Namun bukan itu masalah utamanya. Banyak yang beranggapan sebenarnya kakek tua itu kuat. Tongkat dan penampilannya yang renta hanyalah kamuflase. Para tetangga memastikan kakek pengemis itu akan sering kembali lagi ke perumahan, menjadi pelanggan belas kasihan warga kompleks. Alamaak...., benar ternyata. Kakek itu terus kembali dan kembali.

Kini, kami bersama ibu sering menertawakan ulah kami sendiri saat mengenangnya. Maklum ya semua, kami kan masih anak-anak waktu itu. Polooooos, hihihi....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun