When I was a kid...,
ternyata aku pernah mengemis!
______________________________________
Ketika itu, mungkin aku masih duduk di bangku kelas dua SD, kami (aku, kakakku, dan teman-teman satu kompleks perumahan) sedang asyik bermain-main, berkejaran ke sana kemari sepanjang jalanan perumahan. Permainan tiba-tiba kami hentikan saat kakakku menunjuk kepada seorang kakek tua renta, berjangut putih panjang menjuntai, yang tengah berjalan tertatih-tatih bersangga pada tongkat bututnya. Di pundaknya tersampir semacam karung goni kecil dan lusuh yang dipegangingya kuat-kuat. Kami tahu, kakek itu seorang pengemis.
Kami berdiri mengamati. Telah cukup banyak rumah-rumah yang didatanginya. Namun tampaknya hanya sedikit hasil yang didapatnya. Timbul rasa iba pada diri kakakku. Sekonyong-konyong, ia mencetuskan ide, mengajak kami untuk membantu kakek pengemis itu.
Tapi..., olala..., idenya sungguh aneh! Bahwa kami akan bersama-sama menuntun langkah kakek pengemis itu ke rumah-rumah penduduk yang sekiranya tidak pelit untuk mengeluarkan sedekah. Beberapa teman kami merasa risih dengan ide itu, lalu tertawa cekikikan menanggapinya, dan akhirnya menolak andil. Malu, kata mereka.
Akhirnya hanya kakakku, aku, dan satu anak lagi (entah siapa, lupa-lupa ingat) yang bergerak sendiri. Kakakku menggandeng tangan kakek pengemis. Tak lupa dibawakannya karung goni lusuh milik si kakek pengemis. Aku dan teman kami satunya, beriringan mengikuti dari belakang.
Satu per satu rumah kami datangi. Tidak ada perasaan canggung dan malu saat itu. Tapi aku masih ingat reaksi penghuni rumah, para tetangga kami, yang terperanjat dan kaget melihat ulah kami. Kami nyengir saja memandang wajah mereka. Polos sekali.
Sesuai harapan kami, banyak yang memberikan recehnya pada kakek pengemis. Ndilalah, kakek pengemis berniat mengupah kami. Hahaha...
Kakek pengemis pun melanjutkan perjalanannya ke blok-blok lainnya. Kami bertiga kembali bergabung dengan teman-teman yang lain, melanjutkan permainan kami.
Usai bermain, aku dan kakakku pulang. Ibu menyambut kami dengan muka masam. Ternyata para tetangga melaporkan ulah kami pada ibu. Kata ibu, bikin malu saja. Namun bukan itu masalah utamanya. Banyak yang beranggapan sebenarnya kakek tua itu kuat. Tongkat dan penampilannya yang renta hanyalah kamuflase. Para tetangga memastikan kakek pengemis itu akan sering kembali lagi ke perumahan, menjadi pelanggan belas kasihan warga kompleks. Alamaak...., benar ternyata. Kakek itu terus kembali dan kembali.