Mohon tunggu...
noni arnee
noni arnee Mohon Tunggu... Freelancer - Pengembara

Pengembara

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cinta Lama (Tak Harus) Bersemi Kembali

12 September 2010   15:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:17 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tradisi mudik Lebaran setiap setahun sulit untuk dihilangkan. Bersilaturahmi dengan keluarga besar di kampung halaman pun menjadi momen yang bakal dilewati selama di kota asal.

Dan sudah menjadi lazim, bahwa setiap hari raya seperti Idul Fitri seringkali ada acara tambahan berupa acara reuni atau temu kangen dengan teman-teman sekolah dahulu. Tak bisa dimungkiri, munculnya jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter ikut berperan menyatukan kembali jalinan pertemanan yang sudah lama putus.

Reuni diadakan untuk mengumpulkan lagi teman semasa sekolah, mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi. Reuni yang sering disebut dengan "temu kangen" selalu disambut dengan antusias karena banyak kisah-kisah manis semasa bersekolah yang sulit dilupakan.
Selain untuk silaturahmi dan memperluas jaringan, temu kangen pun menjadi medium untuk kembali mengenang masa-masa indah dulu ketika bersendau gurau, belajar dan bermain bersama. Sungguh mengasyikkan Tapi di balik temu kangen itu, ada kisah menarik yang patut kita simak. Yakni, sensasi yang dirasakan ketika berjumpa dengan orang yang pernah mempunyai tempat khusus di hati. Seperti beberapa pengakuan beberapa orang di bawah ini.

Doni (45) bertemu Lia, mantan pacarnya di bangku SMA saat reuni tahun lalu. Setelah itu, ketika dia hampir lupa dengan lia, teleponnya berdering. "Tidak mengira dia telepon, padahal setelah reuni kami tak berkomunikasi," cerita Doni, ayah dari tiga anak.

Dalam telepon itu, awalnya mereka hanya bercerita seputar kehidupan masing-masing. Soal anak dan pekerjaan. Namun, tiga bulan kemudian, mereka bertemu ketika keduanya berdinas di Jakarta. Lia lalu secara intensif menghubungi Doni dan berlanjut dengan pertemuan mereka tiap ada kesempatan. "Pembicaraannya umum saja atau cerita nostalgia semata," ujar Doni yang merasa tak perlu menceritakan hal itu kepada istrinya.

Sampai suatu ketika, Lia mengabarkan kematian suaminya. Doni pun menjadi empati dan tanpa disadari, dia jadi lebih memperhatikan dan kerap menghubungi pacar lamanya itu.

Tapi Doni mengaku tak ingin mengumbar rasa ibanya. Dia khawatir cinta lama akan bersemi kembali. Ia akhirnya memilih menjaga jarak dengan Lia, dengan alasan sibuk di kantor. "Ini hanya emosi sesaat, saya tak mau keterusan," kata Doni, yang kemudian menceritakan sosok Lia kepada sang istri untuk menghindari munculnya perasaan cemburu.

Itu berbeda dengan Sinta (30) di Semarang yang memang berusaha mencari tahu keberadaan Surya, mantan kekasihnya kala masih SMP. Lewat Facebook, ibu dua anak itu mendapat nomor telepon Surya yang kini bekerja sebagai kontraktor. Ia bertemu lelaki itu melalui reuni sekolahnya tahun lalu. "Tidak tahu kenapa, tetapi mendengar suaranya jadi deg-degan. Padahal hanya bicara hal-hal umum saja," ujarnya.

Hubungan Sinta dengan kekasih lamanya berlanjut. "Menyenangkan, kami banyak diskusi soal puisi, film, dan drama. Kebetulan hobi kami sama," kata Sinta yang mengaku klop dengan Surya.

Dia tak menceritakan hubungan itu kepada suaminya yang bekerja di luar kota. Alasannya, dia menganggap kekasih lamanya itu tak berbeda dengan teman-teman lain, meskipun ungkapan sayang dan mesra seringkali "mendarat" di Blackberry miliknya.

Sinta jadi bak remaja yang tengah jatuh cinta. "Ingin ketemu untuk sekadar ngobrol dan curhat. Maklum suami jauh, apalagi dia sangat perhatian dan mengerti saya," ucap perempuan itu sambil tersenyum simpul.

Radit (37) juga mengaku bertemu dengan Ana, pacar semasa SMA saat reuni. "Tak ada perasaan cinta, hanya ingin tahu kabarnya. Samalah seperti teman lainnya, meski yang satu ini ingin tahu lebih," kata ayah dua anak ini sembari tertawa.

Grogi menjadi kesan pertama Radit saat bertemu Ana. Tetapi setelah itu semua berjalan sewajarnya. Di mata dia, Ana tetap cantik seperti dulu. Tetapi itu tak berarti dia menyesal mereka tak berjodoh. "Jadikan perempuan idaman saja. Kalau jadi istri, mungkin dia malah tak bisa jadi istri idaman," ucapnya.

***

BAGI Dra Sri Mariati Deliana MSi, psikolog dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), pertemuan insidental dengan teman lama dalam sebuah reuni atau temu kangen atau pun kesempatan lainnya sebenarnya bukan hal yang luar biasa. Maksudnya, pertemuan nostalgia justru berdampak baik untuk menyegarkan kembali pikiran kita. "Memu nculkan emosi sesaat itu tidak ada salahnya, bisa jadi refreshing dari rutinitas sehari-hari," katanya.

Pertemuan seperti yang dialami Doni dengan Lia atau Radit dengan Ana biasanya lebih bisa dipertanggungjawabkan karena mereka dewasa dan matang seiring perjalanan waktu. "Tidak perlu ada ketakutan yang berlebihan. Semua itu bergantung atas masing-masing individu, terlebih lagi perjalanan hidup mereka masing-masing telah mematangkan emosi. Jadi, tidak masalah."

Tapi menurutnya, meski berkesan seperti "iklan lewat" atau selingan, sebuah hubungan yang tak sekadar teman biasa tetap punya kemungkinan untuk melibatkan emosi dan fisik keduanya secara lebih intensif. Seperti hubungan Sinta dan Surya. Pertemuan dengan teman yang sudah menumbuhkan perasaan lain di hati ini patut diwaspadai, meski mereka seringkali menyangkal dan menganggap hanya sekadar berbagi.

Orang yang seperti itu, lanjut Deliana, biasanya adalah orang yang cenderung "bermasalah", yakni orang yang kehidupan rumah tangganya mengalami kegamangan karena situasi dan kondisi.
"Bermasalah dalam tanda kutip, ya, meski permasalahan tidak selalu terlihat dari luar, seperti misalnya jauh dari suami."

Ketika bertemu tambatan hatinya, mereka seringkali merasa lebih baik, karena ada sisi yang tidak ditemukan pada pasangannya. "Lalu membandingkan, padahal perlu pemikiran panjang. Mereka sudah sekian lama tidak bertemu, bisa jadi keduanya berbeda dibanding dahulu," tambah Deliana.

Sebenarnya semua itu, menurut Deliana, bergantung atas cara berpikir seseorang dalam melihat situasi dan kondisi masing-masing individu. Misalnya, Radit yang berpikir lebih dewasa dan matang menyikapi kehidupannya sekarang. "Mensyukuri apa yang sudah dimiliki, sekecil atau sejelek apa pun justru lebih membahagiakan daripada memunculkan cinta lama yang belum tentu ujungnya." Memang, selain butuh kesadaran, juga diperlukan pengendalian diri yang kuat.
"Kalau berlangsung sesaat saja, itu masih wajar. Kalau keterusan bisa jadi masalah. Setiap individu kan punya kehidupan masa lalu, kini, dan masa depan. Kehidupan yang tak seluruhnya bisa dibagi dengan pasangannya.
Meski wajar, tetapi sebaiknya hati-hati biar tidak tergelincir."

Ya, reuni bertemu sosok spesial di waktu lalu memang membawa sensasi menyenangkan. Tapi, jika berkepanjangan, mungkin mengundang masalah yang membahayakan.
Kembali ke masa lalu terkadang memang sangat menyenangkan, tapi terkadang juga bisa jadi bumerang. (62)

Bebrayan / 05092010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun