Mohon tunggu...
noni arnee
noni arnee Mohon Tunggu... Freelancer - Pengembara

Pengembara

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tanpa Judul

22 Agustus 2010   13:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:48 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nayla masih saja memegang hp dan meletakkannya didada. Untuk kesekian kali ia menunggu suara balasan dari panggilan hp-nya.

"Ini sudah ke-15 kali, sms juga sudah kukirim hingga lima kali," gumam Nayla. Tapi sama sekali tak terdengar bunyi dering hp dari kekasihnya, Senja.

Sudah lima jam Nayla tertidur di kamar kontrakannya. Ruangan berukuran 3x3 meter ini yang menemaninya menunggu jawaban dari Senja. Sementara tubuh mungilnya terus menggigil, kepala terasa berat dan mata berkunang-kunang.

"Aku sakit.. apakah kamu tahu sakitku ini Senja," ucap Nayla lirih. Ia terus saja berbicara dan bergumam sendiri.

"Kenapa tak kau jawab saja pesan singkatku atau teleponku. Aku hanya ingin tahu apa yang sedang kau lakukan disana. Kau pun tak tahu apa yang sedang terjadi dengan diriku. Atau kau memang enggan untuk ingin tahu...Kau cukup berkata dan tidak berdiam seperti ini..."

***
Tubuh Nayla semakin kepayahan. Ia tak mampu bangun dari tidurnya hanya untuk mengambil air putih di gelas yang terletak di samping sisi kasurnya. Sementara rasa dahaga terus saja mengoyak kerongkongannya yang kering. Bibirnya pun mulai pucat.

Di rumah kontrakan ini Nayla sendiri. Waktu menunjukkan pukul 11.00 malam. Derik jangrik yang biasa menemani kesendiriannya di malam hari dirumah yang berada ujung jalan, malam ini tak terdengar, entah kemana.

Hp masih di genggamnya. Kembali Nayla mencoba untuk menghubungi nomor Senja untuk ke-31 kalinya. Masih tak ada jawaban.

Sesaat Nayla mengingat kejadian setengah tahun lalu, ketika dirinya tak berhasil menghubungi kekasihnya itu. Rasa berkecamuk mulai mendera didada. Hingga suatu siang Nayla mendapat khabar dari seorang teman Senja.

"Senja kecelakaan semalam..."

****
Waktu menunjukkan pukul 02.00 pagi...dan Nayla pun belum juga berhasil menghubungi kekasihnya yang entah ada dimana.
Tubuhnya semakin lama semakin lemah, pucat dan tak mampu bergerak. Hp yang sejak tadi digenggam dan diletakkan didada sudah berpindah disamping tubuhnya. Tangannya mencoba meraih hp dengan sekuat tenaga. Perlahan.
Dengan pandangan kabur, tubuh lemah dan tangan bergetar Nayla mencoba memencet tombol-tombol huruf di hp-nya.
"Mungkin ini sms terakhir untuk Senja sebelum semua memang benar-benar berakhir..," batin Nayla

Nayla mencoba menulis pesan di hp. "yank..."
Belum sempat menulis pesan kata berikutnya yang ingin ditulis untuk kekasihnya, tiba-tiba hp Nayla jatuh terpelanting di lantai. Ia terkulai lemas dan sejurus kemudian matanya tertutup.

Waktu menunjukkan pukul 03.30 pagi.
Terdengar sayup-sayub petikan gitar dan suara laki-laki menyanyikan lagu D'masiv.

"Cinta ini membunuhku....."
Entah dari mana suara itu datang.

***
"Bau apa ni," kata beberapa orang yang berkerumun di depan rumah Nayla.

Rumah sepi, pintu dan jendela rumah kontrakan Nayla masih tertutup rapat. Lampu teras pun masih menyala. Tidak ada tanda kehidupan. Sementara beberapa warga terus saja ingin menuntaskan rasa penasaran ketika mencium bau tak sedap yang berasal dari rumah Nayla.  "Seperti bau bangkai," kata mereka.

Pintu rumah kontrakan Nayla pun coba diketuk warga yg berkerumun. Tak terdengar jawaban dari dalam.

"Mungkin mbak Nayla pergi. Sudah 3 hari ini ga kelihatan," ucap salah seorang dari mereka.
"Tapi kenapa rumahnya bau sekali. Mungkin ada binatang yang mati di dalam rumah ini..."

Sesaat kemudian, Bude Mirah datang dengan tergopoh-gopoh. Ia pemilik kontakan tempat Nayla tinggal selama tiga tahun terakhir ini.

"Ada apa ?" tanya Bude Mirah penasaran melihat beberapa warga berkerumun di rumah kontrakan miliknya.

"Itu..kok di rumah mbak Nayla ada bau menyengat, takutnya mengganggu warga bude. Gimana kalau dibuka saja. Sampeyan kan punya hak sebagai pemilik rumah.."
"Ya sudah, saya ambil kunci duplikat dulu di rumah. Tunggu sebentar,"kata Bude Mirah.

**
Pintu depan rumah kontrakan Nayla pun terbuka perlahan. Beberapa warga masuk, begitu juga bude Mirah.

"Sepi..,"katanya. "Tapi kok baunya semakin menyengat. Coba diperiksa ke dapur atau kamar mandi,"

Beberapa warga yang masuk pun berkeliling dari ruangan ke ruangan. Mencari asal muasal bau bangkai di rumah kontrakan Nayla.
Hingga akhirnya bude Mirah berteriak histeris di depan kamar Nayla.

"Toloooonngggg......"

Bude Mirah melihat tubuh Nayla membujur kaku.

on March-Non

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun