Mohon tunggu...
Nurul Pratiwi
Nurul Pratiwi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis dan pengembara kehidupan saya sendiri. Tertarik dengan dunia literasi, jurnalistik, fotografi, psikologi, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Setiap Hari Selalu Hujan

29 Agustus 2024   17:44 Diperbarui: 29 Agustus 2024   17:48 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : unsplash.com/Alex Folguera

Aku yang masih berbaring nyaman di kasur busa empuk itu berusaha bangkit. Aku duduk, lalu menengok ke arah jendela kaca yang sengaja ditutupi sedikit dengan triplek dan atap transparan. Langit kota Surabaya tampak cerah siang itu, bahkan selama beberapa bulan terakhir selalu cerah. Hujan hanya menghampiri bumi Kota Pahlawan ini sesekali, sesekali malam, sesekali pernah juga pagi hari.

Namun, langit yang cerah itu berbanding terbalik dengan hatiku yang setiap harinya sudah hujan, apalagi satu bulan belakangan. Langit yang cerah itu berbanding terbalik dengan suasana hatiku yang mudah sekali naik turun, dan sekarang rasanya semakin turun. Langit yang cerah itu berbanding terbalik dengan hari-hariku yang sudah hujan setiap hari satu bulan belakangan.

Aku bersyukur senangnya masih ada, yaitu ketika aku  bisa rutin empat kali dalam satu minggu  lari sore, bisa mengenal diri sendiri lebih banyak, bisa makan es krim home made dengan harga terjangkau, bisa menyelesaikan tugas kelas penulisan kontenku, ketika aku bisa keluar seharian dari kota Surabaya, aku bisa membeli lipstik baru, dan menikmati gemerlap lampu kota Surabaya lagi setelah lama tidak menikmatinya sembari melihat pameran lukisan di Alun-Alun Surabaya, juga membaca buku yang masih belum selesai aku baca.

Selebihnya, hari-hariku dipenuhi panggilan suara orang tua dan perwakilan keluarga besar yang selalu bertanya perihal aku sudah mendapatkan pekerjaan atau belum, baca doa ini doa itu, juga tambahan pertanyaan sejenis belakangan ini dari pemilik indekos yang tampaknya peduli, tapi tahu itu hal sensitif masih saja ditanyakan.  

Hari-hariku juga dipenuhi kegiatan melamar pekerjaan secara daring yang menguras waktu, panggilan wawancara sebagai lanjutan dari lamaran pekerjaan itu yang menguras energi, dan ujung-ujungnya tidak ada kabar, atau ada kabar tidak lulus, belum berjodoh, dan lainnya. 

Belum lagi pekerjaan di indekos sehari-hari yang menguras energi seperti memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan toilet, juga membereskan kamar. Selain itu, belum lagi menulis projek pribadi yang belum juga selesai bagaikan aku mengerjakan skripsi ketika kuliah, dan kelas-kelas yang belum aku ikuti lewat video YouTube atau platform lain.

Hiburanku membaca buku, buka media sosial, dan menulis konten kutipan dari buku yang aku baca dan mengunggahnya di media sosial, menonton video di kanal YouTube milik siapa, atau sekadar ke sebuah swalayan ternama, membeli makanan dan minuman ringan, lalu duduk merenung di bangku bagian kedai kopinya. Merenungi kehidupanku, hari-hariku di sana, atau sekadar menulis jurnal. Selain itu, sesekali  aku juga berkaraoke mengandalkan video YouTube.

Aku hidup bagaikan bukan manusia, dari dulu ketika masih di ranah kelahiranku, Sumatera Barat, sampai sekarang di Surabaya. Kuat di depan tanpa memperlihatkan lemahnya. Semua itu bukan tanpa alasan. Semua itu bisa dibilang karena luka-luka batin selama ini di ranah kelahiranku, dan ketika sudah di Surabaya berniat menyembuhkan luka dan mengenal diri sendiri lebih jauh, ternyata menyembuhkan luka dan membangun hubungan baru dalam usia 25 tahun juga tidak mudah bagiku. 

Aku tidak mau luka-lukaku tertular pada orang-orang baru yang aku kenal, padahal aku juga butuh orang-orang paling tidak untuk bertanya rekomendasi kafe murah di Surabaya atau bisa aku ajak jalan-jalan ke luar Surabaya seharian.

"Bukankah menyembuhkan luka dan mengenal diri sendiri itu perlu orang lain?" tanya seseorang dalam diriku yang selalu penuh ingin tahu, sebut saja dia Foxtrot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun