Mohon tunggu...
Nurul Pratiwi
Nurul Pratiwi Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate, Penulis

Tertarik dengan dunia literasi, jurnalistik, fotografi, psikologi, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Film

Marah pada Allah Itu Bukan Solusi

28 Mei 2024   00:11 Diperbarui: 28 Mei 2024   14:48 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo, Kompasianers...

Aku ingin berbagi tentang film yang baru aku tonton. Film "Tuhan, Izinkan Aku Berdosa" yang terinspirasi dari novel "Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur" karya Muhidi M. Dahlan. 

Film ini sejak awal penayangannya selalu muncul dalam halaman "Untuk Anda" di TikTok, membuatku jadi penasaran. Kalimat-kalimat menyentuh yang diambil dari penonton dalam film itu juga banyak beredar di TikTok. Kalimat-kalimat menyentuh itu rasanya relatable dengan diriku sendiri dan kehidupanku.

Film "Tuhan, Izinkan Aku Berdosa" ini aku baru tahu sudah tayang pada 2023 di festival-festival, dan baru 22 Mei 2024 ini tayang komersil di layar lebar. Film ini diangkat dari kisah nyata yang menceritakan tentang Kiran, seorang mahasiswi yang taat beragama, cerdas, dan punya cita-cita memajukan dakwah. Dia mengikuti organisasi gerakan Islam di kampusnya.

Setelah menonton film ini, aku bisa memahami bahwa cita-cita Kiran yang bisa disebut mulia itu membuatnya menghadapi berbagai cobaan di tengah perjalanan hidupnya. 

Mahasiswi ini dituding memfitnah ulama yang merupakan pimpinan gerakan, diancam karena memfitnah ulama tersebut oleh pengikut gerakan, dan sang ibu percaya pada kabar buruk tentang dirinya itu. 

Kiran mulai frustrasi dan mempertanyakan kesalahannya pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Cobaan Kiran tidak berhenti sampai di sana. Mahasiswi ini juga sampai dikirimi surat ke indekosnya yang membuatnya lemas dan jatuh terduduk. Reputasinya di kampus pun sudah tak lagi baik.

Cobaan untuk Kiran terus berlanjut. Teman lelakinya yang juga satu kelas dengannya, berjanji akan menjadi orang yang ada untuk Kiran, menghilang mengingkari janjinya itu. 

Kiran yang juga sudah "diapa-apain" oleh teman lelakinya itu semakin hancur hatinya, setelah ibunya tidak lagi percaya padanya. Kiran semakin hancur, dan di tengah hancur hatinya itu, dia mulai mencoba berbaur dengan mahasiswa yang tergabung dalam Mapala. Awal berbaurnya Kiran adalah dengan mencoba menghisap rokok salah seorang mahasiswa itu.

Kiran yang sudah benar-benar frustrasi menjalani hidup, marah akan Allah yang memberikannya semua cobaan itu dan manusia-manusia "munafik" di sekitarnya, hingga ingin menunjukkan bahwa manusia juga bisa punya kekuatan seperti Allah, Tuhan Maha Segalanya. Kiran mengajak salah seorang mahasiswa di Mapala yang menyukai aktivitas mendaki gunung untuk mendaki gunung bersamanya, untuk membuktikan bahwa manusia bisa mempunyai kekuatan seperti Allah. 

Salah seorang mahasiswa itulah yang mendengar dan merespons ceritanya dari awal akan kemarahannya pada Allah. Mahasiswa itu tampaknya paham Kiran benar-benar sudah tidak baik saja dan dia mau menemani Kiran mendaki, meskipun terpaksa. 

Ada momen ketika Kiran dan mahasiswa itu sudah berada dekat dengan sebuah batu di gunung, yang menampilkan bahwa mahasiswa ini sangat baik dan benar-benar peduli akan keselamatan Kiran. Kiran tak lama di gunung, terbukti saat mahasiswa itu bangun, dia menemukan secarik kertas dan membaca kertas yang terdapat pesan di dalamnya dari Kiran.

Suatu hari, ada momen ketika Kiran tampak pucat oleh dosennya, dan dosennya memberi sedikit perhatian untuknya. Dosennya juga semacam menawarkan kalau Kiran ada keinginan apapun, maka bisa minta pada dosennya itu. Kiran pun melakukannya. 

Dosennya itu memberikan apa saja yang Kiran mau, tapi dosen tersebut ada niat yang berhubungan dengan seksual pada Kiran, hingga akhirnya bisa dikatakan Kiran terjebak dalam 'dunia kemunafikan". Melalui dosennya itu, Kiran ingin mengungkap kemunafikan manusia. Dia sungguh marah pada Allah akan apa yang terjadi padanya.

Ada momen ketika dia sedang berduaan dengan dosennya, dia mendapat kabar bahwa sang Bapak telah berpulang. Kiran menangis sejadi-jadinya di toilet. Sedih luar biasa akan kehilangan sosok yang begitu menyayanginya dan selalu uang untuk berobat beliau lebih beliau berikan untuk biaya pendidikan Kinan.

Kiran punya alat untuk pertahanan dan perlindungan dirinya. Suatu hari, alat itu diambil oleh seorang pejabat. Kiran merasa dirinya terancam dan harus menyelamatkan data-data lain yang ada dalam laptopnya. Kiran sudah bersiap untuk melarikan diri, dan dalam persiapannya itu, dosennya datang dan berbicara dengannya. Dosennya merasa gelagat Kiran aneh, dan Kiran pun berhasil melarikan diri dengan membuat dosennya itu terluka.

Setelah semua itu, Kiran yang akan melarikan diri bersama Mbak Ami, pemilik sebuah salon tempat Kiran juga sempat tinggal di sana, juga sosok yang sangat peduli dengannya, disekap selama tiga hari. Kiran berhasil menyelamatkan diri, dan pergi mencari Mbak Ami. Ternyata Mbak Ami sudah dibawa ambulans dalam keadaan tidak bernyawa. 

Kiran pun menyusuri jalan, yang ternyata mencari jenazah Mbak Ami di sebuah rumah sakit. Dia meminta maaf pada Mbak Ami, lalu membaca keterangan kematian Mbak Ami, dan waktu kematiannya. Kiran ingat akan benda kecil berisi data-data yang dia selamatkan, lalu mencari ke dalam saku pakaian Mbak Ami. Benda itu ajaibnya masih ada dalam saku pakaian Mbak Ami. Lalu, Kiran pun pergi.

Suatu hari, Kiran membantu seorang ibu di warungnya. Sebuah bus pariwisata tampak berhenti, lalu turun banyak mahasiswa dari bus tersebut, dan tampak terakhir turun itu adalah dosen Kiran yang telah membuat hidupnya seperti sekarang. Kiran pun kaget, panik, lalu bergegas pamit pergi pada seorang ibu yang telah berbaik hati menampungnya. Kiran berlari terus seiring dengan suara-suara yang mengahntuinya. Dia yakin dosennya itu sedang mengejarnya.

Kenyataannya ketika Kiran sudah berada di sebuah puncak bukit, dosennya itu ada di sana. Benar, dosen itu mengejarnya. Dosennya itu menceritakan akhir kisah dari pejabat-pejabat yang pernah menjadi "klien" Kiran. Kiran menanggapinya dengan tertawa sekeras-kerasnya, dan tawa Kiran terhenti kala melihat pisau dalam genggaman dosennya itu. Dosennya kesal akan segalanya yang telah hancur gegara Kiran.

Pada akhirnya, Kiran tidak terbunuh, dan dia tidak berhenti untuk mengungkap kemunafikan satu manusia lagi yang pernah menjadi "klien"-nya itu.

Kita sebagai manusia seringkali ketika sudah dalam masalah jadi marah pada Allah. Kita merasa Allah jahat, tidak adil, kejam. Aku juga pernah seperti Kiran, marah pada Allah, pada masa titik terendahku dalam hidupku sejauh ini. Padahal, kita diberikan masalah, cobaan, Allah menguji kita untuk kita bisa naik kelas dalam menjalani hidup di dunia ini. Tidak mudah bagi kita sebagai manusia yang sedang dalam ujian itu tetap bersyukur dan berprasangka baik. Begitulah kita, manusia.

Namun kenyataannya, semarah apapun, sekecewa apapun kita pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tetap saja itu bukanlah sebuah solusi untuk apapun masalah kita. Cobaan Kiran sebagai mahasiswi yang taat beragama sungguh ujian yang berat. Ujian yang tidak main-main yang tentu membuat kesehatan mentalnya turun luar biasa. 

Tidak mudah untuk Kiran menerima takdir hidupnya, begitu pula banyak manusia lainnya di dunia ini. Namun, Kiran, juga tentu kita sebagai manusia sungguh sangat harus menerima takdir hidup yang telah ditulis. Ketika kita ada masalah, justru sebenarnya ketika itulah Allah ingin kita mendekat padaNya, meminta padanya apapun, termasuk solusi atas masalah yang sedang dihadapi. Marah kepada Allah hanya akan memperkeruh masalah kita itu. Aku juga sudah merasakannya sendiri pada momen titik terendahku sejauh ini hidup.

Aku salut ketika akhirnya Kiran bisa bangkit menjalani hidupnya setelah kejadian yang sudah menimpanya, juga roh sang Bapak yang menghampirinya ketika dirinya tergeletak penuh luka di hutan perbukitan, menyampaikan banyak petuah dan dukungan padanya.

Namun sayang, ibu Kiran tetap marah padanya.

Kiran adalah sosok yang sebenarnya antusias dan berani untuk mengungkap kebenaran. Namun, begitulah realitanya dalam hidup ini. Banyak manusia yang tidak ingin kebenaran di balik topengnya terbongkar, sampai menyiksa, bahkan membunuh seseorang yang mengetahui semua akal bulusnya.

Film ini benar-benar memaparkan realita yang ada dalam kehidupan kita di negara ini, yang tentu bukan lagi rahasia. Namun, film ini jangan dijadikan panduan, tapi jadikanlah suatu pelajaran yang memperkaya kita akan sudut pandang kehidupan. 

Film ini juga luar biasa untuk mengajarkan kita bahwa kenyataannya dalam hidup, semua orang akan pergi, bahkan orang tua sendiri, dan hanya Allah, Tuhan kita, yang tidak akan pernah meninggalkan kita. Jadi, kembalilah pada Allah Swt, Tuhan kita, Yang Maha Segalanya, yang lebih mengerti kita. Good job untuk seluruh kru film ini sudah melahirkan film yang luar biasa ini.

Kita menyayangi ataupun mencintai sesuatu di dunia ini juga ada yang perlu diiming-imingi sesuatu, atau ditakut-takuti sesuatu, atau juga harus ada "sesuatu" di belakangnya. Namun, Kiran tidak ingin seperti itu. Seperti kebanyakan orang yang sudah menonton film ini, aku suka kalimat terakhir Kiran dalam film ini, "Aku ingin mencintaiMu dengan bebas dan bahagia, tanpa ditakut-takuti dengan neraka, dan diiming-imingi surga."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun