Mohon tunggu...
Nona .G
Nona .G Mohon Tunggu... -

sang moralis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mayan

18 Juni 2016   09:51 Diperbarui: 18 Juni 2016   10:40 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidak mendapat solusi yang lebih damai, selesainya gue menyimpan remote si kokoh dan si cici, gue lantas bergumam, “’MAYAANNN…” kearah mereka dan kemudian melengos menuju galley.

Muka gue memerah karena dongkol. Namun sepercik euforia kemenangan menyisip dihati gue, tentunya karena gue mampu memberikan tamparan yang ’mayan pada cici dan kokoh yang sebelumnya tidak sadar bahwa gue adalah orang Indonesia.

Ketika lampu tanda sabuk pengaman menyala dan gue harus patroli terakhir kalinya sebelum mendarat, gue bergegas keluar galley untuk menghampiri tempat duduk cici dan kokoh. Gue temukan tempat penahan gelas si kokoh belum tersimpan.

Dengan lugas gue berucap, “bapak, plastic cup holder-nya tolong disimpan ya. Terima kasih.” Saat itu gue gagal menemukan terjemahan yang tepat bagi kata penampung gelas. Maka Cinta Laura lah bahasa indonesia gue. Tak apalah. Yang penting cici dan kokoh semakin teguh bahwa gue fasih berbahasa indonesia.

---

Sepanjang sejarah karir gue yang seumur jagung ini, kisah ‘mayan adalah kisah yang paling bermakna bagi gue. Gue belajar banyak dari momen ini. Gue yakin si cici dan si kokoh pun begitu adanya.

Cukup yakinlah gue si cici dan si kokoh akan lebih berhati-hati dalam berucap di dalam kabin karena sesungguhnya awak kabin berkebangsaan Indonesia tidak hanya tersebar di maskapai lokal.

Pada hakikatnya, gue adalah oknum yang belajar paling banyak dari kejadian ini. Malam itu dan malam-malam sesudahnya, gue berdiam untuk bertanya pada Yang Maha Kuasa Empunya Kebijaksanaan Ilahi apabila kejadian si cici dan si kokoh ini terulang lagi dalam penerbangan gue di masa depan.

Selain bertanya pada Sang Khalik gue turut bertanya pada senior-senior terhormat yang pengalamannya bertahun-tahun lebih lama dari gue. Dengan sepenuh hati mereka pun memberi wejangan-wejangan yang hakiki.

Gue yang kini sedikit lebih bijak, sadar bahwa yang gue ucapkan pada cici dan kokoh dahulu memang kurang berkenan.

Oleh karena itu, dengan segenap perasaan gue haturkan maaf gue yang setulus-tulusnya pada cici dan kokoh. Cici dan kokoh, boleh lah kita bersua lagi. Dan apabila kita mengulangi momen yang sama, akan gue sambut dengan respon yang lebih tajam. Eh, yang lebih baik maksudnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun