Mohon tunggu...
Ranti Naomi Sinaga
Ranti Naomi Sinaga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

start well finish well

Selanjutnya

Tutup

Politik

RESPON POLITIK INTERNASIONAL AKIBAT TERJADINYA KUDETA MILITER DI MYANMAR

29 April 2023   00:56 Diperbarui: 2 Juni 2023   22:11 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                                      Sumber: Google.com  

Sejak awal Februari 2021 publik internasional sedang diramaikan oleh berita yang sedang terjadi akibat terjadinya kudeta militer Myanmar terhadap pemerintahan demokratis Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta beberapa petinggi lainnya dari kekuasaan nasional Myanmar melalui pemilihan umum. Tentunya, hal ini mengakibatkan banyak dari masyarakat di Myanmar meminta pertolongan dengan mengirim pesan-pesan bernada mengikuti bagaimana situasi domestik ini semakin memanas. 

Kemudian, bagaimana respon dari politik internasional terhadap gejolak politik domestik yang sedang memanas di negara ini?

Pada awal Februari 2001, Myanmar sedang digoncangkan dengan terjadinya kudeta militer untuk kedua kalinya di negaranya. Terjadinya kudeta militer kedua ini diakibatkan klaim dari militer yang menganggap terjadinya kecurangan dalam pemilu yang berlangsung pada bulan November 2020. 

Meskipun komisi dari pemilihan menyebut tidak adanya bukti yang mendukung dari klaim ini, namun militer dari Myanmar tetap mempertahankan pendapatnya serta menahan beberapa tokoh senior, seperti Presiden Myanmar yakni Win Myint dan Aung San Suu Kyi. 

Kudeta ini terus berlanjut, dengan terjadinya pengambilalihan kekuasaan di Myanmar yang dipimpin oleh panglima tertinggi saat itu yakni Min Aung Hlaing. Namun pengambil ahlihan ini gagal akibat pemerintah tidak dapat menindaklanjuti terjadinya kecurangan pemilu tersebut. Militer Myanmar juga gagal dalam menunda masa pemilihan dikarenakan pandemi virus corona.

Selesainya kudeta tersebut, Min Aung Hlaing menyebutkan pernyataan kepada public bahwa tindakan yang dilakukan militer itu benar dengan berada di pihak rakyat dan akan membentuk demokrasi yang adil. Dengan pernyataan tersebut, militer Myanmar berspekulasi dengan melakukan pemilihan yang adil dan bebas.

Akan tetapi, kudeta tersebut tidak mendapatkan respon yang positif dan banyak pihak yang mendukung demokrasi di Myanmar dan aksi demonstrasi dilakukan. Banyaknya protes dari masyarakat setiap harinya untuk menentang kudeta yang akan dilakukan oleh militer Myanmar. Selain dari adanya aksi protes terdapat juga aksi mogok massal yang dilakukan oleh ratusan buruh yang bekerja di pabrik pembuat suku cadang kendaraan militer Myanmar untuk dapat menentang terjadinya kudeta tersebut.

Dampak yang terjadi dari banyaknya masyarakat yang melakukan aksi menentang tersebut adalah banyaknya korban yang berjatuhan akibat kekerasan yang dilakukan dari pihak pasukan militer dalam kudeta militer Myanmar. Namun, meskipun begitu para demonstran terus tetap berupaya dan tak gentar untuk dapat memenuhi jalannya walaupun sudah banyak memakan korban.

Melihat dari situasinya yang semakin tidak memungkinkan, respon negara ASEAN terhadap kudeta yang terjadi di Myanmar terdapat pandangan yang berbeda dalam menanggapi isu tersebut. Beberapa negara di ASEAN seperti, Kamboja, Vietnam, Thailand, dan Filipina menganggap kudeta dan permasalahan ini sebagai masalah internal sehingga ASEAN tidak perlu ikut melakukan intervensi. Sedangkan menurut negara Singapura, Indonesia, dan Malaysia menyatakan keprihatinan kepada pergolakan politik di Myanmar serta untuk pihak yang terkait agar dapat menahan diri dan menyesuaikan sengketa dengan damai.

ASEAN yang mempunyai prinsip yaitu non-intervensi dan memerlukan suara bulat untuk dapat membuat keputusan secara bersama terhadap isu tersebut. Hal ini menjadikan kecil sekali kemungkinan bagi organisasi regional tersebut untuk dapat ikut campur dalam permasalahan domestik di Myanmar, meskipun beberapa respon normatif telah dikeluarkan.

Lebih lanjut, selain negara-negara anggota dari ASEAN, beberapa negara dan organisasi internasional telah mengutuk kudeta tersebut dan menuntut pembebasan pemimpin Myanmar yang dipenjara, termasuk pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi. Kudeta militer yang terjadi di Myanmar membuat beberapa kelompok masyarakat sipil di seluruh dunia telah melakukan pergerakan protes dan aksi solidaritas untuk menunjukkan dukungan mereka bagi rakyat Myanmar dan mengecam tindakan kudeta militer tersebut. 

Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa telah memberlakukan sanksi ekonomi terhadap pemerintah militer Myanmar dengan beberapa perusahaan yang terhubung dengan negara tersebut sebagai respons atas kudeta. Sanksi-sanksi ini bertujuan untuk membatasi akses keuangan pemerintah militer dan menekan mereka untuk mengembalikan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Negara-negara tersebut juga memanggil duta besar Myanmar untuk dipanggil kembali ke negaranya masing-masing. 

Selain itu, Sejumlah negara seperti Australia dan Jepang telah menunjukkan dukungan mereka bagi demokrasi di Myanmar dan mengecam tindakan kudeta militer tersebut. Mereka juga telah memberikan bantuan kemanusiaan dan dukungan finansial bagi masyarakat Myanmar yang terdampak.

Organisasi internasional seperti PBB dan Uni Eropa juga telah mengambil tindakan diplomatik untuk menekan pemerintah militer Myanmar agar mengembalikan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Hal tersebut dilakukan untuk menekankan akan pentingnya demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, beberapa negara, seperti Tiongkok dan Rusia, telah mengekspresikan kekhawatiran mereka terhadap situasi politik Myanmar, tetapi menyerukan dialog antara militer dan partai-partai politik untuk mencapai stabilitas di negara itu.

Secara keseluruhan, kudeta militer di Myanmar telah membawa dampak negatif pada hubungan internasionalnya. Negara-negara tetangga dan organisasi internasional berharap agar Myanmar segera kembali pada jalur demokrasi dan menghormati hak asasi manusia. Tentunya, respons politik internasional terhadap kudeta militer di Myanmar masih akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Namun, yang jelas adalah bahwa kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintah militer Myanmar dapat segera dihentikan dan kekuasaan dapat kembali kepada pemerintah sipil yang sah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun