Akumulasi pengerukan kekayaan alam dan pengisapan tenaga-tenaga rakyat telah menyebabkan terjadinya berbagai krisis yang sulit dipulihkan. Krisis tersebut pada gilirannya telah mengancam kelangsungan sumber-sumber kehidupan rakyat dan mengakibatkan bencana ekologi di berbagai penjur tanah air.
Lebih jauh, penghancuran alam juga mengakibatkan tercerabutnya identitas dan kebudayaan akibat hilangnya ruang hidup masyarakat, khususnya masyarakat adat yang sangat dekat dengan alam.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendorong agar negara memberikan perhatian kepada masyarakat kecil yang termarjinalkan akibat tercerabut hak ulayat dan sumberdaya alamnya. Mereka menuntut negara bertanggung-jawab untuk menghentikan kerakusan eksploitasi sumber daya alam demi memikirkan generasi mendatang.
"Walhi prihatin bahwa kontestasi politik telah menjebak rakyat indonesia pada politik identitas yang tajam dan merusak jalinan pesaudaraan kita sebagai warga bangsa," seru Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati dalam pembukaan Rapat Akbar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia di Hall Basket Senayan, Jakarta, pekan lalu.
![Rapat Akbar. Walhi.or.id](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/26/51834273-149511282716094-982815215489788066-n-5c99c767cc52832b00156aa2.jpg?t=o&v=770)
Aliansi ini mendorong momen pesta politik pemilihan umum presiden, wakil presiden, anggota DPD, dan anggota legislatif diributkan untuk memperbincangkan penguatan wilayah kelola rakyat. Hasil pesta politik itu pun agar membawa amanah dalam penyelesaian berbagai permasalahan sistematis yang dialami komunitas masyarakat.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh krisis dan bencana ekologis di Indonesia. Umumnya hal ini diakibatkan berbagai kebijakan politik yang tidak berpihak pada rakyat dan lingkungan hidup. "Hal ini menyebabkan juga ekses-ekses negatif berupa penggusuran, perampasan hak-hak rakyat, perampasan tanah pelanggaran HAM, kriminalisasi serta kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup," terangnya.
Ganti Menteri Sofjan Djalil
![Foto: Arief Kamaludin/KataData](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/26/960-640-sofyan-djalil-katadata-arief-5c99c61595760e427000c592.jpg?t=o&v=770)
Even menegaskan, hal tersebut menjadi momentum yang tepat untuk mengganti Sofyan karena yang bersangkutan lebih mementingkan industri kelapa sawit dibanding hak asasi warga negara untuk memperoleh informasi.
"Dia (Jokowi) sama saja harus ganti Sofyan. Ini soalnya malah melindungi investasi kelapa sawit," tegasnya.
Even mengatakan, alasan untuk mengganti Sofyan semakin diperkuat karena ia tak mengerti perintah pengadilan. Sebagai lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi, kata Even, perintah MA tak bisa diabaikan begitu saja oleh pejabat negara.
Selain itu, Sofyan dinilai mengabaikan amanat konstitusi yang tertera dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Apalagi, dengan dalih melindungi industri sawit, Even yakin bahwa alasan pengecualian informasi yang selama ini menghambat transparansi HGU semakin tidak relevan.
"Dia sebagai penyelenggara negara abai terhadap dua hal penting itu. Ini sebenarnya sudah bukan di Sofyan tapi tergantung Jokowi dan ngerti enggak kalau menterinya enggak paham soal itu," ucap Even.
Senada dengan Even, Direktur Eksekutif Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Monica Tanuhandaru mendesak agar pemerintah mulai menjalankan ekonomi yang adil dan berkelanjutan melalui transparansi. Menurutnya, pemerintah enggan transparan. Terutama sikap Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil yang enggan menjalankan putusan MA untuk membuka data HGU ke publik.
Tanpa transparansi pemerintah soal HGU, masyarakat tidak dapat memantau transparansi pemerintah. Padahal masyarakat perlu memiliki akses untuk memantaunya.
"Jadi kita tahu, dan barangkali kita bisa membantu mengkritisi bagaimana penggunaan lahan tersebut. Termasuk misalnya, cek apakah pemilik HGU itu memiliki pajak ekspor, bagaimana industrinya, bagaimana perlakuannya terhadap pekerjanya, bagaimana mereka menjalankan bisnisnya, apakah berkelanjutan atau tidak," jelasnya.
Acuan:
Walhi kumpulkan ribuan pejuang lingkungan dalam rapat akbar
Rapat akbar, Walhi manfaatkan momentum politik
Walhi desak Jokowi ganti Menteri Sofyan karena enggan buka data HGU
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI