Even mengatakan, alasan untuk mengganti Sofyan semakin diperkuat karena ia tak mengerti perintah pengadilan. Sebagai lembaga kekuasaan kehakiman tertinggi, kata Even, perintah MA tak bisa diabaikan begitu saja oleh pejabat negara.
Selain itu, Sofyan dinilai mengabaikan amanat konstitusi yang tertera dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Apalagi, dengan dalih melindungi industri sawit, Even yakin bahwa alasan pengecualian informasi yang selama ini menghambat transparansi HGU semakin tidak relevan.
"Dia sebagai penyelenggara negara abai terhadap dua hal penting itu. Ini sebenarnya sudah bukan di Sofyan tapi tergantung Jokowi dan ngerti enggak kalau menterinya enggak paham soal itu," ucap Even.
Senada dengan Even, Direktur Eksekutif Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Monica Tanuhandaru mendesak agar pemerintah mulai menjalankan ekonomi yang adil dan berkelanjutan melalui transparansi. Menurutnya, pemerintah enggan transparan. Terutama sikap Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil yang enggan menjalankan putusan MA untuk membuka data HGU ke publik.
Tanpa transparansi pemerintah soal HGU, masyarakat tidak dapat memantau transparansi pemerintah. Padahal masyarakat perlu memiliki akses untuk memantaunya.
"Jadi kita tahu, dan barangkali kita bisa membantu mengkritisi bagaimana penggunaan lahan tersebut. Termasuk misalnya, cek apakah pemilik HGU itu memiliki pajak ekspor, bagaimana industrinya, bagaimana perlakuannya terhadap pekerjanya, bagaimana mereka menjalankan bisnisnya, apakah berkelanjutan atau tidak," jelasnya.
Acuan:
Walhi kumpulkan ribuan pejuang lingkungan dalam rapat akbar
Rapat akbar, Walhi manfaatkan momentum politik
Walhi desak Jokowi ganti Menteri Sofyan karena enggan buka data HGU
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H