Direktur : Colin Francis Moorhead
Direktur Independen : Chrisanthus Supriyo
Kriminalisasi Budi Pego
Lelaki itu bernama Heri Budiawan. Namun ia lebih dikenal dengan panggilan Budi Pego. Ia adalah salah satu warga di Banyuwangi yang gigih menolak beroperasinya tambang emas di Tumpang Pitu.Â
Pada April 2016 silam, tambang itu melakukan peledakan pertama. Peledakan di kawasan Gunung Tumpang Pitu ini yang menjadi penyebab utama banjir lumpur di Pantai Pulau Merah, yang letaknya tepat di bawah kaki Gunung Tumpang Pitu.
Kegigihannya melawan perusahaan tambang itu mengakibatkan ia menjadi incaran untuk dijebloskan ke penjara. Beberapa waktu yang lalu, hakim pengadilan memutuskan Budi terbukti menyebarkan ajaran komunisme atau Marxisme--Leninisme terkait muncul spanduk berlogo palu arit dalam aksi penolakan pertambangan emas Tumpang Pitu, 4 April 2017. Sebuah tuduhan yang sejatinya merupakan upaya 'membunuh' pembawa pesan.Â
Sang pembawa pesan penolakan tambang di Tumpang Pitu harus 'dibunuh' karakternya melalui tuduhan penyebaran komunisme agar pesan penolakan tambang itu menjadi tidak relevan. Dengan demikian perlawanan terhadap tambang di Banyuwangi menjadi melemah.
Amnesty Internasional Indonesia lewat cuitan di Twitter @amnestyindo mengajak kita semua untuk menolak lupa terhadap kriminalisasi yang menimpa Budi Pego.Â
'Masih ingat kriminalisasi yang dihadapi oleh Mas Budi Pego karena melawan pendirian tambang emas di Banyuwangi?"
Demikian pula dengan aktivis Dandhy Laksono yang merekomendasikan sebuah buku berjudul "Menambang Emas di Tanah Bencana" hasil karya Ika Ningtyas, sebagai sebuah buku penting untuk memahami oligarki di Indonesia melalui kasus tambang emas Tumpang Pitu.
"... Sandiaga Uno, Surya Paloh, Hendropriyono, Yenny Wahid, dll ada di sini. Tentang perebutan saham, lobi pada kekuasaan, dan terutama peminggiran masyarakat..." cuitnya lewat akun Twitter @Dandhy_Laksono pada 25 Februari 2019 lalu.