Mohon tunggu...
Nolan Pudjanegara
Nolan Pudjanegara Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Si Hitam dari Cina, Pandemi "Pertama" di Dunia

31 Maret 2020   23:13 Diperbarui: 31 Maret 2020   23:35 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Virus Covid-19  terus menyebar di seluruh dunia. Penyebaran virus corona di seluruh dunia telah lebih dari 152 negara. Lebih dari 37.000 orang telah meninggal dunia akibat penyakit ini. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah menyatakan wabah Covid-19 sebagai pandemi.

Sebelumnya, mari kita pahami dulu apa itu pandemi. Menurut KBBI, pandemi adalah wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Sebelum Covid-19, sudah ada pandemi lainnya. Dunia sudah mencatat 20 penyakit yang dinyatakan sebagai pandemi. Tentunya masing-masing pandemi berdampak besar pada umat manusia.

Pandemi yang pertama kali tercatat, adalah Maut Hitam. Maut Hitam, disebut juga Wabah Hitam atau Black Death, adalah suatu pandemi luar biasa. Pandemi ini pertama kali melanda Cina dan populer di Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 dan membunuh kurang lebih setengah populasi Eropa pada saat itu.

Awal Mula Goncangan Black Death

Kejadian awal di Eropa menyebabkan para penulis di zaman itu menyebut pandemi ini sebagai "Mortalitas Besar" (Great Mortality) karena tingkat kematiannya (mortality) yang sangat, amat besar. Nama "Maut Hitam" dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yaitu acral necrosis, di mana kulit penderita menjadi hitam karena pendarahan yang terjadi di bawah kulit. Mayoritas ilmuwan meyakini bahwa Maut Hitam adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis. Penyakit yang disebabkan bakteri Yersinia pestis disebut sebagai penyakit Pes.

Penyakit ini ditularkan melalui 3 penyakit perantara. Perantara yang paling umum berasal dari pembengkakan kelenjar getah bening (orang-orang pada zaman itu menyebutnya sebagai Bubo). Perantara kedua merupakan Pneumonia (biasa dikenal sebagai paru-paru basah), dan perantara ketiga merupakan wabah Septicemia (racun pada darah).

Black Death datang dari daerah Cina pada tahun 1330an, tepatnya di Provinsi Hubei, lalu tersebar ke Asia Tengah, dan terbawa ke arah Timur dan Barat melalui Jalur Sutra. Jalur Sutra merupakan rute yang umumnya digunakan oleh para pedagang, untuk berkelana antara wilayah Timur dan Barat. Pada saat itu, tentara Mongol sedang melakukan invasi ke Eropa Timur, sehingga wabah Black Death tidak hanya dibawa oleh para pedagang, namun juga tentara Mongol, memasuki wilayah Eropa, serta diteruskan ke Afrika dan Amerika Selatan.

Akibat Serangan Black Death

Tingkat kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda tergantung sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 75-200 juta orang di dunia. Pandemi Maut Hitam ini diduga kembali menyerang setiap generasi warga Eropa dengan perbedaan intensitas dan tingkat fatalitas hingga 1700-an. Penyakit ini berhasil dimusnahkan di Eropa pada awal abad ke-19, tetapi terus berlanjut menelan nyawa pada bagian lain dunia.

Pada kala itu, ilmu pengetahuan dan teknologi belum cukup untuk mengidentifikasi Black Death, sehingga wabah ini benar-benar menimbulkan kecemasan. Ketidakpastian untuk tetap bertahan hidup menciptakan keadaan dimana warga dunia sangat bersyukur untuk dapat melihat hari esok, seperti digambarkan oleh Giovanni Boccaccio pada bukunya yang berjudul The Decameron (1353).

Selain musnahnya ratusan juta nyawa, semangat religius berkembang pesat terutama di Eropa. Wabah ini mengakibatkan pembunuhan ganas terhadap kaum minoritas seperti bangsa Yahudi, pendatang, pengemis, dan penderita penyakit lepra di Eropa. Mereka mengira bahwa dengan melakukan itu, akan membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki kelainan kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.

Para dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan wabah Black Death, dan masyarakat Eropa mulai menyalahkan orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah. Mekanisme penyebaran wabah pada abad ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Pemerintah Eropa saat itu tidak dapat menyelesaikan masalah karena kurangnya ilmu dan teknologi pada masa itu belum berkembang pesat. Banyak orang menaruh harapan mereka pada tindakan yang salah dan kemudian menyalahkan wabah ini sebagai bentuk kemarahan Tuhan.

Akibat kepercayaan ini, ratusan komunitas Yahudi di Eropa dimusnahkan. Warga Eropa sudah kehabisan ide, danribuan orang terbunuh karena alasan dengan dasar pemikiran yang lemah.

Betapa banyak pria gagah perkasa, berapa banyak wanita cantik, sarapan dengan saudara kandung mereka dan pada malam yang sama dijamu oleh leluhur mereka di dunia berikutnya! Kondisi masyarakat sangat menyedihkan untuk dilihat. Mereka muak oleh ribuan orang setiap hari, yang mati tanpa pengawasan dan tanpa bantuan. 

Banyak yang mati di jalan terbuka, yang lain sekarat di rumah mereka, dikenali oleh bau busuk dari tubuh mereka yang membusuk. Halaman gereja yang ditahbiskan tidak mencukupi untuk penguburan banyaknya mayat, yang ditimbun oleh ratusan orang di parit-parit besar, seperti muatan barang di kapal yang ditutupi dengan tanah kecil.- Giovanni Boccaccio

Dalam bukunya, Giovanni Boccaccio, penulis asal Italia yang hidup melalui wabah Black Death, menceritakan keadaan abad pertengahan di Eropa pada waktu itu. Semua  warga saling menghindari warga lain, hampir tidak ada tetangga, bahkan keluarga, yang saling berhubungan. 

Situasi ini menyerupai keadaan yang kita alami saat ini, yaitu physical distancing, tetapi kurangnya ilmu pengetahuan mengenai penyakit menyebabkan manusia kehilangan norma dan nilai sosial. Ayah dan ibu menolak menjenguk buah hati mereka yang terkena wabah Black Death, seolah-olah mereka tidak pernah memiliki anak.

Banyak laki-laki dan perempuan jatuh sakit, ditinggal tanpa perawatan kecuali  rasa sosial teman (itupun hanya sedikit), banyak saudara yang dijauhkan, diperlakukan seperti kutukan. Banyak yang mencoba membayar tenaga medis (pada saat itu disebut rahib dan biarawan) dengan upah tinggi tetapi tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan umum dan meninggal di rumah.

Pengalaman adalah Guru Terbaik

Wabah Black Death adalah masa lalu. Beberapa kasus infeksi penyakit tetap ada di seluruh dunia.

Dengan antibiotik modern, angka kematian telah turun dari lebih dari 60% menjadi 11%.

Dengan menggunakan teknik ilmiah seperti pemetaan genom, para ilmuwan telah mengidentifikasi jenis-jenis wabah yang mereka temui dan asal-usulnya, sehingga membantu para ilmuan untuk melawan penyebaran penyakit. Bukti genetik bakteri Yersinia pestis di beberapa tempat pemakaman wabah, juga telah mengkonfirmasi bahwa Black Death adalah, dalam banyak kasus, wabah yang telah berhasil melukai umat manusia.

Wabah pandemi di masa lalu adalah pengingat dampak sosial dan medis bagi kita, generasi penerus umat manusia. Kehadiran Black Death menyebabkan perkembangan yang penting dalam pengendalian penyakit menular, banyak ilmu yang masih kita gunakan sampai saat ini. Tetapi terus adanya wabah pandemi adalah pengingat bahwa pandemi tidak selalu menjadi hal di masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun