Mohon tunggu...
Krisnawan Wisnu Adi
Krisnawan Wisnu Adi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pendekatan untuk Dunia yang Berkelanjutan

4 Juni 2016   21:02 Diperbarui: 4 Juni 2016   21:11 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HASIL

Dari studi kasus yang dilakukan, berdasarkan perspektif kebijakan lingkungan, ada dua inti yang secara ekstrem nampak. Pertama, pendekatan instrumental mampu menciptakan kesadaran akan suatu masalah (masalah lingkungan) kepada masyarakat. Hal ini terjadi melalui input pengetahuan dengan beberapa material. Lalu, kedua adalah pendekatan emansipatoris mampu menciptakan keterlibatan masyarakat dengan pihak lain dalam perubahan jangka panjang.

Dengan pendekatan emansipatoris, komitmen jangka panjang diwujudkan ketika partisipan mengembangkan kohesi sosial tapi juga ketika mereka melihat hasil yang konkret dari usaha mereka sendiri. Di dalam kasus “Creating Urban Districts”, hasil yang lebih lembut seperti ikatan antara warga dengan stakeholder lain muncul sebelum adanya hasil yang lebih besar. Untuk mewujudkan ini diperlukan monitoring yang lebih kualitatif dan refleksif, sistem evaluasi, fokus pada penerimaan dan improvisasi yang berlanjut dari proses objektif dari pada hanya menekankan pada hasil yang nampak kasat mata.

Di sisi lain, pendekatan instrumental lebih tepat untuk ranah kelompok yang besar dan bervariasi dengan tujuannya adalah untuk mengendalikan masalah. Dengan menggunakan media, pendekatan ini cukup krusial dalam hal waktu yang terkait pada dampak untuk kelompok sasaran. Tujuan yang sangat terukur menjadi syarat yang mutlak dari pendekatan ini. SMART (Specific, Measurable, Acceptable, Realistic, Time-specified) menjadi kunci untuk mendapatkan hasil. Selain itu juga terdapat indikator untuk mengukur EE.

Kritik yang muncul terhadap pendekatan ini adalah terlalu kakunya penggunaan indikator untuk mengukur perilaku ekologis dalam EE. Berbagai macam indikator yang sangat kaku tersebut justru mampu membatasi kreasi yang lebih refleksif, kritis, dan dunia yang lebih berkelanjutan.

Kemudian, jawaban untuk pertanyaan riset yang kedua mengenai pendekatan yang paling tepat untuk pembuat kebijakan, adalah bahwa dua pendekatan itu mampu memperkuat masing-masing dari perspektif kebijakan. Sementara itu memang dalam perspektif pendidikan, dua pendekatan ini sangat bertentangan. Hal pertama yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah penerimaan terhadap tantangan perubahan dahulu. Setelah itu pemilihan pendekatan mana yang paling sesuai. Ini adalah pilihan yang harus disesuaikan dengan strategi monitoring dan evaluasi (M&E).

Pertanyaan ketiga dari studi ini fokus pada peran pengetahuan dalam ketiga strategi tersebut. Dalam pendekatan instrumental, pengetahuan bukanlah satu-satunya faktor untuk meningkatkan kesadaran dan proses perilaku, tapi lebih disadari sebagai satu hal yang penting. Hal yang paling menonjol adalah terdapat transfer pengetahuan eksplisit dalam upaya mewujudkan EE. Sedangkan pada pendekatan emansipatoris, pengetahuan lebih eksis dalam tataran implisit, dengan menciptkan makna bersama.

KESIMPULAN

Berbagai pendekatan untuk menciptakan EE dan ESD, yakni instrumental, emansipatoris, atau paduan dari keduanya menjadi hal yang cukup dipertimbangkan. Akan tetapi yang menjadi inti sebenarnya adalah kesesuaian dengan konteks perubahan yang ingin dicapai. Perubahan seperti apa yang diinginkan akan mempengaruhi level partisipasi dari stakeholder untuk mengintervensi, desainnya, dan monitoring serta evaluasinya. Secara sederhana, dari studi ini Arjen dan rekan-rekannya ingin memberikan sebuah refleksi dari tiap pendekatan sebagai referensi bagi pemerintah untuk menggunakan pendekatan sesuai konteks perubahan yang diinginkan.  

Sumber:

Wals, Arjen E. J., Floor Geerling-Eijff, Francisca Hubeek, Sandra van der Kroon, dan Janneke Vader. 2008. All Mixed Up? Instrumental and Emancipatory Learning Toward a More Sustainable World: Considerations for EE Policymakers. Applied Environmental Education and Communication 7: 55-65.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun