Mungkin kadang muncul kebingunan dalam hati kita, tentang bagaimana produk dari proses mencari keadilan itu dibuat. Bahasa hukum bukanlah bahasa yang mudah dicerna. Begitupun dengan logika hukum, bukanlah logika yang dengan simpel dijelaskan. Namun diantara kerumitan itu, logika keadilan bukanlah logika yang sulit. Keadilan cenderung mudah dirasa, masyarakat mudah melihat mana putusan yang adil dan mana yang tidak. Namun, untuk mencapai keadilan ini, tentu bukan hal mudah bagi hakim untuk mencapainya dengan frekuensi yang sama.
Untuk mencapai keadilan ini, maka hakim diberi ilmu tentang menemukan hukum. Prinsip hukum acara di Negara kita (dimana hakim diharuskan menemukan hukum), 'memaksa' hakim untuk menjadi seorang Brahmana. Seorang bijak yang perlu meninggalkan sedikit 'kemanusiaannya' untuk mengambil satu tempat sebagai wakil Tuhan. Sebagaimana Dewi Keadilan yang ditutup matanya, maka keadilan harus tertutup juga pada apa yang disebut dengan subyektifitas. Seorang hakim dalam mencari hukum, harus bermeditasi dalam alam pikirannya, menjauhkan dirinya sendiri terhadap sifat kesosialan mereka. Mereka perlu melihat lebih dalam tentang norma yang berlaku dan hidup. Hakim dianggap tahu hukum, seorang bijak yang mengerti semua permasalahan hidup. Dalam hal ini, tentu pembelajaran yang instan bukanlah hal yang dapat ditolerir. Selain itu keminatan pada bidang hukum spesifik, serta pemahaman yang holistik atas bidang2 non-hukum yang menjadi dasar masalah. Karenanya dalam proses mencari keadilan, seorang hakim akan dipermudah dengan adanya alat bukti-alat bukti seperti alat bukti keterangan para ahli mengingat tidak semua hakim mengerti nature dari masalah yang secara teknis bersifat non-hukum namun disis lain mereka diharuskan tahu hukum. Karenanya, pada kesempatan ini, saya akan sedikit berbagi tentang salah satu cara menemukan hukum. Interpretasi dan Analogi.
Sebenarnya, sebagaimana ilmu ushul fiqih dalam hukum islam, ilmu menemukan hukum sangat luas. Dari segi sumber yang digunakan, maka untuk menemukan hukum biasanya para ahli hukum mengkajinya dalam beberapa model. Di negara common law system, mereka mendahulukan Yurisprudensi pada kasus2 yang realitif mirip. Namun di negara civil law system dengan budaya kodifikasi yang kental, maka untuk menemukan hukum, seorang hakim biasanya menemukan hukum dengan menilik kepada bahan hukum primer (perundang2an, yurisprudensi, hukum adat), Sekunder (Doktrin ahli hukum, hasil peneilitian), serta tersier (kamus, ensiklopedi). Setelah itu, tentang metode menemukan hukum dikenal dua metode besar yaitu interpretasi dan analogi. Keduanya secara garis besar perbedaannya pada cara menemukan hukum, apabila pada metode yang pertama yang menjadi bahan dasarnya adalah perundang-undangannya lalu dihubungkan dengan permasalahan, pada metode yang kedua adalah berawal dari permasalahan yang substansinya dibandingkan dengan substansi yang diatur oleh perundangundangan.
Seputar analogi dan interpretasi merupakan salah satu kajian dalam ilmu hukum yang sering menimbulkan perdebatan antara para ahli hukum dari berbagai macam aliran. perdebatan mengenai analogi dan interpretasi ini tidak hanya mengalir deras dalam kajian-kajian kereta besar pemikiran hukum eropa kontinental yang mengagungkan nilai-nilai abstraksi hukum namun juga kepada aliran besar sistem hukum anglo saxon (common law). lantas mengapa perdebatan ini menjadi hangat?
Hukum dan Realitas
hukum akan bereaksi atau berguna apabila realita yang beririsan dengan hukum. hukum akan selamanya menjadi pasif tanpa adanya realita yang terkait dengan hukum tersebut, tanpa adanya pemantik, maka hukum tak akan terbakar, dan tak pernah terjadi apapun. salah satu cara memantik ini ialah menemukannya dalam sebuah realita, atau bahasa akademis terkait dengan kegiatan ini, kita dapat menyebutnya Rechvinding.
dalam hal menemukan hukum, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan. dapat dilakukan dengan metode konstruksi hukum maupun interprestasi hukum. kontruksi hukum sering disamakan dengan analogi hukum yang selanjutnya dibedakan dengan interprestasi hukum. sebagian ahli hukum membedakannya, sebagian yang lain tidak. pembedaan ini bukannya tidak memiliki implikasi dalam ranah praktek hukum maupun ranah teoritis. oleh karenanya, disebabkan besarnya implikasi dari pembedaan ini dengan alasan-alasan yang sangat praktis hingga sedemikian filosofis, karenanya perdebatan antara keduanya menjadi sedemikian panjang dan alot.
Analogi dan Interpretasi
Moeljanto menyatakan pembedaan antara analogi dan interprestasi ektensif (karena keduanya beririsan pada jenis interprestasi ekstensif), secara ekstrim dapat dilihat dari keadaan psikologis si penemu hukum ketika melakukan proses penemuan hukum. apabila si penemu hukum melihat realita lalu menghubungkan dengan hukum yang da namun ternyata tidak ada hukum yang ada, maka dicarilah hukum yang relatif mirip, lalu dilakukan proses abstraksi terhadap hukum tersebut dari proses abstrasksi, maka didapat hal-hal yang sama terkait dengan hukum tersebut dan realita yang ada, lalu dipakailah hukum tersebut sebagai dasar dari penghukuman bagi si pelaku. berbeda halnya dengan metode interprestasi ekstensif. pada metode ini, realita dihubungkan dengan hukum yang relevan dengan realita tersebut. metodenya penghubungnya adalah dengan melihat hukum tersebut, lalu ditafsirkanlah kata perkata dari hukum tersebut secara meluas, sesuai dengan perkembangan masyarakat serta maksud dan tujuan dari si pembuat hukum. jadi, yang pertama berawal dari realita yang terlihat tidak ada hukumnya lalu dicari aspek hukumnya dari aturan2 yang mirip melalui proses abstraksi, yang kedua, berawal dari hukumnya lalu ditafsirkan sesuai dengan realita, lalu didapatlah hukumnya. untuk ini Moeljanto tidak sepakat apabila analogi dipakai dalam hukum pidana, hal ini karena analogi bertentangan dengan asas legalitas.
Moeljanto berpendapat seperti itu, untuk menjawab pendapat lain dari Scholten yang menyatakan bahwa analogi dan interprestasi ekstensif sejatinya adalah sama, hanya terdapat perbedaan gradual saja. scholten menyatakan bahwa baik tafsiran ekstensif maupun analogi dasarnya adlah sama, yaitu dicoba untuk menemukan norma-noma yang lebih tinggi (lebih umum/abstrak) dari norma yang ada. dan dari ini lalu didedusir menjadi aturan baru.
Kuatnya Arus
Kuatnya perdebatan antara pembedaan-pembedaan ini sebetulnya berdasar pada keyakinan akan idealisme terhadap keadilan dan kepastian hukum. untuk selanjutnya menurun pada kepercayaan akan teori aliran postivis hukum yang begitu diagung-agungkan, asas legalitas. hal ini ditunjukan dengan cukup gamblang dalam buku yang ditulis oleh Prof Zainal Abidin Farid.
Perdebatan mengenai analogi dan interprestasi ekstensif, mulanya menguat terkait dengan putusan Hooge Raad Tanggal 23 Mei 1921. putusan ini cukup terkenal terlebih dinegara kita yang terus menerus mengambil nilai-nilai hukum belanda terkait dengan adanya perkembangan teknologi masyarakat yag pada saat itu mulai mengenal listrik. Putusan Pengadilan itu mengintrodusir sebuah metode penafsiran baru (dikatakan sebagai interprestasi ekstensif) yang menyamakan antara Listrik dengan Benda sehingga pencurian listrik disamakan dengan pencurian benda.
peristiwa ini menjadi perbincangan yang cukup hangat diantara para ahli hukum. lemahnya hukum positif yang tidak mengenal listrik membuat hakim membuat penafsiran baru. sebagian menyatakan membuat penafsiran sebagian lagi menyamakannya dengan analogi, karena proses pengabstraksian tetap saja ada, mau tidak mau tak bisa ditangkal. hal ini mebuat Taverne mengkritisi pandangan konservatif di kalangan ahli hukum belanda yang begitu mengagungkan asas ciptaan von Feurbach itu. asas legalitas mulai hilang kecemerlangannya. namun hal ini tentunya disangkal oleh sebagian besar ahli hukum pidana yang menyatakan analogi memiliki perbedaan dengan interprestasi ekstensif dan beralasan karena analogi bertentangan dengan asas legalitas dan kepastian hukum.
Menjawab 'gugatan' akademis yang diajukan oleh Taverne, Wijers menyatakan menerima interprestasi Ekstensif dan menolak analogi. apa yang dilakukan hakim dalam Putusan tentang pencurian listrik itu adalah Interprestasi Ekstensif dan bukan analogis. menjawab hal ini maka Taverne menyangkalnya dengan menyatakan bahwa Interprestasi Ekstensif (Extensive interpretatie) itu bukan lagi penafsiran, namun sudah merupakan analogi. sampai kapan perluasan itu berhenti? ternyata hal ini merupakan hal yang sulit untuk dijawab.
Tampaknya secara logika, untuk menjawab adanya perbedaan antara analogi dan interprestasi ekstensif sangatlah sulit, sehingga akhirnya pendapat yang muncul menjadi pendapat yang diluar dari rasio logis yang membedakan antara analogi dan interprestasi. hal ini seperti alasan yang dinyatakan Langemeijer. Langemeijer menyatakan bahwa analogi menjadi berbahaya karena hal ini terkait dengan kepercayaan masayarakat terhadap peradilan dan obyektifitas hakim. apabila analogi dibiarkan maka hal ini akan merusak reputasi hakim apabila terdapat hakim yang dengan mudah membuat analogi yang serampangan. adanya analogi akan menyebabkan tingginya subyektifitas hakim dalam memutus dan mempertaruhkan wibawa dari Pengadilan. hal ini diamini oleh van Bemmelen dan Cnopius.
Jika kita mencoba melihat terkait dengan permasalahan tersebut, kita mendapati dua aliran besar yang menolak analogi dan menerimanya. aliran besar yang menolak analogi adalah aliran yang mengagungkan kepastian hukum, dan yang terakhir adalah aliran yang mendambakan keadilan hukum. dalam hal penemuan hukum (oleh hakim), untuk menemukan keadilan hukum, diperlukan hakim yang memiliki intelegensi yang baik, moral yang bersih serta kemampuan berlogika yang mumpuni.
Hukum bukan hanya Undang-Undang
aturan hukum bukan hanya undang-undang. sejatinya, asas legalitas yang sebelumnya kita terima bak kitab suci, saat ini telah menampakan kelemahan-kelemahannya apabila kita secara jujur mengkajinya dengan logika hukum. adanya peradilan yang adil, hakim yang meliputi satu sosoknya sebagai seorang hakim, hal ini dibutuhkan untuk mencapai satu logika hukum yang benar dan keadilan hukum. Karena hukum itu seharusnya hidup sebagaiman mana masyarakat yang berdetak.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI