Mohon tunggu...
Junus Barathan.
Junus Barathan. Mohon Tunggu... Guru - Profesional.
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Purna Tugas PNS Guru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Harus Pulang (Kilas Balik 2012)

14 Januari 2019   13:31 Diperbarui: 15 Januari 2019   13:35 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tatak sedang sakit, sekarang terbaring lemah di rumah sakit," suara diujung telpon dari salah seorang saudaraku, membuatku terkejut menerima khabar yang tiba-tiba. Aku harus pulang tapi ku selesaikan tugasku dulu, karena tanggung jawab ini tak dapat dilimpahkan. Sementara hati dalam kebimbangan, aku mencoba menghubungi saudaraku sekedar menanyakan perkembangan kesehatan Bapak saat ini.

"Cukup parah, sudah lima labu (kantong) darah yang diinfus kedalam tubuh serta beberapa labu makanan dan vitamin, tapi sebaiknya selesaikan dulu tugas-tugasmu setelah itu terserah kamu". Begitulah ucapan saudaraku mengakhiri pembicaraan melalui telpon seluler dari seberang.

Dilihat dari usia orang tuaku (Ayah) yang telah mencapai 85 (delapan puluh lima) tahun, tentunya diusia senja seperti itu wajarlah kalau beliau sering sakit-sakitan. Apalagi dimusim dingin Bapak kerap kali mengalami batuk-batuk kecil yang mengganggu tidurnya. Semasa muda dulu beliau seorang perokok berat, sehingga dihari tuanya mengalami sedikit gangguan pada pernafasannya. 

Disisi lain beliau tidak betah berdiam diri, selalu saja ada yang dikerjakan, entah itu sekedar mengecat ulang dinding rumah atau menata kembali perabot rumah tangga yang menjadi kebanggannya. 

Oleh karena itu, diusianya yang setua ini masih tampak guratan keinginan yang  terpahat di wajahnya, meski nafasnya kadang tersenggal, langkahnya kadang gemetar beliau tetap tabah dan setia. Semasa remaja dulu beliau ikut mengangkat senjata berperang melawan Kolonialis Belanda di Maluku dan Irian Barat, untuk mengusir penjajah dari Tanah Air Indonesia.

Hari Rabu, 4 Juli 2012 pukul 11.30 WIB, aku bergegas meninggalkan Singosari Malang menuju Surabaya (Juanda), tiba di Bandara kurang lebih pukul 14.00 WIB, aku belum memiliki tiket pesawat yang akan membawaku terbang. Kudatangi loket tempat penjualan tiket, "Mbak, tiket untuk penerbangan ke-BIL (Bandara Internasional Lombok) apakah masih ada untuk hari ini "tanyaku penuh harap." Mohon maaf Pak, untuk hari ini tiket sudah habis terjual" kata petugas dengan ramah. Matengaku!, apa yang harus aku lakukan.

Untuk menetralisir rasa kesal, kubakar sebatanng rokok lalu mengisapnya dalam-dalam, diantara kepulan asap yang mengepul aku berandai-andai, semoga saja ada orang yang dapat membantuku. Pucuk dicinta ulampun tiba, seorang petugas bandara datang menghampiriku dan menyapa,"Bapak mau kemana"? tanyanya dengan sopan.

"Saya mau ke-BIL", jawabku pelan nyaris tak terdengar."Apa Bapak sudah punya tiket"?,tanyanya kemudian."Belum" jawabku singkat, seraya menawarkan sebatang rokok. "Tunggu sebentar Pak, tadi ada seorang penumpang yang membatalkan keberangkatannya ke-BIL, mungkin bisa digantikan",kata petugas itu lalu pergi. Alhamdulillah, semoga saja aku dapat segera pulang menjenguk orang tuaku yang sedang sakit. Tak beberapa lama, petugas tersebut datang lalu berkata, "Ada Pak tapi harganya agak mahal, kalau Bapak berminat akan saya ambilkan"."Harganya berapa"? tanyaku tak sabar.

 "Rp.1.500.000 (satu juta lima ratus), dan berangkat sebentar lagi pukul 16.30WIB",kata petugas itu dengan senyum kemenangan. "Wow mahal banget Cak, apa ngak bisa kurang dikit", ucapku mencoba negosiasi. Pada hari-hari biasa harga tiket pesawat terbang dari Juanda ke-BIL hanya sekitar Rp.600.000 s/d Rp.700.000. Kebetulan pada hari keberangkatanku merupakan hari permulaan liburan Sekolah. 

Sudah biasa dan menjadi budaya, ketika menjelang hari libur harga tiket pesawat pasti melambung hingga 100% bahkan lebih. Dari hasil negosiasi kami sepakat, harga tiket menjadi Rp. 1.350.000 (satu juta tigaratus lima puluh ribu rupiah). Tiket telah kudapat dan secepatnya melangkah menuju ruang tunggu di lantai dua, karena tak lama lagi pesawat akan segera lepas landas.

Perjalanan pulang dengan pesawat memang lebih efektif, hanya kurang lebih 1 (satu) jam sudah sampai di Lombok (NTB). Tak terasa sudah tiga puluh menit berlalu, aku dan penumpang lain berada di ketinggian, hanya hamparan langit biru dan awan tipis dapat kulihat melalui candela kaca di sampingku. 

Hilir mudik Pramugari menawarkan sesuatu kepada para penumpang dengan ramah dan senyuman khasnya. Lima puluh menit kemudian temaram senja membiaskan warna jingga menghiasi langit sore, lampu-lampu di tepian pantai dan danau (Bendungan Batujai) berkelap-kelip, menghampar pemandangan yang indah dan memukau, seolah-olah menyambut kedatangan kami. 

Kurang lebih pukul, 18.30 WITA (waktu Indonesia bagian tengah), pesawat mendarat, aku segera turun menuju pintu keluar untuk mencari Taxi. Tiba di Kota Selong Jl. Prof. M. Yamin 70, pukul 19.30 WITA, kurasakan suasana begitu lengang, dengan hati berdebar-debar kuucapkan salam, terdengar sayup-sayup balasan dari dalam dan pintu depan terbuka pelan.

Lega rasanya sampai di rumah dapat berkumpul kembali bersama orang tua dan seluruh saudara-saudaraku, walaupun masih terasa letih, aku kembali ceriah ditengah orang-orang yang kucintai. Cukup lama aku tak menjenguk orang tuaku, ketika kali terakhir aku pulang Bapak masih nampak sehat dan segar bugar. Kini Beliau terkulai lemah di pembaringan, keriput tulang pipinya dan pucat wajahnya menahan rasa sakit yang dideritanyanya. Dokter menyarankan (dengan kesepakatan dan alasan tertentu), sebaiknya Bapak dirawat dirumah saja sambil berobat jalan.

Ada sedikit kegembiraan terlintas di wajah Ayahku, ketika mengetahui aku pulang menjenguknya, walaupun kali ini aku datang hanya seorang diri. Suatu ketika ditengah malam, tiba-tiba Bapak memaksa untuk kembali kerumah sakit, kami jadi kelabakan dan segera menyiapkan segala sesuatunya untuk keperluan selama opname di rumah sakit. 

Hanya menjalani dua hari perawatan di rumah sakit, Bapak minta dipulangkan, tak ada yang mengetahui jarum infus dicabut sendiri dari tangannya, boleh jadi beliau merasa sudah tak perlu lagi merepotkan orang lain. Sebelumnya, ketika seluruh keluarga berkumpul Bapak banyak bercerita tetang sepak terjang masa mudanya melawan Penjajah. Beliau juga sempat memberi petuah, nasehat dan do'a kepada anak dan cucunya yang setia menunggunya. Lima hari kemudian tepat diawal bulan puasa tanggal, 21 Juli 2012 , pulul 13.50 WITA. Bapak pergi meninggalkan kami semua, Innalillahi Wainnaillaihi Rojiun.


Sesungguhnya aku menangis sangat lama

Aku pendam agar engkau berangkat dengan tenang
Sesungguhnya aku merasa belum berbakti
Aku yakin engkau telah memaafkanku


Ayah aku berjanji akan ku kirimkan
Doa yang pernah engkau ajarkan kepadaku
Setiap sujud engkau hadir terbayang
Tolong bimbinglah aku meskipun kau disana

Ayah aku mohon maaf atas kekhilafanku
Baik yang aku sengaja maupun tidak
Tolong padangi kami dengan sinarnya sorga
Teriring doa selamat jalan ayah tercinta

Dan... "aku bangga jadi anakmu"

 




 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun