Mohon tunggu...
Hana Hilwa Medina
Hana Hilwa Medina Mohon Tunggu... Guru - Mom_Wife_Teacher

Mencari pelajaran dari yang terserak di depan mata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efek Pandemi: Mampukah Sekolah Online Menggeser Sekolah Konvensional?

23 Juni 2021   23:11 Diperbarui: 23 Juni 2021   23:23 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID19) hingga detik ini belum juga berakhir, namun pemberian vaksinasi yang sedang diupayakan oleh pemerintah rasanya cukup membawa angin segar bagi siapapun sambil berharap agar pandemi COVID ini segera berakhir.  


Berbicara tentang efek pandemi, tentu telah membawa banyak perubahan yang terjadi di segala bidang. Salah satunya adalah bidang pendidikan. Tak bisa dihindari, bahwa efek revolusioner digital akibat pandemi COVID 19 yang berlangsung selama setahun lewat ini sangat kentara dirasakan oleh banyak pelaku Pendidikan, tak terkecuali para pelajar. 

Dimana kini, akan semakin  banyak ditemukan pelajar yang gandrung pada gawai dan dunia internet.


Bagaimana tidak, kebijakan pemerintah untuk diadakannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) menyebabkan kegiatan belajar mengajar yang semula dilakukan di sekolah (offline) kemudian berpindah untuk melakukan kegiatan belajar mengajar secara online dari rumah. Kondisi ini bisa dipahami, karena kekhawatiran banyak pihak bahwa sekolah bakal menjadi klaster penyebaran virus corona jika pembelajaran offline tetap dilaksanakan.


Sejalan dengan berlangsungnya pembelajaran jarak jauh (PJJ), belajar dengan menggunakan internet atau yang disebut dengan e-learning pun kini semakin diminati. Hal ini bisa kita lihat dengan semakin merebaknya aplikasi-aplikasi bimbingan mengajar online/virtual berbayar yang merupakan inovasi dari teknologi digital masa kini. 

Keberadaan bimbingan belajar virtual kini tak kalah canggihnya dengan toko-toko online sejenis tokopedia atau shopee yang menawarkan berbagai macam produk guna memenuhi kebutuhan konsumennya. 

Bimbingan belajar virtual pun kini marak dengan berbagai macam pilihan aktivitas belajar online sesuai dengan kebutuhan "konsumen" yang membutuhkan pelayanan jasanya. Mulai dari bimbingan belajar pelajaran sekolah online, kursus Bahasa Asing online, kursus komputer online, hingga penawaran-penawaran lain berupa program-program edukatif semisal kelas literasi, kelas numerasi, ataupun pelatihan-pelatihan untuk mempelajari keterampilanketerampilan tertentu seperti: Kelas Seniman Cilik, Kelas Melukis, dan masih banyak lagi program-program kelas online yang ditawarkan. Hmmm....hebat ya!, sempat geleng-geleng kepala saya melihat fenomena ini. 

Bukan hanya pilihan yang kini sangat variatif. Bak toko online, proses registrasi juga dilakukan dengan sangat mudah dan menyenangkan. Hanya dengan menggunakan jari di gawai kita, lalu menentukan pilihan produk edukasi yang diinginkan, kemudian pilih cara bayar yang akan kita gunakan, 'klik, klik, klik...selesai!'  kita sudah dengan mudahnya terdaftar dan bisa mengikuti kegiatan belajar online atau kursus yang kita pilih sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Begitulah internet, kecanggihan digital telah mampu mengubah dunia pendidikan menjadi sangat mudah dijangkau dan didapat.
Dimanapun dan kapanpun.  


Tidak bisa dipungkiri bahwa metode belajar e-learning ini memang memberi kelebihan tersendiri bagi penggunanya. Di mana dengan e-learning, kegiatan belajar tidak terikat oleh tempat dan waktu. Siswa dan guru dapat melakukan kegiatan belajar mengajar kapan saja sesuai waktu yang diinginkan. Bahkan di tempat mana saja yang disukai, bisa di ruang favorit rumah, di kamar belajar, atau bahkan di kafe. Semua sangat bisa ditentukan. 

Namun begitu, e-learning bukannya tanpa kekurangan. Kegiatan e-learning yang tidak dilakukan secara tatap muka, disinyalir berpotensi terjadinya kesalahpahaman siswa dalam memahami pelajaran. Karena ketiadaan feedback secara langsung yang diterima siswa dari guru.  


Dari kekurangan e-learning tersebut, kemudian muncullah konsep Blended Learning, Dimana konsep Blended Learning adalah kegiatan belajar e-learning yang dipadukan dengan kegiatan offline (luring). Sehingga diharapkan, selain siswa mendapatkan pembelajaran secara e-learning dengan berbagai kelebihannya, tapi juga bisa terpenuhi kebutuhan tatap muka dengan guru dalam sesi luring berikutnya sebagai kombinasi yang saling melengkapi.


Benar-benar perkembangan pendidikan yang menakjubkan!.


Melihat fenomena ini, lalu bagaimanakah dengan nasib sekolah konvensional? Apakah sekolah berbasis online mampu menggeser keberadaan sekolah konvensional? Yuk, kita ulas secara singkat di sini.  


Jika kita merujuk kepada tujuan  Pendidikan menurut UU. No. 20 Tahun 2003 tentang atau mengenai sistem pendidikan nasional pasal 3 dijelaskan mengenai tujuan pendidikan yaitu, mengembangkan potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman serta juga bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, berakhlak mulia, kreatif, mandiri dan juga menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.  

Dan untuk mencapai tujuan pendidikan tsb diperlukan sebuah subjek dan objek dalam sebuah pendidikan. Peserta didik adalah subjek utama dalam Pendidikan yang mutlak membutuhkan bimbingan. Bimbingan tersebut dapat diperoleh dari seorang guru.  


Di sisi lain kita juga perlu menengok kembali tentang aspek-aspek pendidikan. Dimana dalam proses pendidikan ada 3 (tiga) aspek yang harus dipenuhi guna tercapainya proses pendidikan bagi peserta didik, yaitu ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (keterampilan). 

Dari sini kita bisa lihat, bahwa dalam proses Pendidikan, kita bukan hanya dituntut untuk bisa men'transver knowlegde (kognitif/pengetahuan) kepada peserta didik, tapi juga ada ranah afektif (penanaman dan pembiasaan sikap baik, akhlak dan budi pekerti serta pembentukan karakter). 

Selain itu juga ada ranah psikomotor (ketrampilan), dimana dalam prosesnya, siswa akan bersentuhan dengan interaksi sosial, dimana interaksi sosial kemanusiaan tidak tersedia dalam media online/virtual. Kalaupun dikatakan ada, tentu dengan jangkauan yang sangat terbatas. Di mana ketika sambungan jaringan internet terputus, maka terputuslah konektivitas interaksi sosial virtual. Maka fenomena "ghosting" pun tak luput dari kondisi belajar online. Dimana siswa "menghilang" di saat guru sedang asyik-asyiknya mengajar atau menjelaskan materi.


Nah, dari sisi inilah, akhirnya kita bisa melihat betapa sekolah konvensional dimana di dalamnya terbentuk komunitas sekolah yang terdiri dari teman sesama siswa, para guru, tenaga pendidik, pegawai sekolah hingga pegawai kebersihan, akan menjadi bagian dari proses belajar peserta didik dalam menempa dirinya menjadi manusia yang cakap. Bukan hanya cakap secara kognitif, tapi juga sikap dan sosialnya serta memiliki keterampilan yang baik. Dan hal ini belum tentu bisa ditemukan dalam sekolah berbasis online.  


Tulisan ini hanyalah sedikit ulasan singkat sebagai bahan pembanding beberapa konsep pendidikan yang berkembang saat ini. Baik yang rintisannya sudah dimulai sejak sebelum terjadinya pandemi, ataupun yang semakin berkembang sejalan dengan kondisi pandemi belakangan ini.


Apapun mentode Pendidikan yang dipilih, akan sangat tergantung pada penggunanya. Manakah yang paling sesuai dengan kebutuhan dan interestnya.  
Wallahu A'lam. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun